Selasa, 10 September 2019
Minggu, 19 Mei 2019
LP Manajemen Keperawatan
Mei 19, 2019
No comments
LAPORAN
PENDAHULUAN
ANALISA
SWOT
A.
Pengertian Analisis SWOT
Menurut
Freddy Rangkuti Analis swot adalah indifikasi berbagai factor secara sistematis
untuk merumuskan strategi perusahan. Analisis ini didasarkan pada logika yang
dapat memaksimalkan kekuatan (sterngths)
dan peluang (opportunities), namun
secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan ( weaknesses) dan ancaman (threats).
Analisis
SWOT menurut Sondang P. Siagian merupakan salah satu instrument analisi yang
ampuh apabila digunakan dengan tepat telah diketahui pula secara luas bahwa
“SWOT merupakan akronim untuk kata-kata strenghs
(kekuatan), weaknesses (kelmahan), opportunities (peluang) dan htreats (ancaman).
Analisis
SWOT menurut Philip Kotler diartikan sebagai evaluasi terhadap keseluruhan
kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Analisis SWOT merupakan salah satu
instrumen analisis lingkungan internal dan eksternal perusahaan yang dikenal
luas. Analisis ini didasarkan pada asumsi bahwa suatu strategi yang efektif
akan meminimalkan kelemahan dan ancaman. Bila diterapkan secara akurat, asumsi
sederhana ini mempunyai dampak yang besar atas rancangan suatu strategi yang
berhasil.
Menurut
Ferrel dan Harline (2005), fungsi dari Analisis SWOT adalah untuk mendapatkan
informasi dari analisis situasi dan memisahkannya dalam pokok persoalan
internal (kekuatan dan kelemahan) dan pokok persoalan eksternal (peluang dan
ancaman).Analisis SWOT tersebut akan menjelaskan apakah informasi tersebut
berindikasi sesuatu yang akan membantu perusahaan mencapai tujuannya atau
memberikan indikasi bahwa terdapat rintangan yang harus dihadapi atau
diminimalkan untuk memenuhi pemasukan yang diinginkan.
Analisis
SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara systematis untuk merumuskan
strategi perusahaan, analisis ini didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan (strengths)
dan peluang (opportunities), namun
secara bersamaan dapat menimbulkan kelemahan (weaknesses)dan ancaman (threat).
Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangang misi,
tujuan, dan strategi, dan kebijan dari perusahaan. Dengan demikian perecanaan
strategi (strategic planner) harus menganalisi faktor-faktor
strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan,
peluang, dan ancaman) dalam kondisi yang ada disaat ini. Hal ini disebut dengan
analisis situasi. Model yang paling popular untuk analisis situasi adalah
analisi SWOT.
B.
Faktor-Faktor Strategis Analisis
SWOT
Menurut
Sondang P Sinagian ada pembagian faktor-faktor strategis dalam analisi SWOT
yaitu:
1.
Faktor
berupa kekuatan
Yang
dimaksud dengan faktor-faktor kekuatan yang dimiliki oleh suatu perusahaan
termasuk satuan-satuan bisnis didalamnya adalah antara lain
kompetisi khusus yang terdapat dalam organisasi yang berakibat pada pemilkikan
keunggulan komparatif oleh unit usaha dipasaran. Dikatan demikian karena satuan
bisnis memilki sumber keterampilan, produk andalan dan sebagainya yang
membuatnya lebih kuat dari pada pesaing dalam memuaskan kebutuhan pasar yang
sudah dan direncanakan akan dilayani oleh satuan usaha yang bersangkutan.
2.
Faktor
kelemahan
Yang
dimaksud dengan kelamhan ialah keterbatasan atau kekurangan dalam hal sumber,
keterampilan, dan kemampuan yang menjadi penghalang serius bagi penampilan
kinerja organisasi yang memuaskan
3.
Faktor
peluang
definisi
peluang secara sederhana peluang ialah berbagai situasi lingkuangan yang
menguntungkan bagi suatu satuan bisnis.
4.
Faktor
ancaman
Pengertian
ancaman merupakan kebalikan pengertian peluang yaitu faktor-faktor lingkungan
yang tidak menguntungkan suatu satuan bisnis jika jika tidak diatasi ancaman
akan menjadi bahaya bagi satuan bisnis yang bersangkutan baik unutk masa
sekarang maupun dimasa depan.
C.
Fungsi Analisis SWOT
Dengan
mengunakan cara penelitian dengan metode analisis SWOT ini ingin menunjukkan
bahwa kinerja perusahaan dapat ditentukan oleh
kombinasi faktor internal dan eksternal, kedua faktor tersebut harus
dipertimbangkan dalam analisis SWOT. Cara membuat analisis SWOT penelitian
menunjukkan bahwa kinerja perusahaan dapat ditentukan oleh kombinasi factor
internal dan eksternal .kedua factor tersebut harus dipertimbangkan dalam analis
SWOT. SWOT adalah singkatan dari lingkuangan internal strengths dan weaknesses
serta lingkungan eksternal opportunities dan threats yang dihadapi didunia bisnis. Analisis SWOT membadingkan antara factor ekternal
peluang (opportunies) dan Ancaman (threats) dengan factor internal
kekuatan (strenghs) dan kelemahan (weaknesses)
Diagram Analisis
SWOT
|
Berbagai Peluang
|
|
|
3. Mendukung strategi
Turn around
|
|
|
1.
Mendukung
strategi agresif
|
Kelemahan
Internal
|
|
|
Kekuatan internal
|
|
|
||
4. Mendukung strategi Devensif
|
|
|
2.
Mendukung
strategi diversifikasi
|
|
Berbagai ancaman
|
|
Kuadran 1 : ini merupakan situasi yang sangat
menguntungkan. Perusahaan tersebut
memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada.
Startegi yang harus diterapka dalam kondisi ini adalah mndukung kebijakan
pertumbuhan yang agresif (Growth oriented strategy)
Kuadran 2 : meskipun menghadapi berbai ancaman, perusahaan ini masih memiliki kekuatan dari segi internal.
Strategi yang harus diterapkan adalah yang mengunakan kekuatan untuk
memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi
(produk/pasar).
Kuadran 3 : perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi dilain pihak , ia menghadapi
beberapa kendala/kelamahan internal. Kondisi bisnis pada kuadran 3 ini mirip
dengan Question mark pada BCG matrik.
Focus strategi perusahaan ini adalah meminimalkan masalah-masalah internal
perusahaan sehingga dapat merebut peluang pasar yang baik. Misalnya, Aple
menggunakan strategi peninjauan kembali teknologi yang dipergunakan dengan cara
menawarkan produk-produk baru dalam industry microcomputer.
Kuadran 4 : ini merupakan situasi yang sangat tidak mengguntungkan, perusahaan tersebut menghadapi
berbagai ancaman dan kelemahan internal.
D.
Macam Model Pendekatan
Menurut
Rangkuty dalam menganalisa SWOT ada lima macam model pendekatan yang digunakan.
Model pendekatan dalam menganalisa SWOT tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Matrik
SWOT
Matrik
ini dapat mengambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal
yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang
dimilki perusahaan.
2.
Matrik
Boston Consulting Group
Matrik
BCG diciptakan oleh Boston Consulting
Group (BCG) yang mempunyai beberapa tujuan diantaranya adalah untuk mengembangkan
strategi pangsa pasar untuk portofolio produk berdasarkan karakteristik
cash-flownya, serta untuk memutuskan apakah perlu meneruskan investasi produk
yang tidak menguntungkan. Matriks BGC juga dapat digunakan untuk mengukur
kinerja manajemen berdasarkan kinerja produk di pasaran.
3.
Matrik
Internal dan Eksternal
Matrik
ini dapat dikembangkan dari model Boston
Consulting Group (GE-Model) parameter yang digunakan meliputi parameter
kekuatan internal parusahaan dan pengaruh eksternal yang dihadapi. Tujuan
penggunaan model ini adalah untuk memperoleh strategis bisnis ditingkatkan
korporat yang lebih detail.
Adalah
untuk mempertajam analisis agar perusahaan dapat melihat posisi dan arah
perkembangan dimasa akan datang. Matrik space dapat memperlihatkan denga jelas
kekuatan keuangan dan kekuatan industry pada suatu perusahaan. Hal ini
menunjukkan bahwa perusahaan tersebut secara financial relative cukup kuat
untuk mendayagunakan keuntungan kompetitif secara optimal melalui tindakan
agresif dalam merebut pasar.
5.
Matrik
Grand Strategy
Matrik
ini biasa digunakan untuk memecahkan masalah yang sering dihadapi dalam
penggunaan analisis SWOT yaitu untuk menentukan apakah perusahan ingin
memanfaatkan posisi yang kuat atau mengatasi kendala yang ada dalam perusahaan.
6.
Matrik
Factor Strategi Eksternal
Sebelum
membuat matrik factor strategi eksternal, kita perlu mengetahui terlebih dahulu
factor strategi eksternal (EFAS). Berikut ini adalah cara-cara penentuan factor
strategi eksternal (EFAS):
a.
Susunlah
dalam kolom 1 (5 sampai dengan 10 peluang dan ancaman).
b.
Beri
bobot masing-masing factor dalam kolom 2, mulai dari 1,0 (sanagt penting)
sampai dengan 0,0 (tidak penting) factor-faktor tersebut kemungkinan dapat
memberikan dampak terhadap factor strategis.
c.
Hitung
rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing factor dengan memberikan skala mulai
dari 4 (outstanding) samapai dengan 1
(poor) berdasarkan pengaruh factor
tersebut terdapat kondisi perusahaan yang bersangkutan. Pemberian nilai ranting
untuk factor peluang bersifat positif (peluang yang semakin besar diberi rating
+4, tetapi jika peluangnya kecil diberi rating +1). Pemberian nilai rating
ancaman adalah kebalikannya. Misalnya, jika ancaman sangat besar, ratingnya
adalah 1, sebalikanya, jika nilai ancamannya sedikit ratingnya 4
d.
Kalikan
bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh factor
pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing
factor yang dinilai bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding ) sampai dengan 1,0 (poor)
e.
Gunakan
kolom 5 untuk memberikan komentar atau catatan mengapa faktor-faktor tertentu
dipilih dan bagaimana skor pembobotan dihitung
f.
Jumlah
skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor pembobotan bagi
perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukan bagaimana perusaan
tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis eksternal. Total skor ini
dapat digunakan untuk membandingkan perusahaan ini dengan perusahan lainnya
dalam kelompok industry yang sama.
Setelah
faktor-faktor strategi internal suatu perusahaan diidentifikasi, suatu tabel
IFAS (internal strategic factors analysis
summary) disusun untuk merumuskan faktor-faktor strategi internal tersebut
dalam kerangka strength dan weakness perusahaan. Tahapnya adalah :
a.
Tentukan
faktor-faktor yang menjadi kekuatan serta kelemahan perusahaan dalam kolom 1.
b.
Beri
bobot masing masing faktor tersebut dengan skala mulai dengan dari 1,0 (paling
penting ) samapai 0,0 (tidak penting), berdasrkan pengaruh faktor-faktor
tersebut tehadap posisi perusahaan. (semua bobot tersebut jumlahnya tidak boleh
melebihi skor total 1,00.)
c.
Hitung
rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing fakor dengan memberikan skala mulai
4 (outstanding) sampai dengan 1
(poor), berdasrkan pegaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang
bersangkuatan. Variable yang bersifat positif (semua vaiabel yang amsuk
kategori kekuatan) di beri nilai mulai dari +1 sampai +4 (sangat baik ) dengan
membandingakan dengan rata-rata industry atau dengan pesaing utama. Sedangkan
variabel yang bersifat negatif sebaliknya. Contohnya, jika kelemahan perusahaan
besar sekali dibandingkan dengan rata-rata industry, nilainya adalah 1, sedangkan jika kelemahan perusahaan dibawah rata-rata
industry, nilainya
Diagram
Matriks SWOT
IFAS
|
STRENGTHS (S)
Tentukan
5-10
faktor-
faktor Kekuatan internal
|
WEAKNESSES (W)
Tentukan
5-10 kelemahan internal
|
EFAS
|
||
OPPORTUNIES (O)
Tentukan
5-10
faktor
peluang eksternal
|
STRATEGI
SO
Ciptakan strategi
yang menggunakan kekuatan
untuk memanfaatkan peluang
|
STRATEGI
WO
Ciptakan strategi
yang meminimalkan kelemahan untuk
memanfaatkan peluang
|
THREATS (T)
Tentukan
5-10
faktor
ancaman eksternal
|
STRATEGI
ST
Ciptakan strategi
yang menggunakan kekuatan
untuk mengatasi ancaman
|
STRATEGI
WT
Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan
menghindari ancaman
|
a.
Strategi SO
Strategi
ini dibuat berdasrkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan
seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.
Ini
adalah strategi dalam menggunakan kekuatan dalam yang dimilki perusahaan untuk
mengatasi ancaman.
c.
Strategi
WO
Strategi
ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara
meminimalkan kelemahan yang ada
d.
Strategi
WT
Strategi
ini didasrkan pada kegiatan yang bersifat defensive
dan berusahan meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.
LAPORAN PENDAHULUAN
INDIKATOR – INDIKATOR
PELAYANAN RUMAH SAKIT
Indikator-indikator pelayanan rumah sakit dapat dipaka iuntuk mengetahui
tingkat pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan rumah sakit.
Indikator-indikator berikut bersumber dari sensus harian rawa inap :
1.
BOR
(Bed Occupancy Ratio = Angka penggunaan tempat tidur)
BOR menurut
Huffman (1994) adalah the ratio of patient service days to inpatient bed count
days in a period under consideration. Sedangkan menurut Depkes RI (2005), BOR
adalah prosentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu. Indikator ini
memberikan gambaran tinggi rendah nya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit.
Nilai parameter BOR yang ideal adalah antara 60-85% (Depkes RI, 2005).
Rumus :
BOR = (Jumlah hari
perawatan rumah sakit / (Jumlah tempat tidur X Jumlah hari dalam satu periode)) X
100%
2.
AVLOS
(Average Length of Stay = Rata-rata lamanya pasien dirawat)
AVLOS menurut Huffman (1994) adalah the average
hospitalization stay of inpatient discharged during the period under
consideration. AVLOS menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata lama rawat seorang
pasien. Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat
memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat
dijadikan hal yang perlu pengamatan yang lebih lanjut. Secara umum nilai AVLOS
yang ideal antara 6-9 hari (Depkes, 2005).
Rumus
: AVLOS =
Jumlah lama dirawat / Jumlah pasien keluar (hidup +
mati)
3.
TOI
(Turn Over Interval = Tenggang perputaran)
TOI menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata hari dimana
tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya.
Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur.
Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari.
Rumus
:
TOI = ((Jumlah tempat
tidur X Periode) – Hari perawatan) / Jumlah pasien keluar (hidup + mati)
4.
BTO
(Bed Turn Over = Angka perputaran tempat tidur)
BTO menurut Huffman (1994) adalah …the net effect of
changed in occupancy rate and length of stay. BTO menurutDepkes RI (2005)
adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur
dipakai dalam satu satuan waktu tertentu. Idealnya dalam satu tahun, satu tempat
tidur rata-rata dipakai 40-50 kali.
Rumus
:
BTO = Jumlah pasien keluar (hidup + mati) / Jumlah tempa
tidur
5.
NDR
(Net Death Rate)
NDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian 48
jam setelah dirawat untuk tiap-tiap 1000 penderita keluar. Indikator ini memberikan
gambaran mutu pelayanan di rumah sakit.
Rumus :
NDR = (Jumlah pasien
mati > 48 jam / Jumlah pasien keluar (hidup + mati)) X 1000 permil
6.
GDR
(Gross Death Rate)
GDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian umum
untuk setiap 1000 penderita keluar.
Rumus
:
GDR = ( Jumlah pasien
mati seluruhnya / Jumlah pasien keluar (hidup + mati)) X 1000 permil
LAPORAN PENDAHULUAN
KOMUNIKASI DALAM
ORGANISASI
A.
Pengertian Komunikasi dalam
Organisasi
Komunikasi dalam organisasi sangat penting karena
dengan adanya komunikasi makaseseorang bisa berhubungan dengan orang lain dan saling bertukar pikiran yang bisa menambah wawasan seseorang
dalam bekerja atau menjalani kehidupan sehari-hari. Maka untuk membina hubungan
kerja antar pegawai maupun antar atasan bawahan perlulah membicarakan
komunikasi secara lebih terperinci.
Dalam menyalurkan solusi dan ide melalui komunikasi
harus ada si pengirim berita (sender) maupun si penerima berita (receiver).
Solusi-solusi yang diberikan pun tidak diambil seenaknya saja, tetapi ada
penyaringan dan seleksi, manakah solusi yang terbaik yang akan diambil, dan
yang akan dilaksanakan oleh organisasi tersebut agar mencapai tujuan, serta
visi, misi suatu organisasi.
Berikut ini adalah beberapa definisi serta
penjelasan mengenai komunikasi menurut beberapa ahli:
1.
HIMSTREET & BATY
Komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi
antar individu melalui suatu sistem yang biasa (lazim), baik dengan simbol-simbol,
sinyak-sinyal, maupun perilaku atau tindakan.
2.
THEODORSON & THEDORSON
Komunikasi adalah penyebaran informasi, ide-ide
sebagai sikap atau emosi dari seseorang kepada orang lain terutama melalui
simbol-simbol.
3.
CHARLES H. COOLEY
Komunikasi berarti suatu mekanisme hubungan antar
manusia dilakukan dengan mengartikan simbol secara lisan dan membacanya melalui
ruang dan menyimpan dalam waktu.
Jadi, Komunikasi adalah Suatu proses penyampaian
pesan atau informasi dari suatu pihak ke pihak yang lain dengan tujuan tercapai
persepsi atau pengertian yang sama. Berarti dalam hal ini komunikasi dalam
organisasi merupakan hal yang paling penting karena komunikasi bagian penting
dari organisasi, sebab organisasi tidak akan berlangsung apabila tidak ada
komunikasi antara pihak satu dengan pihak yang lain.
B.
Unsur-unsur Komunikasi dalam
Organisasi
Unsur-unsur
komunikasi dalam organisasi adalah
1.
Komunikator (communicator), yaitu
memberi berita, yang dalam hal ini adalah orang yang berbicara, pengirim berita
atau orang yang memberitakan.
2.
Menyampaikan berita, dalam hal ini dapat
dilakukan dengan cara mengatakan, mengirim atau menyiarkan.
3.
Berita-berita yang disampaikan
(message), dapat dalam bentuk perintah, laporan, atau saran.
4.
Komunikan (communicate), yaitu orang
yang dituju, pihak penjawab atau para pengunjung. Dengan kata lain orang yang
menerima berita. Tanggapan atau reaksi (response), dalam bentuk jawaban atau
reaksi.
5.
Kelima unsur komunikasi tersebut
(Komuniakator), Menyampaikan berita, Berita-berita yang disampaikan, Komunikan
dan Tanggapan atau reaksi) merupakan kesatuan yang utuh dan bulat, dalam arti
apabila satu unsur tidak ada, maka komunikasi tidak akan terjadi. Dengan
demikian masing-masing unsur saling berhubungan dan ada saling ketergantungan.
Jadi dengan demikian keberhasilan suatu komunikasi ditentukan oleh semua unsur
tersebut.
C.
Penyaluran Komunikasi dalam
Organisasi
1.
Komunikasi Vertikal
Komunikasi vertikal terdiri atas komunikasi ke atas
dan ke bawah sesuai rantai perintah. Komunikasi ke bawah (downward comunication)
dimulai dari manajemen puncak kemudian mengalir ke bawah melalui
tingkatan-tingkatan manajemen sampai ke karyawan lini dan personalia paling
bawah. Maksud utama komunikasi ke bawah adalah untuk memberi pengarahan,
informasi, instruksi, nasehat/saran dan penilaian kepada bawahan sera
memberikan informasi kepada para anggota organisasi tentang tujuan dan
kebijaksanaan organisasi.
Berita – berita ke bawah dapat berbentuk tulisan
maupun lisan dan biasanya disampaikan melalui memo, laporan, atau dokumen
lainnya, bulletin pertemuan atau rapat, dan percakapan serta melalui interaksi
orang perorang atau kelompok-kelompok kecil. Manajemen seharusnya tidak hanya
memusatkan perhatiannya pasa usaha komunikasi ke bawah, tetapi juga komunikasi
ke atas.
Fungsi utama komunikasi ke atas (upward
communication)adalah untuk mensuplai informasi kepada tingkatan manajemen
atas tetang apa yang terjadi pada tingkatan bawah. Tipe komunikasi ini
mencakup laporan-laporan periodik, penjelasan, gagasan, dan permintaan untuk
diberikan keputusan. Hal ini dapat dipandang sebagai data atau informasi umpan
balik bagi manajemen atas.
Bentuk-bentuk komunikasi seperti kebijaksanaan,
sistem komunikasi informal, survey sikap, dewan manajemen karyawan, atau sistem
inspektur jendral dirancang untuk memudahkan komunikasi ke atas ke manajemen
puncak.
2.
Komunikasi Horizontal
Yaitu komunikasi yang berlangsung di antara para
anggota dalam kelompok kerja yang sama. Dan antara departemen-departemen pada
tingkatan yang sama. Fungsi arus komunikasi horisontal ini adalah: a)
Memperbaiki koordinasi tugas b) Upaya pemecahan masalah c) Saling berbagi
informasi d) Upaya pemecahan konflik e) Membina hubungan melalui kegiatan
bersama
3.
Komunikasi Diagonal
Komunikasi diagonal merupakan komunikasi yang memotong
secara menyilang diagonal rantai perintah organisasi. Hal ini sering terjadi
sebagai hasil hubungan-hubungan departemen lini dan staf. Bahwa
hubungan-hubungan yang ada antara personalia lini dan staf dapat berbeda-beda,
yang akan membentuk beberapa komunikasi diagonal yang berbeda-beda pula.
D.
Hambatan-hambatan dalam Komunikasi
Organisasi
Komunikasi adalah bagian dari informasi dalam
membangun organisasi, tetapi komunikasi tidak efektif dengan adanya
kekuatan-kekuatan dari luar yang menghambatnya. Berikut ini akan dibahas
hambatan-hambatan terhadap komunikasi efektif tersebut, dengan
dikelompokkan sebagai berikut:
1.
Hambatan – hambatan Organisasional
Ada tiga hambatan organisasional, yaitu tingkat
hirarki bila suatu organisasi tumbuh, strukturnya berkembang, akan
menimbulkan berbagai masalah komunikasi. Karena berita harus melalui tingkatan
tambahan, yang memerlukan waktu lebih lama untuk mencapai tempat tujuan
dan kecendrungan menjadinberkurang ketepatannya . berita yang mengalir keatas
atau kebawah tingkatan – tingkatan organisasi akan melalui beberapa “Filter”,
dengan persepsi, motif, kebutuhan dan hubungannya sendiri.
Wewenang manajerial tanpa
wewenang untuk membuat keputusan tidak mungkin manajer dapat mencapai
tujuan dengan efektif. Tetapi dilain pihak, pada kenyataannya bahwa
seseorangyang mengendalikan orang lain juga menimbulkan hambatan – hambatan
terhadapa komunikasi. Banyak atasan merasa bahwa mereka tidak dapat sepenuhnya
menerima berbagai masalah, kondisi atau hasil yang dapat membuat mereka tampak
lemah. Sebaliknya, banyak bawahan menghindari situasi dimana mereka harus
mengungkapkan informasi yang dapat membuat mereka dalam kedudukan yang tidak
menguntungkan. Sebagai hasilnya ada kesenjangan “leveling” antara atasan dan
bawahan.
Spesialisasi . meskipun
spesialisasi adalah prinsip dasar organisasi, tetapi juga menciptakan
masalah-masalah komunikasi, dimana hal ini cenderung memisahkan orang-orang,
bahkan bila mereka bekerja saling berdekatan. Perbedaan fungsi, kepentingan dan
istilah-istilah pekerjaan dapat membuat orang-orang merasa bahwa mereka hidup
dalam dunia yang berbeda. Akibatnya, dapat menghalangi perasaan memasyarakat,
membuat sulit memahami, dan mendorong terjadinya kesalahan-kesalahan.
2.
Hambatan – hambatan antar pribadi
Manajer masih akan menghadapi kemungkinan bahwa
berita – berita yang mereka kirim akan berubah akan menyimpang, bahkan bila
hambatan-hambatan komunikasi organisasional tidak ada. Banyak kesalahan
komunikasi disebabkan bukan oleh faktor-faktor organisasi, tetapi oleh
masalah-masalah ketidak sempurnaan manusia dan bahasa. Manajer perlu
memperhatikan hambatan-hambatan anatr pribadi seperti , a) persepsi selektif ,
b) status atau kedudukan komunikator, c) keadaan membela diri , d) pendengaran
lemah, e) ketidak tepatan penggunaan bahasa. Berikut adalah hambatan – hambatan
dalam proses komunikasi :
Persepsi selektif persepsi
adalah proses yang menyeluruh dengan mana seseorang menseleksi,
mengorganisasikam, dan mengartikan segala sesuatu lingkungannya, segera setelah
seseorang menerima sesuatu, akan mengorganisasikan menjadi berbagai tipe
informasi yang berarti. Dalam hal ini pengalaman mengajarkan seseorang dengan
reaksi tertentu, bila seseorang mendengar suara kereta api, maka dia
mengharapkan akan melihat kreta api. Seorang karyawan menjadi “definisi”secara
otomatis bila dipanggil atasannya dengan kata lain, pengharapan yang
mengharapkan seseorang untuk melihat atau mendengar kejadian, orang , objek
atau situasi adalah sesuatu yang dia ingin lihat atau dengar . hal ini disebut
persepsi selektif.
Manajer perlu memperhatikan 3 aspek berikut
sehubungan dengan persepsi selektif :
a.
Penerimaan akan menginterpretasikan
berita berdasarkan pengalaman dana bagaimana mereka telah “belajar’ untuk
menghadapi sesuatu .
b.
Penerima akan menginterpretasikan berita
dengan cara menolak setiap perubahan dalam struktur kepribadian yang kuat .
berita yang bertentangan dengan kenyakinan seseorang cenderung untuk ditolak.
c.
Penerima akan cenderung mengelompokkan
dan menyiampan karakteristik-karakteristik pengalaman mereka sehingga mereka
dapat membuat pola-pola menyeluruh.
Pelajaran bagi manajer untuk memahami sebanyak
mungkin tentang kerangka kesukaan, kebutuhan, motif, tujuan, tingkat bahasa,
dan stereotip (prosen penyusunan berita menjadi seperti sesuatu yang
diharapkan) dari penerima, agar dapat mengkomunikasikan pengertian secara
efektif.
Status komunikator. Hambatan utama
komunikasi lainnya adalah kecenderungan untuk menilai. Mepertimbangkan dan
membentuk pendapat atas dasar kerakteristik-karakteristik pengirim (sumber),
terutama kredibilitanya. Kredibilitas didasarkan “keahlian” seseorang dalam
bidang yang sedang dikomunikasikan dan tingkat kepercayaan seseorang bahwa
orang tersebut akan mengkomunikasikan kebenaran.
Manajer harus dipandang bawahan mereka sebagai orang
yang terpercaya dan dapat dipercaya. Kalau tidak, usaha untuk memotivasi,
mempengaruhi dan mengarahkan kegiatan-kegiatan bawahan akan sangat terhambat
dari pemulaan.
Keadaan membela diri,
perasaan pembelaan diri pada pengirim, penerima berita atau keduanya juga
menimbulkan hambatan-hambatan komunikasi. Keadaan membela diri seseorang
mengakibatkan ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan pembicaraan tertentu, dan
sebaliknya meningkatkan tingkat pembelaan di pihak lain. Jadi, akan timbul
reaksi rantai deensif. Keadaan ini membuat pendengar lebih berkonsentrasi pada
apa uang akan dikatakan dan bukan pada apa yang sedang didengar. Sebagai
contoh, bila seseorang karyawan terancam akan kehilangan kedudukannya, maka
dapat kehilangan kemampuan untuk mengartikan berita secara tepat dengan memberi
reaksi defersif atau agresif.
Pendengaran lemah. Manajer perlu
belajar untuk mendengar secara efektif agar mampu mengatasi hambatan ini.
Berbagai kebiasaan sehubungan dengan pendengaran lemah meliputi : 1) mendengar
hanya permukaannya saja, dengan sedikit perhatian pada apa yang sedang
dikatakan; 2) memberikan pengaruh, melalui baik perkataan atau tanda-tanda
(seperti melihat jam, memandanglangit, menunjukkan kegelisahan); 3) menunujkan
tanda-tanda kejengkelan atau kebosanan terhadap bahan pembicaraan dan 4)
mendengar dengan tidak aktif.
Ketidak tepatan penggunaan bahasa.
Salah satu kesalahan terbesar yang dibuat dalam komunikasi adalah anggapan
bahwa pengertian terletak dalam “kata-kata” yang digunakan. Sebagai contoh,
perintah manajer untuk mengerjakan “secepat mungkin” bisa berarti satu jam,
satu hari atau satu minggu. Disamping itu, bahasa-bahasa “non verbal” yang
tidak konsiten, seperti nada suara, ekspresi wajah, dan sebagainya dapat
menghambat komunikasi.
E.
Peningkatan Efektivitas Komunikasi
Berbagai penyebab timbulnya masalah-masalah
komunikasi dan betapa sulitnya mencapai komunikasi efektif telah dibahas
diatas. Sekarang akan dibicarakan berbagai cara dengan mana para manajer dapat
meningkatkan efektivitas komunikasi. Teknik-teknik ini pada dasarnya adalah
cara-cara untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang disajikan sebelumnya.
1.
Kesadaran Akan
Kebutuhan Komunikasi Efektif
Karena berbagai hambatan organisasional dan antar
pribadi, komunikasi efektif tidak dapat dibiarkan terjadi begitu saja. Manajer
harus memainkan peranan penting dalam proses komunikasi, dimana hanya dengan
cara itu kemudian dapat diambil langkah-langkah untuk meningkatkan efektivitas
komunikasi.
Pentingnya komunikasi menyebabkan banyak perusahaan
besar menggunakan para “ahli komunikasi”. Para spesialis komunikasi ini
membantu perbaikan komunikasi dengan bantuannya kepada para penyelia memecahkan
masalah-masalah komunikasi internal; penentuan strategi komunikasi perusahaan
sehubungan dengan “layoffs”, penutupan pabrik atau relokasi, dan terminasi;
serta pengukuran kualitas kegiatan-kegiatan komunikasi, melalui interview
(wawancara) atau survey.
2.
Penggunaan
Umpan-Balik
Peralatan penting pengembangan komunikasi lainnya
adalah penggunaan umpan balik berita-beria yang dikirim. Komunikasi dua arah
ini memungkinkan proses komunikasi berjalan lebih efektif. Para manajer dapat
melakukan paling sedikit dua hal untuk mendorong umpan balik dan menggunakannya
secara efektif. Manajer dapat menciptakan lingkungan yang mendorong umpan
balik, dan mendapatkan umpan balik melalui kegiatan mereka sendiri
Cara manajer berkomunikasi dengan para bawahannya
dapat menentukan jumlah umpan balik yang akan mereka terima. Disamping itu,
tipe komunikasi yang digunakan dan lingkungan komunikasi penting dalam
penentuan umpan balik macam apa yang akan di dapatkannya. Dalam hal ini manajer
perlu memainkan peranan aktif dalam pengadaan umpan balik tersebut. Sebagai
contoh, setelah memberikan penugasan tugas suatu pekerjaan manajer dapat
bertanya, “apa saudari mengerti?” atau “apakah saudara mempunyai pertanyaan”
atau “apakah ada yang belum saya jelaskan?” tetapi pertanyaan-pertanyaan itu
tidak mendorong timbulnya jawaban, sehingga pendekatan yang lebih langsung
dapat dilakukan dengan mengatakan : “pekerjaan ini adalah penting, sebab itu
pahami benar setiap langkah, laporkan kepada saya apa yang akan saudara
lakukan”.
Dilain pihak, para manajer perlu secara aktif
mencari umpan balik. Manajemen partisipatif dan komunikasi tatap muka merupakan
cara-cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas kominukasi
melalui penggunaan umpan balik.
F.
Menjadi Komunikator Yang Lebih
Efektif
Teknik-teknik yang jelek mengganggu banyak manajer, seperti
halnya mengganggu hubungan mereka dengan para bawahannya diluar pekerjaannya.
Oleh karena itu latihan-latihan dalam penulisan dan penyampaian berita secara
lisan perlu dilakukan untuk meningkatkan pemahaman akan simbol-simbol,
penggunaan bahasa, mengutarakan yang tepat, dan kepekaan terhadap latar
belakang penerima berita.
Salah satu peralatan yang digunakan secara efektif
oleh para psikolog, dan orang-orang yang profesinya memerlukan pemahaman yang
mendalam tentang klien mereka, yaitu active listening (aktif
mendengarkan), dapat dipergunakan untuk mengembangkan dimensi baru keterampilan
manajemen para manajer. Prinsip dasar peralatan ini adalah penggunaan reflective
statements (pernyataan baik) oleh pendengar. Bagaimanapun posisi kunci para
manajer dalam proses komunikasi, membuat kebutuhan mendesak bagi pengembangan
diri untuk menjadi komunikator yang lebih efektif.
G.
Pedoman Komunikasi Yang Baik
Amerika Management Asosiations (AMA) telah menyusun
sejumlah prinsip-prinsip komunikasi yang disebut “the Ten Commandments of Good
Communication” (sepuluh pedoman komunikasi yang baik). Pedoman-pedoman ini
disusun untuk meningkatkan efektivitas komunikasi organisasi, secara ringkas
adalah sebagai berikut:
1.
Cari kejelasan gagasan-gagasan terlebih
dahulu sebelum dikomunikasikan.
2.
Teliti tujuan sebenarnya setiap
komunikasi.
3.
Pertimbangkan keadaan fisik dan manusia
keseluruhan kapan saja komunikasi akan dilakukan.
4.
Konsultasikan dengan pihak-pihak lain,
bilaperlu, dalam perencanaan komunikasi.
5.
Perhatikan tekanan nada dan ekspresi
lainnya sesuai isi dasar berita selama berkomunikasi.
6.
Ambil kesempatan, bila timbul, untuk
mendapatkan segala sesuatu yang membantu atau umpan balik.
7.
Ikuti lebih lanjut komunikasi yang
dilakukan.
8.
Perhatikan konsistensi komunikasi.
9.
Tindakan atau perbuatan harus mendorong
komunikasi.
10. Jadilah
pendengar yang baik, berkomunikasi tidak hanya untuk dimengerti tetapi untuk
mengerti.
Prinsip-prinsip ini memberikan kepada para manajer
pedoman untuk meningkatkan efektivitas komunikasi.
LAPORAN
PENDAHULUAN
KONSEP
BERUBAH
A.
Sifat Proses Berubah.
Perubahan adalah proses dinamis dimana yang terjadi
pada tingkah laku dan fungsi seseorang, keluarga, kelompok atau komunitas
(Potter dan Perry, 2005).
Proses berubah juga dapat diartikan sebagai proses
beranjaknya seseorang dari keadaan status quo menjadi keadaan keseimbangan
semu. Status quo “Is a situation or state of affairs as it is now, or
as it was before a recent change” atau keadaan dimana seseorang belum
bergerak dari keadaan semula.
Keseimbangan semu adalah keadaan yang dirasakan
belum memadai dalam waktu tertentu.
Perubahan yang baik dapat dijalani manusia bertahap
dan memerlukan waktu sesuai dengan kemampuan manusia itu sendiri. Sehingga
perubahan yang terjadi secara radikal biasanya akan menemui banyak hambatan.
Macam-macam Proses Berubah
1.
Perubahan ditinjau dari sifatnya, yaitu:
a.
Perubahan spontan (Samson, 1971)
1)
Perubahan sebagai respon terhadap
kejadian alamiah dan terkontrol/alamiah.
2)
Perubahan yang terjadi tidak diramalkan
atau diprediksi sebelumnya.
3)
Perkembangan,yaitu perubahan yang
berbentuk kemajuan / peningkatan / penambahan yang terjadi pada individu,
kelompok dan organisasi.
4)
Perubahan yang direncakan yaitu sebagai
upaya yang bertujuan untuk mencapai tingkat yang lebih baik.
b.
Perubahan ditinjau dari keterlibatan:
5)
Melalui penyedian informasi yang cukup.
6)
Adanya sikap positif terhadap perubahn
sesuatu atau inovasi.
7)
Timbulnya komitmen diri untuk berubah.
c.
Perubahan ditinjau dari sifat
pengelolaan:
1)
Menurut Duncan (1978)
a)
Perubahan berencana.
§ Menyesuaikan
kegiatan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.
§ Adanya
titik mula yang jelas dan dipersiapkan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.
§ Adanya
persiapan yang matang.
b)
Perubahan acak/kacau.
§ Tidak
ada titik awal perubahan.
§ Tidak
ada upaya mempersiapkan kegiatan-kegiatan untuk tercapainya tujuan
2)
HORSEY dan BLANCARD (1977)
a)
Partisipatif
Yaitu individu/klien diikutkan dalam proses
perubahan tersebut. Misalnya ketika bidan membangkitkan motivasi klien.
b)
Paksaan
Yaitu perubahan yang total menggunakan kekuatan
misalnya instruksi dari atasan.
B.
Teori-teori Perubahan.
1.
Teori Perubahan Lippit
Lippit ingin menunjukkan langkah-langkah yang harus
ditempuh untuk mengadakan pembaharuan.
Langkah-langkahnya meliputi:
a.
Menentukan diagnosa terlebih dahulu pada
masalah yang ada
b.
Mengadakan penilaian terhadap motivasi
dan kemampuan dalam perubahan
c.
Melakukan penilaian terhadap motivasi
pasien/agen dan sumber daya.
d.
Memilih tujuan perubahan yang progresif
e.
Menetapkan peran dari pembaharuan
sebagai agen perubahan (pendidik, peneliti, pemimpin)
f.
Mempertahankan hasil dari perubahan yang
telah dicapainya
g.
Melakukan penghentian bantuan supaya
harapan peran dan tanggungjawab dapat tercapai secara bertahap
2.
Teori Perubahan Kurt Lewin
Teori perubahan Lewin menjelaskan bahwa seseorang
yang akan mengadakan suatu perubahan harus memiliki konsep tentang perubahan
yang tercantum agar proses perubahan tersebut terarah dan mencapai tujuan yang
ada. Ia berkesimpulan bahwa kekuatan tekanan (driving forces) akan
berhadapan dengan penolakan (resistences) untuk berubah. Perubahan dapat
terjadi dengan memperkuat driving forcesdan melemahkan resistences to
change.
Tahapan perubahan menurut Lewin antara lain :
a.
Unfreezing ( Tahap Pencairan )
Pada tahap awal ini, seseorang mencari sesuatu yang
baru baik dari sisi nilai, sikap maupun kepercayaan. Seseorang dapat mengadakan
proses perubahan jika memiliki motivasi yang kuat untuk berubah dari keadaan
semula.
b.
Changing ( Tahap Mengubah )
Pada tahap ini , Changing merupakan langkah
tindakan, baik memperkuat driving forces maupun
memperlemahresistances. Bisa dikatakan juga tahap menstabilkan norma-norma
yang sudah ada.
c.
Refreezing ( Tahap Pembekuan )
Pada tahap ini merupakan tahap pembekuan di mana
seseorang yang mengadakan perubahan telah mencapai tahapan yang baru dengan
keseimbangan yang baru.
d.
Action Research ( Tahap Penelitian
Tindakan )
Tahap penelitian tindakan menjelaskan bahwa hasil
penelitian yang ada langsung diaplikasikan ke kegiatan-kegiatan yang ada.
Kemudian, lebih fokus menaruh penelitian terhadap suatu tindakan yang berfokus
pada masalah yang nyata. Penelitian itu dikembangakan dari pengetahun atau
teori dan logat yang dapat di ambil.
3.
Teori Perubahan Rogers E
Menurut Rogers E, perubahan sosial adalah proses di
mana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu dari waktu ke waktu
antara anggota suatu sistem sosial.
Langkah-langkah untuk mengadakan perubahan menurut
Rogers antara lain:
a.
Tahap Awareness
Tahap awal yang menyatakan bahwa untuk mengadakan
perubahan diperlukan adanya kesadaran untuk berubah.
b.
Tahap Interest
Tahap ini menyatakan untuk mengadakan perubahan
harus timbul perasaan suka / minat terhadap perubahan. Timbulnya minat akan
mendorong dan menguatkan kesadaran untuk berubah.
c.
Tahap Evaluasi
Pada tahap ini terjadi penilaian terhadap sesuatu
yang baru agar tidak ditemukan hambatan selama mengadakan perubahan.
d.
Tahap Trial
Tahap ini merupakan tahap uji coba terhadap hasil
perubahan dengan harapan sesuatu yang baru dapat diketahui hasilnya sesuai
dengan situasi yang ada.
e.
Tahap adoption
Tahapan terakhir yaitu proses perubahan terhadap
sesuatu yang baru setelah ada uji coba dan merasakan ada manfaatnya sehingga
mampu mempertahankan hasil perubahan.
Rogers juga membagi karakter dari adopsi yaitu:
a.
Relative advantage
b.
Compatibility
c.
Complexity
d.
Trialability
e.
Observability
Rogers dan sejumlah ilmuwan komunikasi lainnya
mengidentifikasi 5 kategori pengguna inovasi :
1.
Innovators
Adalah kelompok orang yang berani dan
siap untuk mencoba hal-hal baru. Hubungan sosial
mereka cenderung lebih erat dibanding kelompok sosial lainnya.
2.
Early Adopters
Kategori adopter
seperti ini menghasilkan lebih banyak opinidibanding
kategori lainnya, serta selalu mencari informasi tentang inovasi.
3.
Early Majority
Kategori pengadopsi
seperti ini merupakan mereka yang tidak mau menjadi kelompok pertama yang
mengadopsi sebuah inovasi. Sebaliknya, mereka akan dengan berkompromi secara
hati-hati sebelum membuat keputusan dalam mengadopsi inovasi, bahkan bisa dalam
kurun waktu yang lama.
4.
Late Majority
Kelompok yang ini lebih berhati-hati mengenai fungsi
sebuah inovasi. Mereka menunggu hingga kebanyakan orang telah mencoba dan
mengadopsi inovasi sebelum mereka mengambilkeputusan.
5.
Laggards
Kelompok ini merupakan orang yang terakhir melakukan
adopsi inovasi. Mereka bersifat lebih tradisional,
dan segan untuk mencoba hal hal baru. Kelompok ini biasanya lebih suka bergaul
dengan orang-orang yang memiliki pemikiran sama
dengan mereka.
Tabel 1.1. Perbangingan Perubahan Berdasarkan Tiga
Teori Perubahan
Lewin
|
Roger
|
Lipitts
|
Pencairan
|
Kesdaran,
Tertarik,
Evaluasi
|
-
Mendiaknosa masalah
-
Mengkaji motivasi, kemampuan untuk berubah
-
Megkaji motivasi agen pembaru dan berbagai sumber
saran
|
Bergerak
|
Mencoba
|
-
Menetapkan tujuan pembaharuan
-
Menetapkan peran agen pembaharu
|
Pembekuan
|
Penerimaan
|
-
Mempertahankan perubahan
-
Mengakhiri bantuan.
|
C.
Tipe Perubahan.
Apabila dipandang dari tipe perubahan, menurut
bennis tahun 1995, perubahan itu sendiri memilki tujuh tipe diantaranya :
1.
Tipe indoktrinasi, suatu peubahan yang
dilakukan oleh sekelompok atau masyarakat yang menginginkan pencapaiaan tujuan
yang diharapkan dengan cara memberi doktrim atau menggunakan kekuatan sepihak
untuk dapat berubah.
2.
Tipe paksaan atau kekerasan, merupakan
tipe perubahan dengan melakukan pemaksaan atau kekerasan pada anggota atau
seseorang dengan harapan tujuan yang dicapai dapat terlaksana.
3.
Tipe teknokratik, merupakan tipe
perubahan dengan melibatkan kekuatan lain dalam mencapai tujuan yang diharapkan
terdapat satu pihak merumuskan tujuan dan pihak lain untuk membantu mencapai
tujuannya.
4.
Tipe interaksional, merupakan perubahan
dengan menggunakan kekuatan kelompok yang saling berinteraksi satu dengan yang
lain dalm mencapai tujuan yang diharapkan dari perubahan.
5.
Tipe sosialisasi, merupakan suatu
perubahan dalam mencapai tujuan dengan menggunakan kerja sama dengan kelompok
lain tetapi masih menggunakan kekuatan untuk mencapai tujuan yang hendak
dicapai.
6.
Tipe emultif, merupakan suatu perubahan
dengan menggunakan kekuataan unilateral dengan tidak merrumuskan tujuan
terlebih dahulu secara sungguh sungguh, perubahan ini dapat dilakukan pada
sistem diorganisasi yang bawahannya berusaha menyamai pimpinan atau atasannya.
7.
Tipe alamiah, merupakan perubahan yang
terjadi akibat sesuatu yang tidak disengaja tetapi dalam merumuskan dilakukan
secara tidak sungguh, seperti kecelakaan, maka seseorang ingin mengadakan
perubahan untuk lebih berhati-hati dalam berkendaraan dan lain sebagainya.
D.
Proses Terjadinya Perubahan.
Suasana pelayanan kesehatan pada tahun 1990an adalah
suatu tantangan. Tekanan dari pemerintah, perusahaan asuransi, serikat kerja,
para pegawai, dan konsumen mengenai pelayanan kesehatan, diarahkan kembali pada
perawatan diri dan pencegahan. Teknologi mengalami perubahan dan focus biaya
perawatan perioperatif bergeser kea rah yang lebih efektif pada situasi yang
sama.
Keperawatan mempunyai kesempatan baru untuk menjadi
bagian dari perubahan, selama seluruh system mengalami pergeseran biaya saat
kualitas perawatan klien meningkat. Kreatifitas dan tinjauan tekanan kekuatan
eksternal yang luas akan memungkinkan perawat melakukan perubahan.
Perubahan dapat dijabarkan dengan beberapa cara,
termasuk perubahan yang direncanakan atau yang tidak direncanakan. Perubahan
yang tidak direcanakan adalah perubahan yang terjadi tanpa suatu persiapan,
sebaliknya perubahan yang direncanakan adalah peribahan yang direncanakan dan
dipiikirkan sebelumnya, terjadinya dalam waktu yang lama, dan termasuk adanya
suatu tujuan yang jelas. Perubahan terencana lebih mudah dikelola daripada
perubahan yang terjadi pada perkembangan manusia atau tanpa persiapan anat
karena suatu ancaman. Untuk alasan tersebut, perawat harus dapat mengelola
perubahan.
Proses perencanaan terjadi karena adanya perubahan
yang sangat kompleks dan melibatkan interaksi banyak orang, faktor, dan
tekanan. Secara umum, perubahan terencana adalah suatu proses di mana ada
pendapat baru yang dikembangkan dan dikomunikasikan kepada semua orang,
walaupun akhirnya akan diterima atau ditolak. Perubahan perencanaan,
sebagaimana proses keperawatan, memerlukan suatu pemikiran yang matang tentang
keterlibatan individu atau kelompok. Penyelesaian masalah, pengambilan
keputusan, pemikiran kritis, pengkajian, dan efektivitas penggunaan
keterampilan interpersonal, termasuk kemampuan komunikasi, kolaborasi,
negosiasi, dan persuasi, adalah kunci dalam perencanaan perubahan.
Orang yang mengelola perubahan harus mempunyai visi
yang jelas di mana proses akan dilaksanakan dengan arah yang terbaik untuk
mencapai tujuan tersebut. Proses perubahan memerlukan tahapan yang berurutan di
mana orang akan terlibat dalam sebuah proses perubahan dan arah perubahan yang
akan dilaksanakan. Oleh karena itu, koalisi perlu dan harus dibentuk untuk
mendukung perubahan.
Dalam literature yang lain disebutkan bahwa proses
terjadinya perubahan terdiri dari beberapa tahap diantaranya :
1.
Mencairkan: melibatkan penghancuran
cara normal orang yang melakukan sesuatu-mmemutuskan pola,kebiasaan,dan
rutinitas sehingga orang siap untuk menerima alternatifbaru(hersey, Blanchard)
atau mengurangi kekuatan untuk mengurangi status quo, menciptakan kebutuhan
akan perubahan, meminimalisasi tantangan terhadap perubahan seperti memberikan
masalah proaktif.
Contoh
:Refresing,kegiatan_kegiatan baru.
2.
Memindahkan: mengembangkan perilaku,
nilai dan sikap yang baru.
3.
Membekukan kembali:akan terjadi jika
prilaku baru sudah menjadi bagian dari kepribadian seseorang.dengan cara
memperkuat, mengevaluasi, dan membuat modifikasi konstruktif.
E.
Motivasi Dalam Perubahan.
Motivasi itu timbul karena tuntutan kebutuhan dasar
manusia,sedangkan kebutuhan dasar manusia yang dimaksud antara lain:
1.
Kebutuhan fisiologis (makan, minum,
tidur, oksigen dll) berdasarkan kebutuhan tersebut maka manusia akan selalu
ingin mempertahankan hidupnya dengan jalan memenuhinya atau mengadakan
perubahan.
2.
Kebutuhan keamanan. Kebutuhan ini
merupakan kebutuhan manusia agar mendapatkan jaminan keamanan atau perlindungan
dari berbagai ancaman bahaya yang ada.
3.
Kebutuhan social. Kebutuhan ini mutlak
diperlukan karena manusia tidak akan dapat hidup sendiri tanpa bantuan dari
orang lain.
4.
Kebutuhan penghargaan dan dihargai.
Setiap manusia selalu ingin mendapatkan penghargaan dimata masyarakat akan
prestasi, status, dan lain-lain. Untuk itu manusia akan termotivasi untuk
mengadakan perubahan.
5.
Kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan
perwujudan diri agar di akui masyarakat akan kemampuannya dan potensi yang
dimiliki.
6.
Kebutuhan interpersonal yang meliputi
kebutuhan untuk berkumpul bersama untuk melakukan control dalam mendapatkan
pengaruh dari lingkungan.
F.
Strategi Dalam Perubahan.
Dalam perubahan dibutuhkan cara yang tepat agar
tujuan dalam perubahan dan tercapai secara tepat, efektif dan
efisien, untuk itu dibutuhkan strategi khusus dalamperubahan diantaranya:
1.
Strategi Rasional Empirik
Strategi ini didasarkan karena manusia sebagai
komponen dalam perubahan memiliki sifat rasional untuk kepentingan diri dalam
berperilaku. Untuk mengadakan suatu perubahan strategi rasional dan empirik
yang didasarkan dari hasil penemuan atau riset untuk diaplikasikan dalam
perubahan manusia yang memiliki sifat rasional akan menggunakan rasionalnya
dalam menerima sebuah perubahan. Langkah dalam perubahan atau kegiatan yang
diinginkan dalam strategi rasional empirik ini dapat melalui penelitian atau
adanyadesiminasi melalui pendidikan secara umum sehingga melalui desiminasi
akan diketahui secara rasional bahwa perubahan yang akan dilakukan benar-benar
sesuai dengan rasional. Strategi ini juga dilakukan pada penempatan
sasaran yang sesuai dengan kemampuan dan keahlian yang dimiliki sehingga semua
perubahan akan menjadi efektif dan efisien, selain itu juga menggunakan sistem
analisis dalam pemecahan masalah yang ada.
2.
Strategi Redukatif normative
Strategi ini dilaksanakan berdasarkan standar norma
yang ada di masyarakat. Perubahan yang akan dilaksanakan melihat nilai-nilai
normatif yang ada di masyarakat sehingga tidak akan menimbulkan permasalahan
baru di masyarakat. Standar norma yang ada di masyarakat ini di dukung dengan
sikap dan sistem nilai individu yang ada di masyarakat. Pendekatan ini
dilaksanakan dengan mengadakan intervensi secara langsung dalam penerapan
teori-teori yang ada.Strategi ini dilaksanakan dengan cara melibatkan
individu, kelompok atau masyarakat dan proses penyusunan rancangan untuk
perubahan. Pelaku dalam perubahan harus memiliki kemampuan dalam berkolaborasi
dengan masyarakat. Kemampuan ilmu perilaku harus dimiliki dalam pembaharu.
3.
Strategi Paksaan- Kekuatan
Dikatakan strategi paksaan-kekuatan karena adanya
penggunaan kekuatan atau kekuasaan yang dilaksanakan secara paksa dengan menggunakan
kekuatan moral dan kekuatan politik.Strategi ini dapat dilaksanakan dalam
perubahan sistem kenegaraan, penerapan sistem pendidikan dan lain-lain.
Perubahan dalam organisasi terdapat 3 tingkatan yang
berbeda, yaitu: individu yang bekerja di organisasi
tersebut, perubahan struktur dan system hubungan interpersonal. Strategi
membuat perubahan dapat dikelompokan menjadi 4 hal, yakni:
1.
Memiliki visi yang jelas
Visi ini merupakan hal yang sederhana dan utama,
karena visi dapat mempengaruhi pandangan orang lain. Misalnya visi J.F kennedy,
“menempatkan seseorang dibulan sebelum akhir abad ini.” Visi harus disusun
secara jelas, ringkas, mudah, dipahami dan dapat dilaksanakan oleh setiap
orang.
2.
Menciptakan budaya organisasi tentang
nilai-nilai moral dan percaya kepada orang lain
Menciptakan iklim yang kondusif dan rasa saling
percaya adalah hal yang penting. Perubahan akan lebih baik jika mereka percaya
seseorang dengan kejujuran dan nilai-nilai yang diyakininya. Orang akan berani
mengambil suatu resiko terhadap perubahan, apabila mereka dapat berpikir jernih
dan tidak emosional dalam menghadapi perubahan. Setiap perubahan harus
diciptakan suasana keterbukaan, kejujuran, dan secara langsung.
Menurut porter dan O’Grady (1986) upaya yang harus
ditanamkan dalam menciptakan iklim yang kondusif adalah:
a.
Kebebasan untuk berfungsi secara efektif
b.
Dukungan dari sejawat dan pimpinan
c.
Kejelasan harapan tentang lingkungan
kerja
d.
Sumber yang tepat untuk praktik secara
efektif
e.
Iklim organisasi yang terbuka
3.
System komunikasi yang jelas,
singkat dan sesering mungkin
Komunikasi merupakan unsur yang penting dalam
perubahan. Setiap orang perlu dijelaskan tentang perubahan untuk menghindari
rumor atau informasi yang salah. Semakin banyak orang yang mengetahui tentang
keadaan, maka mereka akan semakin baik dan mampu dalam memberikan pandangan ke
depan dan mengurangi kecemasan serta ketakutan terhadap perubahan. Menurut
silber (1993), komunikasi satu arah tidak cukup dan sering menimbulkan
kebingungan karena orang tidak mengetahui apa yang akan terjadi.
4.
Keterlibatan orang yang tepat
Perubahan perlu disusun oleh orang-orang yang
berkompeten. Begitu rencana sudah tersusun, maka segeralah melibatkan orang
lain pada setiap jabatan di organisasi, karena keterlibatan akan berdampak
terhadap dukungan dan advokasi (Endah, Rika. 2003).
G.
Model Dalam Perubahan.
Model dalam perubahan terbagi menjadi 3 tahap :
1.
Research And Development Model (Model
Penelitian dan Pengembangan).
Model perubahan
perubahan ini didasarkan atas penelitian dan perencanaan dalam pengembangan
untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Dalam menggunakan model ini dapat
dilakukan dengan cara melakukan identifikasi atas perubahan yang akan dilakukan
dalam perubahan.
2.
Social Interaction Model (Model
Interaksi Sosial).
Model perubahan dengan
interaksi sosial ini dilakukan berdasarkan atas saling kerjasama dalam sistem
dengan memfokuskan pada persepsi dan respons dar perubahan Roger diantaranya,
menyadari akan perubahan, adanya minat dalam perubahan, melakukan evaluasi
tentang hal-hal yang akan dilakukan perubahan, melalui uji coba sesuatu hal
yang akan dilakukan perubahan serta menerima perubahan.
3.
Problem Solving Model (Model
Penyelesaian Masalah).
Model ini
menekankan pada penyelesaian masalah dengan menggunakan langkah
mengidentifikasi kebutuhan yang menjadi masalah, mendiagnosis masalah,
menemukan cara penyelesaian masalah yag akan digunakan, melakukan uji coba dan
melakukan evaluasi dari hasil uji coba untuk digunkan dalam perubahan.
H.
Hambatan Dalam Perubahan.
Perubahan tidak selalu mudah untuk dilaksanakan akan
tetapi banyak hambatan yang akan diterimanya baik hambatan dari luar maupun
dari dalam diantaranya hal yang menjadi hambatan dalam perubahan adalah sebagai
berikut :
1.
Ancaman Kepentingan Pribadi.
Ancaman kepentingan pribadi ini merupakan hambatan
dalam perubahan karena adanya kekhawatiran adanya perubahan segala kepentingan
dan tujuan diri contohnya dalam melaksanakan standarisasi perawat profesional
dimana yang diakui sebagai profesi perawat minimal D III Keperawatan, sehingga
bagi lulusan SPK yang dahulu dan tidak ingin melanjutkan pendidikan akan
terancam bagi kepentingan dirinya sehingga hal tersebut dapat menjadikan
hambatan dalam perubahan.
2.
Persepsi yang Kurang Tepat.
Persepi yang kurang tepat atau informasi yang belum
jelas ini dapat menjadi kendala proses perubahan. Berbagai informasi yang akan
dilakukan dalam sistem perubahan jika tidak dikomunikasikan dengan jelas atau
informasinya kurang lengkap, maka tempat yang akan dijadikan perubahan akan
sulit menerimanya sehingga timbul kekhawatiran dari perubahan tersebut.
3.
Reaksi Psikologis.
Reaksi psikologis ini merupakan faktor yang menjadi
hambatan dalam perubahan karena setiap orang memiliki reaksi psikologis yang
berbeda dalam merespons perbedaan sistem adaptasi pada setiap orang juga dapat
menimbulkan reaksi psikologos yang berbeda sehingga bisa menjadi hambatan dalam
perubahan, contohnya bila akan dilakukan perubahan dalam sistem praktek
keperawatan mandiri bagi perawat. Jika perawat belum bisa menerima secara
psikologis, akan timbul kesulitan karena ada perasaan takut sebagai dampak dari
perubahan.
4.
Toleransi terhadap Perubahan.
Toleransi terhadap ini tergantung dari individu,
kelompok atau masyarakat. Apabila individu, kelompok atau masyarakat tersebut
memiliki toleransi yang tinggi terhadap perubahan, maka akan memudahkan proses
perubahan tetapi apabila toleransi seseorang terhadap perubahan sangat rendah,
maka perubahan tersebut akan sulit diaksanakan.
5.
Kebiasaan.
Pada dasarnya seseorang akan lebih senang pada
sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya atau bahkan dilaksanakan sebelumnya
dibandingkan sesuatu yang baru dikenalnya, karena keyakinan yang dilmiliki
sangat kuat. Faktor kebiasaan ini yang menjadikan hambatab dalam perubahan.
6.
Ketergantungan.
Ketergantungan merupakan hambatan dalam proses
perubahan karena ketergantungan menyebabkan seseorang tidak dapat hidup secara
mandiri dalam mencapai tujuan tertentu. Suatu perubahan akan menjadi masalah
bagi seseorang yang selalu menggantungkan diri sehingga perubahan sulit dilakukan.
7.
Perasaan tidak Aman.
Perasaan tidak aman juga merupakan faktor penghambat
dalam perubahan karena adanya ketakutan terhadap dampak dari perubahan yang
juga akan menambah ketidakamanan pada diri, kelompok atau masyarakat.
8.
Norma.
Norma merupakan segala aturan yang didukung oleh
anggota masyarakat dan tidak mudah dirubah. Apabila akan mmengadakan proses
perubahan namun perubahan perubahan tersebut akan menghadapi hambatan.
Sebaliknya jika norma tersebut sesuai dengan prinsip perubahan, maka akan
sangat mudah dalam perubahan.
I.
Perubahan Dalam Keperawatan.
Sebagai manusia kita hidup dalam dunia perubahan.
Perubahan merupakan suatu hal yang pasti (terjadi, dan akan terjadi), hal mana
sudah diketahui oleh manusia sejak zaman dahulu, yang diungkapkan mereka
melalui kata-kata “Pantai Rei” (bahasa Belanda: alles verandert –
bahasa Inggris: everything changes).Perubahan merupakan satu kata yang
memberikan makna bagi dinamika kehidupan manusia. Adakalanya perubahan
berdampak positif sesuai yang diharapkan. Akan tetapi biasa berdampak negative
atau tidak sesuai dengan yang diharapkan, bahkan tidak jarang bertentangan
dengan keinginan yang direncanakan dan merugikan (Nursalam. M.
2008).
Perubahan adalah respon terencana atau tak terencana
terhadap tekanan-tekanan dan desakan-desakan yang ada. Manajemen Perubahan
adalah upaya yang dilakukan untuk mengelola akibat-akibat yang ditimbulkan
karena terjadinya perubahan dalam organisasi. Perubahan mempunyai manfaat
bagi kelangsungan hidup suatu organisasi, tanpa adanya perubahan maka dapat
dipastikan bahwa usia organisasi tidak akan bertahan
lama. Perubahan dapat terjadi karena sebab-sebab yang berasal
dari dalam maupun dari luar organisasi tersebut.Manajemen perubahan adalah
aplikasi pengetahuan, kemampuan, alat dan teknik untuk menggabungkan
perubahan menjadi sebuah proyek dan atau menjadi sebuah strategi.
Perubahan dapat dijabarkan dengan beberapa cara,
termasuk perubahan yang direncanakan atau yang tidak direncanakan. sebaliknya
perubahan yang direncanakan adalah perubahan yang direncanakan dan dipikirkan
sebelumnya, terjadinya dalam waktu yang lama, dan termasuk adanya suatu tujuan
yang jelas. Perubahan terencana lebih mudah dikelola daripada perubahan yang
terjadi pada perkembangan manusia atau tanpa persiapan anat karena suatu
ancaman. Untuk alasan tersebut, perawat harus dapat mengelola perubahan.
1.
Perubahan terencana.
Perubahan yang direncanakan (planed
change) adalah perubahan yang lebih mudah dikelola dari pada
perubahan yang tidak direncanakan, secara umum perubahan terencana adalah suatu
proses dimana adanya pendapat baru yang dikembangkan, dikomunikasikan, kepada
semua orang walaupun akhirnya akan diterima atau ditolak. Orang yang mengelola
perubahan harus mempunyai suatu visi yang jelas dimana proses akan dilaksanakan
dengan arah yang terbaik untuk mencapai tujuan (Nursalam. M.
2008).
Menurut Suyanto (2009), perubahan
terencana adalah perubahan yang dirancang dan diimplementasikan secara
berurutan dan tepat waktu sebagai antisipasi dari peristiwa di masa mendatang.
Sedangkan perubahan reaktif adalah respons bertahap terhadap peristiwa ketika
muncul. Karena perubahan reaktif dilakukan dengan cepat, maka potensi
terjadinya perubahan cenderung menghasilkan akibat yang tidak diinginkan. Oleh
karena itu, perubahan terencana lebih disukai dibandingkan dengan perubahan
reaktif(Suyanto. 2009).
2.
Perubahan tidak terencana.
Perubahan yang tidak direncanakan (unplanned
change) adalah perubahan yang terjadi tanpa suatu
persiapan. Determinan dari suatu perubahan tidak terencana dari suatu
organisasi antara lain karena adanya pergeseran dalam tampilan demografis
angkatan kerja, respons terhadap kecenderungan globalisasi, adanya peraturan
pemerintah, persaingan ekonomi, dan perbedaan kinerja (Suyanto. 20
DISKUSI REFLEKSI KASUS
A.
Manajemen Kinerja Klinis
Meningkatkan
kinerja harus memecahkan masalah-masalah kinerja dan eksploitasi kesempatan
penampilan tersebut. Permasalahan kinerja adalah outcomes yang tidak memuaskan
atau tidak diinginkan atau masalah pelayanan yang mengganggu pencapaianout
comes yang diinginkan konsumen. Kesempatan penampilan diri diperlukan untuk
meningkatan outcomes pelayanan atau proses dimana pelayanan diberikan.
Peningkatan kinerja adalah perubahan. Perubahan adalah indikasi dimana ada satu
perbedaan antara apa yang aktual dan apa yang diharapkan. Perubahan yang
direncanakan memerlukan keputusan. Bleich mengatakan bahwa ada dua type
keputusan yaitu, diagnostik dan evaluasi. Keduanya memerlukan ketrampilan
berpikir kritis, tetapi keduanya sangat berbeda. Keputusan diagnostik terdiri
dari pengumpulan, analisis dan sintesa data. Evaluasi berkaitan dengan
pengambilan keputusan mengenai nilai terhadap ide, pemecahan, metoda dan
material. Standar digunakan untuk menilai keabsahan hasil kegiatan,
efektifitasnya, ekonomis, dan tingkat kepuasan.
Didalam
upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit disusun berupa kegiatan
komprehensif dan integratif yang menyangkut struktur, proses dan output /
outcome secara objektif, sistematik dan berlanjut seperti tertulis pada tabel
2.1 tentang proses manajemen keperawatan. Memantau dan menilai mutu serta
kewajaran pelayanan tehadap pasien, menggunakan peluang untuk meningkatkan
pelayanan pasien dan memecahkan masalah yang terungkapkan, sehingga pelayanan
yang diberikan di rumah sakit berdaya guna dan berhasil guna.
Tabel.
2.1: Proses Manajemen Keperawatan
Struktur/Input
|
Proses
|
Hasil/Output
|
- Deskripsi pekerjaan
- Standar Klinis
- Indikator Kinerja
- Pendidikan berkelanjutan
- Ketrampilan manajerial klinis
|
-
Kepemimpinan
& support kualitas Asuhan Kep./Keb
-
Monitoring IKK
feedbackkan hasil dan coaching untuk mencapai standar kinerja yang dibutuhkan
-
Refleksi Diskusi
Kasus
|
- Staf termotivasi
- Standarisasi
- Kepuasan Pasien
- Kepuasan Staf
- Peningkatkan outcome kesehatan
|
Pelayanan
dan asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien merupakan bentuk pelayanan
profesional yang bertujuan untuk membantu klien dalam pemulihan dan peningkatan
kemampuan dirinya melalui tindakan pemenuhan kebutuhan klien secara
komprehensif dan berkesinambungan sampai klien mampu untuk melakukan kegiatan
rutinitasnya tanpa bantuan.
Proses
keperawatan adalah tindakan aktivitas yang ilmiah dan rasional yang dilakukan
secara sistematis terdiri dari lima tahap yaitu pengkajian ,diagnosis
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan penilaian
Gambar 2.1
The Nursing Process (Kozier,1991dkk)
Dalam
meningkatkan kualitas pelayanan asuhan keperawatan manajemen harus
memperhatikan pengembangan manajemen kinerja yang dinyatakan sebagai kebijakan
nasional dalam rangka terciptanya pelayanan keperawatan yang profesional. Semua
tempat pelayanan kesehatan baik puskesmas maupun rumah sakit harus melaksanakan
pengembangan manajemen kinerja, termasuk melaksanakan Diskusi Refkesi Kasus.
B.
Diskusi Reflelsi Kasus
Refleksi
klinis merupakan alat yang sangat kuat untuk meningkatkan kemampuan
keterampilan klininis dan profesionalisme. Refleksi merupakan
pendekatan pembelajaran ketrampilan klinis dan metakognotif. Strategi pembelajaran dengan memperhatikan refelksi fokus internal dan
eksternal baik secara lisan maupun tertulis
Diskusi
berdasarkan kasus merupakan salah satu bentuk pelatihan klinik yang disetting
untuk membantu pembelajaran dalam assesmen dalam tatanan klinik. Tujuan utama
dari diskusi berdasarkan kasus adalah untuk memberikan pembelajaran klinik yang
tersturktur dan pemberian umpan balik terhadap partisipan dalam diskusi
tersebut. Diskusi yang berdasarkan kasus
mampu untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan pemberian umpan balik selain
itu juga meningkatkan kemampuan dalam pengambilan keputusan klinis dan
merupakan cara perubahan yang paling efektif dalam tatatnan klinis
Intercollegiate
Surgical Curriculum Programe dan Fulya Mehta menyatakan diskusi berdasarkan
(refleksi) kasus ini didesain untuk memberikan penilaian klinik, pengambilan
keputusan, penerapan ilmu pengetahuan terkini dibidang kesehatan serta
pemberian umpan balik dalam pembelajaran klinik. Diskusi berdasarkan kasus ini
merupakan program pembelajaran klinik yang terstuktur yang mebutuhkan alat
bantu (tool) yang digunakan sebagai panduan dari mentor dalam merefleksikan
diskusi yang akan membangun kemampuan keterampilan klinik. Pilot projec yang
dilakukan oleh Hether pada tahun 2011 menunjukan bahwa alat bantu panduan dalam
diskusi berdasarkan kasus ini tidak hanya menyelesaian permasahan pada pasien
akan tetapi juga dapat digunakan sebagai panduan dalam diskusi interdisiplin.
Menurut
Heather ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam diskusi berdasarkan
(refleksi) kasus ini sebgai upata dalam pemecahan masalah
1.
Siapa
yang membutuhkan perawatan dan kenapa?
3.
Bagaiamana
cara melakukan dokumentasi?
4.
Rencana
tindakan, tindakan, pelayanan dan jumlah kunjungan dalam mencapai tujuan
5.
Bagaimana
peran pasien dan keluarga dalam proses pemecahan masalah?
6.
Bagaiamana
cara melakukan evaluasi dari keberhasilan intervensi dan pembiayaan yang
efektif?
7.
Apakah
dibutuhkan pelayanan kesehatan yang lain dan skening?
Diskusi
Refleksi Kasus (DRK) adalah suatu metode pembelajaran dalam merefleksikan
pengalaman perawat yang aktual dan menarik dalam memberikan dan mengelola
asuhan keperawatan melalui suatu diskusi kelompok yang mengacu pemahaman
standar yang ditetapkan. DRK ini merupakan wahana untuk masalah dengan mengacu
pada standar keperawatan/kebidanan yang telah ditetapkan. Selain itu, DRK dapat
meningkatkan profesionalisme perawat. Meningkatkan aktualisasi diri perawat dan
bidan, membangkitkan motivasi belajar perawat, belajar untuk menghargai kolega
untuk lebih asertif dan meningkatkan kerja sama, memberikan kesempatan individu
untuk mengeluarkan pendapat tanpa merasa tertekan serta memberikan masukan
kepada pimpinan sarana kesehatan untuk penambahan dan peningkatan SDM perawat
(pelatihan,pendidikan berkelanjutan, magang, kalakarya), penyempurnaan SOP dan
bila memungkinkan, pengadaan alat
Implementasi pengembangan pelayanan
keperawatan rumah sakit merupakan kegiatan pendampingan terhadap rumah sakit.
Kementerian Kesehatan dalam menerapkan pelayanan keperawatan sesuai standar yang
telah ditetapkan. Hala ini juga digunakan sebagai acuan pentingnya penerapan
diskusi refleksi kasus dalam pelayanan keperawatan. Adapun prinsip-prinsip yang
perlu menjadi landasan dalam pelaksanaannya adalah :
1.
Pelayanan
keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, memiliki
kontribusi yang penting dalam pencapaian mutu pelayanan yang diterima oleh
pasien
2.
Pelayanan
keperawatan yang diberikan berorientasi pada keselamatan pasien dan
mempertahankan efisiensi dan efektifitas pelayanannya.
3.
Dalam
implementasi mempergunakan sumber daya yang ada, baik di dalam rumah sakit
maupun sumber lain yang tepat serta berfokus pada “improvement effort”.
4.
Dalam
implementasi, bekerja dalam tim dan antar profesi untuk meningkatkan pelayanan.
5.
Menerapkan
prinsip-prinsip pembelajaran dengan menghargai pengalaman-pengalaman terbaik
yang ada di rumah sakit masing-masing.
6.
Melakukan
implementasi, perubahan dan pengembangan pelayanan keperawatan harus dalam
sistem pelayanan kesehatan rumah sakit.
7.
Dalam
proses implementasi mengintegrasikan kebijakan-kebijakan dan regulasi yang
telah ada seperti SP2KP, PMK, Sistem Akreditasi Rumah Sakit, Pedoman Bimbingan
Teknis Pelayanan Keperawatan, Jenjang Karir dan Pedoman Indikator Mutu Klinik.
Sebagai panduan adalah standar pelayanan keperawatan RS Khusus yang sudah
disusun
C.
Pedoman Diskusi Refleksi Kasus
1.
Pengumpulan
data
Tahap
pengumpulan data perlu memperhatikan tentang riwayat masa lalu dari kasus yang
akan didiskusikan serta bagaimana perkembangan kasus tersebut saat ini.
a.
Menilai
bagaimana diagnosa medis pasien mempengaruhi wawancara Anda
b.
Bagaimana
bias pribadi Anda / asumsi mungkin mempengaruhi wawancara Anda?
c.
Menilai
informasi yang Anda kumpulkan, apa yang Anda lihat sebagai pola atau hubungan
antara gejala?
d.
Berapa
nilai data yang Anda kumpulkan?
e.
Apakah
beberapa pertimbangan yang dapat Anda simpulkan dari data? Apakah ada
alternatif solusi?
f.
Apakah
penilaian Anda mengenai pengetahuan dan pemahaman pasien / pemberi perawatan
tentang diagnosis mereka dan kebutuhan untuk terapi fisik?
g.
Sudahkan
Anda melakukan verifikasi tujuan pasien dan sumber daya apa yang tersedia?
h.
Berdasarkan
informasi yang dikumpulkan, apakah Anda dapat menilai kebutuhan untuk rujukan
kepada tenaga kesehatan profesional lainnya?
2.
Menentukan hipotesis awal
Penentuan
hipotesis awal didasarkan pada struktur kerangka/ fungsi, gangguan yang dialami
pasien, keterbatasan aktivitas harian pasien,dan pembatasan partisipasi pasien.
Berikut adalah poin refleksi yang perlu dikaji dalam penentuan hipotesis awal:
a.
Dapatkah
Anda membangun hipotesis berdasarkan informasi yang dikumpulkan?
b.
Apa
yang didasarkan pada (bias, pengalaman)?
c.
Bagaimana
Anda dapat menentukan hipotesis? Bagaimana Anda dapat menjelaskan alasan Anda?
d.
Bagaimana
informasi dan data kondisi pasien yang telah dikumpulkan dalam mendukung
hipotesis Anda?
f.
Berdasarkan
hipotesis Anda, bagaimanakah strategi Anda dalam mempengaruhi pemeriksaan?
g.
Apa
pendekatan / urutan rencana / strategi Anda untuk melakukan pemeriksaan?
h.
Bagaimanakah
faktor lingkungan dapat mempengaruhi pemeriksaan Anda?
i.
Bagaimanakah
informasi diagnostik lainnya dapat mempengaruhi pemeriksaan Anda?
3.
Pemeriksaan
Tahapan
pemeriksaan mempertimbangkn tes yang perlu dilakukan serta
pengukuran-pengukuran. Berikut adalah poin refleksi dari tahapan pemeriksaan:
a.
Menilai
tes dan pengukuran yang Anda pilih untuk pemeriksaan, bagaimana dan mengapa
Anda memilihnya?
b.
Menggambarkan
dari tes ini, bagaimana tes tersebut dapat mendukung / meniadakan hipotesis
Anda?
c.
Dapatkah
identifikasi dari tes dan pengukuran tersebut membantu Anda menentukan
perubahan status? Apakah tes dan pengukuran itu setidaknya mampu mendeteksi
perbedaan klinis penting?
d.
Bagaimana
Anda mengatur pemeriksaan? Apa yang mungkin Anda lakukan secara berbeda?
e.
Jelaskan
pertimbangan untuk sifat psikometrik tes dan pengukuran yang digunakan.
f.
Diskusikan
sistem lain yang tidak diuji, apakah dapat mempengaruhi masalah pasien.
g.
Bandingkan
pemeriksaan temuan Anda untuk pasien ini dengan pasien lain dengan diagnosis
medis serupa.
h.
Bagaimana
pilihan tes dan pengukuran berhubungan dengan tujuan pasien
a.
Bagaimana
Anda menentukan diagnosis Anda? Bagaimana pendapat pasien tentang diagnosis
yang Anda tentukan?
b.
Bagaimana
hasil pemeriksaan Anda dapat mendukung atau meniadakan hipotesis awal Anda?
c.
Apa
penilaian Anda tentang masalah yang paling penting untuk dikerjakan?
d.
Bagaimana
evaluasi ini berhubungan dengan tujuan pasien dan identifikasi masalah?
e.
Faktor-faktor
apa yang mungkin mendukung atau mengganggu prognosis pasien?
f.
Bagaimana
faktor lain seperti fungsi tubuh, faktor lingkungan, dan sosial mempengaruhi pasien?
g.
Apa
alasan Anda untuk prognosis, dan apa indikator prognostik positif dan negatif?
h.
Bagaimana
tindakan yang akan Anda untuk mengembangkan hubungan terapeutik?
i.
Bagaimana
mungkin setiap faktor budaya memengaruhi perawatan Anda dari pasien?
j.
Apa
pertimbangan Anda untuk perilaku, motivasi, dan kesiapan?
k.
Bagaimana
Anda dapat menentukan kapasitas untuk kemajuan menuju tujuan?
5.
Rencana Tindak Lanjut
a.
Bagaimana
Anda memasukkan tujuan pasien dan keluarga?
b.
Bagaimana
tujuan mencerminkan pemeriksaan dan evaluasi Anda?
c.
Bagaimana
Anda menentukan resep terapi fisik atau rencana perawatan (frekuensi,
intensitas, antisipasi layanan perawatan jangka panjang)?
d.
Bagaimana
elemen kunci dari rencana perawatan terapi fisik berhubungan kembali dengan
diagnosis awal?
6.
Rencana Kegiatan
a.
Diskusikan
semua pendekatan terapi fisik atau beberapa strategi (misalnya, pembelajaran
motorik, penguatan).
b.
Bagaimana
Anda akan memodifikasi prinsip untuk pasien?
c.
Apakah
ada aspek yang spesifik tentang pasien yang perlu diingat?
d.
Bagaimana
pendekatan Anda berhubungan dengan teori dan bukti saat ini?
e.
Ketika
Anda merancang rencana intervensi Anda, bagaimana Anda memilih strategi yang
spesifik?
f.
Apakah
alasan Anda untuk strategi intervensi yang digunakan?
g.
Bagaimana
intervensi berhubungan dengan masalah utama yang telah diidentifikasi?
h.
Apakah
mungkin Anda perlu mengubah intervensi untuk pasien tertentu dan pemberi
perawatan? Apa kriteria Anda untuk melakukannya?
i.
Apa
koordinasi dari aspek perawatan?
j.
Apa
kebutuhan komunikasi dengan anggota tim lainnya?
k.
Apa
aspek dokumentasi?
l.
Bagaimana
Anda akan memastikan keselamatan?
m. Pendidikan Pasien / pemberi
perawatan:
n.
Apakah
strategi keseluruhan yang Anda lakukan dalam mengajar?
o.
Jelaskan
gaya belajar / hambatan dan setiap akomodasi yang mungkin untuk pasien dan
pemberi perawatan.
p.
Bagaimana
Anda dapat memastikan pemahaman?
q.
Apa
strategi komunikasi (verbal dan nonverbal) yang nantinya paling efektif.
7.
Pemeriksaan Ulang
a.
Mengevaluasi
efektivitas intervensi Anda. Apakah Anda perlu mengubah apa pun?
c.
Bagaimana
kemajuan pasien saat ini terhadap tujuan dibandingkan dengan pasien lain dengan
diagnosis yang sama?
d.
Apakah
ada sesuatu yang diabaikan, disalahartikan, dinilai terlalu tinggi, atau
dinilai rendah, dan apa yang mungkin Anda lakukan secara berbeda? Akankah hal
ini dapat menunjukkan setiap potensi kesalahan yang telah Anda buat?
e.
Bagaimana
interaksi Anda dengan pasien / pemberi perawatan dapat diubah?
f.
Bagaimana
hubungan terapeutik Anda dapat diubah?
g.
Apakah
terdapat kemungkinan faktor-faktor baru yang mempengaruhi kriteria hasil dari
pasien?
h.
Bagaimana
karakteristik kemajuan pasien mempengaruhi tujuan Anda, prognosis, dan
pengantisipasian hasil?
i.
Bagaimana
Anda dapat menentukan pandangan pasien (kepuasan / frustrasi) tentang
kemajuannya ke arah tujuan? Bagaimana kemungkinannya dapat mempengaruhi rencana
perawatan Anda?
j.
Bagaimana
terapi fisik mempengaruhi kehidupan pasien?
8.
Hasil
a.
Apakah
terapi fisik yang efektif, dan apa ukuran yang Anda gunakan untuk menilai
hasilnya? Apakah ada perbedaan klinis minimum yang penting?
b.
Mengapa
iya atau mengapa tidak?
c.
Kriteria
apa yang Anda atau akan Anda gunakan untuk menentukan apakah pasien telah
mencapai tujuan nya?
d.
Bagaimana
Anda menentukan pasien siap untuk kembali ke rumah / masyarakat / kerja /
sekolah / olahraga?
e.
Hambatan
apa (fisik, pribadi, lingkungan), jika ada, apakah dapat dipulangkan?
g.
Apakah
peranan yang memungkinkan dari terapi fisik di masa yang akan datang?
h.
Apa
pandangan pasien / pemberi perawatan dari kebutuhan terapi fisik di masa yang
akan datang?
i.
Dapatkah
Anda dan pasien / pemberi perawatan yang lain secara bersama-sama merencanakan
rencana seumur hidup untuk sehat?
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)
PELAKSANAAN DISKUSI REFLEKSI KASUS
DI RUMAH SAKIT
Nomor Dokumen
|
|
|
|
Tanggal
|
disahkan
|
|
|
pertama kali
|
|
|
|
Tanggal Revisi
|
|
|
|
|
|
|
|
Pengertian
|
|
Kegiatan diskusi untuk merefleksikan pengalaman praktek
|
|
|
|
suatu kasus tertentu terhadap konsep pengetahuan baru /
|
|
|
|
praktek baru
|
|
Tujuan
|
|
1.
|
Meningkatkan pengembangan profesionalisme secara
|
|
|
|
berkelanjutan
bagi perawat melalui
kegiatan
|
|
|
|
pembelajaran sepanjang hayat
|
|
|
2.
|
Meningkatkan performa klinik perawat melalui siklus
|
|
|
|
perubahan berbasis evidence-based
practice
|
Leader
|
|
Manajer Kasus
|
|
Stakeholder
terkait
|
1. Kepala Ruangan
(Manajer Personil/Perawat)
|
||
|
|
2.
|
Staff
Keperawatan (Perawat Klinis
/ Perawat
|
|
|
|
Pelaksana)
|
|
|
3.
|
Komite Keperawatan
|
Alat / Bahan
|
|
1.
|
Dokumentasi asuhan keperawatan
|
|
|
2.
|
Sinopsis tentang ide / gagasan / informasi terkait kasus
|
|
|
|
yang dibuat berdasarkan analisis hasil penelitian
|
|
|
3.
|
Standar Asuhan Keperawatan sesuai kasus (jika ada)
|
|
|
4.
|
SPO tindakan terkait kasus (jika ada)
|
|
|
5.
|
Hasil audit keperawatan (jika ada)
|
|
|
6.
|
Tool refleksi
|
Output
|
|
1.
|
Rekomendasi
untuk merubah praktek
sesuai
|
|
|
|
pengetahuan / informasi yang baru
|
|
|
2.
|
Rekomendasi
untuk mencari informasi-informasi
|
|
|
|
tambahan lainnya yang menguatkan
|
|
|
3.
|
Rekomendasi
untuk mempertahankan praktek
yang
|
|
|
|
sudah dilaksanakan karena sesuai dengan pengetahuan
|
|
|
|
yang baru.
|
LAPORAN PENDAHULUAN
PENHITUNGAN KEBUTUHAN
PERAWAT
A.
Hakekat Ketenagakerjaan
Hakekat ketenagakerjaan pada intinya adalah
pengeturan, mobilisasi potensi, proses motivasi, dan pengembangan sumber daya
manusia dalam memenuhi kepuasan melalui karyanya. Hal ini berguna untuk
tercapainya tujuan individu, organisasi, ataupun komunitas dimana ia berkarya.
Keputusan yang
diambil tentang ketenagakerjaan sangat dipengaruhi oleh falsaah yang dianut
oleh pimpinan keperawatan tentang pendayagunaan tenaga kerja. Misalnya,
pandangan tentang motivasi kerja dan konsep tentang tenaga keperawatan. Dari
pandangan tersebut akan terbentuk pola ketenagakerjaan yang disesuaikan dengan
gambaran pimpinan.
B.
Prinsip – Prinsip Dalam
Ketenagakerjaan
1.
Pembagian Kerja
Prinsip dasar untuk
mencapai efisiensi yaitu pekerjaan dibagi-bagi sehingga setiap orang memilik
tugas tertentu. Untuk ini kepala bidang keperawatan perlu mengetahui tentang :
a.
pendidikan dan pengalaman setiap staf
b.
peran dan fungsi perawat yang diterapkan
di RS tersebut
c.
mengetahui ruang lingkup tugas kepala
bidang keperawatan dan kedudukan dalam organisasi
d.
mengetahui batas wewenang dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya
e.
mengetahui hal- hal-hal yang dapat
didelegasikan kepada staf dan kepada tenaga non keperawatan
f.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada
pengelompokkan dan pembagian kerja
§ jumlah
tugas yang dibebankan seseorang terbatas dan sesuai dengan kemampuannya
§ tiap
bangsal / bagian memiliki perincian aktivitas yang jelas dan tertulis
§ tiap
staf memiliki perincian tugas yang jelas
§ variasi
tugas bagi seseorang diusahakan sejenis atau erat hubungannya
§ mencegah
terjadinya pengkotakkan antar staf/kegiatan
§ penggolongan tugas berdsasarkan kepentingan mendesak,
kesulitan dan waktu
g.
Disamping
itu setiap staf mengetahui kepada siapa dia harus melapor, minta bantuan atau
bertanya, dan siapa atasan langsung serta dari siapa dia menerima tugas
2.
Pendelegasian Tugas
Pendelegasian
adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab kepada staf untuk bertindak dalam
batas-batas tertentu. Dengan pendelegasian, seorang pimpinan dapat mencapai
tujuan dan sasaran kelompok melalui usaha orang lain, hal mana merupakan inti
manajemen. Selain itu dengan pendelegasian , seorang pimpinan mempunyai waktu
lebih banyak untuk melakukan hal lain yang lebih penting seperti perencanaan
dan evaluasi. Pendelegasian juga merupakan alat pengembangan dan latihan
manajemen yang bermanfaat. Staf yang memiliki minat terhadap tantangan yang
lebih besar akan menjadi lebih komit dan puas bila diberikan kesempatan untuk
memegang tugas atau tantangan yang penting. Sebaliknya kurangnya pendelegasian
akan menghambat inisiatif staf.
Keuntungan bagi
staf dengan melakukan pendelegasian adalah mengambangkan rasa tanggung jawab,
meningkatkan pengetahuan dan rasa percaya diri, berkualitas, lebih komit dan
puas pada pekerjaan.. Disamping itu mamfaat pendelegasian untuk kepala bidang
keperawatan sendiri adalah mempunyai waktu lebih banyak untuk melakukan hal-hal
lain seperti perencanaan dan evaluasi, meningkatkan kedewasaan dan rasa percaya
diri, memberikan pengaruh dan power baik intern maupun ekstern, dapat mencapai
pelayanan dan sasaran keperawatan melalui usaha orang lain
Walaupun
pendelegasian merupakan alat manajemen yang efektif, banyak pimpinan yang gagal
mengerjakan pendelegasian ini. Beberapa alasan yang
menghambat dalam melakukan pendelegasian :
a.
meyakini pendapat yang salah “Jika kamu
ingin hal itu dilaksanakan dengan tepat, kerjakanlah sendiri”.
b.
kurang percaya diri
c.
takut dianggap malas
d.
takut persaingan
e.
takut kehilangan kendali
f.
merasa tidak pasti tentang apa dan kapan
melakukan pendelegasian, mempunyai definisi kerja yang tidak jelas
g.
takut tidak disukai oleh staf, dianggap
melemparkan tugas
h.
menolak untuk mengambil resiko
tergantung pada orang lain
i.
kurang kontrol yang memberikan
peringatan dini adanya masalah, sehubungan dengan tugas yang didelegasika
j.
kurang contoh dari pimpinan lain dalam
hal mendelegasikan
k.
kurang keyakinan dan dan kepercayaan
terhadap staf, merasa staf kurang memiliki ketrampilan atau pengetahuan untuk
melakukan tugas tersebut.
Dalam
pendelegasian wewenang, masalah yang terpenting adalah apa tugas dan seberapa
besar wewenang yang harus dan dapat dilimpahkan kepada staf.
Hal ini tergantung pada :
a.
Sifat kegiatan ; untuk kegiatan rutin,
delegasi wewenang dapat diberikan lebih besar kepada staf.
b.
Kemampuan staf ; tugas yang
didelegasikan jangan terlalu ringan atau terlalu berat.
c.
Hasil yang diharapkan ; Applebaum dan
Rohrs menyarankan agar pimpinan jangan mendelegasikan tanggung jawab untuk
perencanaan strategik atau mengevaluasi dan mendisiplin bawahan baru. Mereka
juga menyarankan agar mendelegasikan tugas yang utuh dari pada mendelegasikan
sebagian aspek dari suatu kegiatan.
Beberapa petunjuk untuk melakukan pendelegasian yang
efektif :
a.
jangan
membaurkan dengan pelemparan tugas. Oleh karena itu jangan mendelegasikan tugas
yang anda sendiri tidak mau melakukannya.
b.
jangan takut salah
c.
jangan mendelegasikan tugas pada
seseorang yang kurang memiliki ketrampilan atau pengetahuan untuk sukses
d.
kembangkan
tingkat keterampilan dan pengetahuan staf, sehingga mereka dapat melakukan
tugas yang didelegasikan
e.
perlihatkan
rasa percaya atas kemampuan staf untuk berhasil
f.
antisipasi
kesalahan yang dapat terjadi dan ambil langkah pemecahan masalahnya
g.
hindari kritik bila terjadi kesalahan
h.
berikan penjelasan yang jelas tentang
tanggung jawab, wewenang, tanggung gugat dan dukungan yang tersedia
i.
berikan
pengakuan dan penghargaan atas tugas yang telah terlaksana dengan baik
Langkah yang harus ditempuh agar dapat melakukan
pendelegasian yang efektif :
a.
tetapkan tugas yang akan didelegasikan
b.
pilihlah
orang yang akan diberi delegasi
c.
berikan
uraian tugas yang akan didelegasikan dengan jelas
d.
uraikan
hasil spesifik yang anda harapkan dan kapan anda harapkan hasil tersebut
e.
jelaskan batas wewenang dan tanggung
jawab yang dimiliki staf tersebut
f.
minta staf tersebut menyimpulkan pokok
tugasnya dan cek penerimaan staf tersebut atas tugas yang didelegasikan.
g.
tetapkan waktu untuk mengontrol
perkembangan
h.
berikan dukungan
i.
evaluasi hasilnya
3.
Koordinasi
Koordinasi adalah
keselarasan tindakan, usaha, sikap dan penyesuaian antar tenaga yang ada
dibangsal. Keselarasan ini
dapat terjalin antar perawat dengan anggota tim kesehatan lain maupun dengan
tenaga dari bagian lain.
Manfaat Koordinasi:
a.
menghindari perasaan lepas antar tugas
yang ada dibangsal / bagian dan perasaan lebih penting dari yang lain
b.
menumbuhkan rasa saling membantu
c.
menimbulkan kesatuan tindakan dan sikap
antar staf
Cara koordinasi:Komunikasi terbuka, dialog,
pertemuan/rapat, pencatatan dan pelaporan, pembakuan formulir yang berlaku.
4.
Manajemen Waktu
Dalam mengorganisir sumber daya, sering kepala
bidang keperawatan mengalami kesulitan dalam mengatur dan mengendalikan waktu.
Banyak waktu pengelola dihabiskan untuk orang lain. Oleh karena itu perlu
pengontrolan waktu sehingga dapat digunakan lebih efektif. Untuk mengendalikan
waktu agar lebih efektif perlu :
a.
analisa waktu yang dipakai; membuat
agenda harian untuk menentukan kategori kegiatan yang ada
b.
memeriksa kembali masing-masing porsi
dari tiap aktifitas
c.
menentukan prioritas pekerjaan menurut
kegawatan, dan perkembangannnya serta tujuan yang akan dicapai
d.
mendelegasikan
Hambatan
yang sering terjadi pada pengaturan waktu
a.
terperangkap
dalam pekerjaan
b.
menunda
karena takut salah
c.
tamu
yang tidak terjadwal
d.
telpon
e.
rapat
yang tidak produktif
f.
peraturan
“open door”
g.
tidak
dapat mengatakan “tidak” pada hal-hal yang tidak perlu
C.
Perhitungan Tenaga Perawat
1.
Hitunglah
dengan menggunakan formula (misal formula PPNI)
125% pada formula ini diasumsikan karena asuhan
keperawatan yang dilakukan oleh perawat di Indonesia masih berpola pada
tindakan yang banyak ke arah tindakan non keperawatan sehingga perlu
ditambahkan jumlahnya, selain itu diasumsikan bahwa kinerja keperawatan oleh
perawat Indonesia masih 75%.
Contoh:
Hasil analisis selama 6 bulan Pada ruangan dengan
kategori medikal bedah didapatkan rata-rata pasien yang dirawat : Self care 5
orang, partial care 10 orang dan total care 5 orang
Jawaban:
Dari data di atas kita sudah tahu untuk rata-rata
pasien (TT x BOR) = 20 orang, dan langkah selanjutnya kita harus menghitung
terlebih dahulu jam asuhan yang harus diberikan:
-
Self Care = (5 x 1 jam) + (5 x 1 jam) +
(5 x 0,25 jam) = 11,25 jam
-
Partial Care = (10 x 3 jam) + (10 x 1
jam) + (10 x 0,25 jam) = 42,5 jam
-
Total Care = (5 x 6 jam) + (5 x 1 jam) +
(5 x 0,25) = 36,25 jam
-
Total Jam asuhan = 11,25 + 42,5 + 36,25
= 90 jam/20 pasien
-
Rata-rata jam asuhan = 4,5 jam
Maka Jumlah keseluruhan kebutuhan tenaga keperawatan
adalah
TP = ((4,5 x52x7x20)/(1640 jam) ) x 125% = 24,9 orang perawat. Dibulatkan menjadi 25 orang perawat pelaksana
TP = ((4,5 x52x7x20)/(1640 jam) ) x 125% = 24,9 orang perawat. Dibulatkan menjadi 25 orang perawat pelaksana
Catatan
: Jumlah Perawat bukan hal yang utama dalam pemberian pelayanan tetapi terdapat
aspek lain yang sangat berperan yaitu komitmen perawat dalam melaksanakan
Asuhan.
2.
Metode Douglas
Douglas (1984,
dalam Swansburg & Swansburg, 1999) menetapkan jumlah perawat yang
dibutuhkan dalam suatu unit perawatan berdasarkan klasifikasi klien, dimana
masingmasing kategori mempunyai nilai standar per shift nya, yaitu sebagai
berikut :
Jumlah
Pasien
|
Klasifikasi Klien
|
||||||||
Minimal
|
Parsial
|
Total
|
|||||||
Pagi
|
Sore
|
Malam
|
Pagi
|
Sore
|
Malam
|
Pagi
|
Sore
|
Malam
|
|
1
|
0,17
|
0,14
|
0,07
|
0,27
|
0,15
|
0,10
|
0,36
|
0,30
|
0,20
|
2
|
0,34
|
0,28
|
0,14
|
0,54
|
0,30
|
0,20
|
0,72
|
0,60
|
0,40
|
3
|
0,51
|
0,42
|
0,21
|
0,81
|
0,45
|
0,30
|
1,08
|
0,90
|
0,60
|
Dst
|
Contoh kasus
Ruang rawat dengan 17 orang klien, dimana 3 orang dengan ketergantungan
minimal, 8 orang dengan ketergantungan partial dan 6 orang dengan
ketergantungan total.
Maka jumlah perawat
yang dibutuhkan :
Minimal
|
Parsial
|
Total
|
Jumlah
|
|
Pagi
|
0,17 x 3 = 0,51
|
0.27 x 8 = 2.16
|
0.36 x 6 = 2.16
|
4.83 (5) orang
|
Sore
|
0.14 x 3 = 0.42
|
0.15 x 8 = 1.2
|
0.3 x 6 = 1.8
|
3.42 (4) orang
|
Malam
|
0.07 x 3 = 0.21
|
0.10 x 8 = 0.8
|
0.2 x 6 = 1.2
|
2.21 (2) orang
|
Jumlah secara keseluruhan perawat
perhari 11Orang
|
3.
Metode Gillies
Gillies (1994) menjelaskan rumus kebutuhan tenaga
keperawatan di suatu unit perawatanadalah sebagai berikut :
Jumlah jam
keperawatan rata
rata jumlah
yang dibutuhkan
klien/hari x klien/hari x hari/tahun
Jumlah
hari/tahun - hari
libur x jmlh jam
kerja
Masing2 tiap
perawat
Perawat
jumlah keperawatan yang dibutuhkan /tahun
= jumlah
jam keperawatan yang di berikan perawat/tahun
= jumlah
perawat di satu unit
Prinsip
perhitungan rumus Gillies :
Jumlah
Jam keperawatan yang dibutuhkan klien perhari adalah :
a.
waktu keperawatan langsung (rata rata
4-5 jam/klien/hari) dengan spesifikasi pembagian adalah : keperawatan mandiri (self
care) = ¼ x 4 = 1 jam , keperawatan partial (partial care ) = ¾ x 4 = 3 jam , keperawatan
total (total care) = 1-1.5 x 4 = 4-6 jam dan keperawatan intensif (intensive
care) = 2 x 4 jam = 8 jam.
b.
Waktu keperawatan tidak langsung
menurut
RS Detroit (Gillies, 1994) = 38 menit/klien/hari
menurut
Wolfe & Young ( Gillies, 1994) = 60 menit/klien/hari = 1
jam/klien/hari
c.
Waktu penyuluhan kesehatan lebih kurang
15 menit/hari/klien = 0,25 jam/hari/klien
d.
Rata
rata klien per hari adalah jumlah klien yang dirawat di suatu unit berdasarkan
rata -
rata biaya atau menurut Bed Occupancy Rate (BOR) dengan rumus :
Jumlah hari perawatan
RS dalam waktu tertentu x 100 %
Jumlah tempat tidur x 365 hari
e.
Jumlah
hari pertahun yaitu : 365 hari.
f.
Hari libur masing-masing perawat per
tahun, yaitu : 73 hari ( hari minggu/libur = 52 hari ( untuk hari sabtu
tergantung kebijakan rumah sakit setempat, kalau ini merupakan hari libur maka
harus diperhitungkan , begitu juga sebaliknya ), hari libur nasional = 13 hari,
dan cuti tahunan = 8 hari).
g.
Jumlah jam kerja tiap perawat adalah 40
jam per minggu (kalau hari kerja efektif 6 hari maka 40/6 = 6.6 = 7 jam per hari, kalau hari kerja
efektif 5 hari maka 40/5 = 8 jam per hari)
h.
Jumlah tenaga keperawatan yang
dibutuhkan disatu unit harus ditambah 20% (untuk antisipasi kekurangan
/cadangan ).
i.
Perbandingan profesional berbanding
dengan vocasional = 55% : 45 %
Contoh
a.
Rata
rata jam perawatan klien per hari = 5 jam/hari
b.
Rata rata = 17 klien / hari (3 orang
dengan ketergantungan minimal, 8 orangdenganketergantungan partial dan 6 orang
dengan ketergantungan
total)
c.
Jumlah jam kerja tiap perawat = 40
jam/minggu ( 6 hari/minggu ) jadi jumlah jam kerjaperhari 40 jam dibagi 6 = 7 jam /hari
d.
Jumlah
hari libur : 73 hari ( 52 +8 (cuti) + 13 (libur nasional)
Jumlah
jam keperawatan langsung
-
Ketergantungan minimal = 3 orang x 1 jam = 3
jam
-
Ketergantungan partial = 8
orang x 3 jam = 24 jam
- Ketergantungan total = 6 orang x 6 jam = 36 jam
Jumlah
jam =
63 jam
Jumlah
keperawatan tidak langsung
17 orang klien x 1 jam = 17 jam
Pendidikan
Kesehatan = 17 orang klien x 0,25 = 4,25 jam
Sehingga
Jumlah total jam keperawatan /klien/hari :
63
jam + 17 jam + 4,25 jam = 4,96 Jam/klien/hari
17
orang
Jadi,,
Jumlah
tenaga yang dibutuhkan :
4,96
x 17 x 365 = 30.776,8 =
15,06 orang ( 15 orang )
(365
– 73) x
7 2044
Untuk
cadangan 20% menjadi 15 x 20% = 3 orang
Jadi
jumlah tenaga yang dibutuhkan secara keseluruhan 15 + 3 = 18 orang /hari
Perbandingan
profesional berbanding dengan vocasional = 55% : 45 % = 10 : 8 orang
4.
Pedoman cara
perhitungan kebutuhan tenaga keperawatan (DepKes RI, 2005)
a.
Pengelompokan unit kerja rumah sakit
Kebutuhan tenaga keperawatan (perawat dan bidan)harus
memperhatikan unit kerja yang ada di rumah sakit. Secara garis besar terdapat
pengelompokan unit kerja di rumah sakit sebagai berikut :
§ Rawat
inap dewasa
§ Rawat
inap anak/perinatal
§ Rawat
inap intensif
§ Gawat
darurat (IGD)
§ Kamar
bersalin
§ Kamar
operasi
§ Rawat
jalan
b.
Model pendekatan dalam perhitungan
kebutuhan tenaga keperawatan
Beberapa model pendekatan yang dapat dipergunakan
dalam perhitungan kebutuhan tenaga keperawatan (perawat dan bidan) di ruang
rawat inap rumah sakit.
Cara perhitungan berdasarkan klasifikasi pasien :
§ Tingkat
ketergantungan pasien berdasarkan jenis kasus
§ Rata
pasien per hari
§ Jam
perawatan yang diperlukan/hari/pasien
§ Jam
perawatan yang diperlukan/ruangan/hari
§ Jam
efektif setiap perawat/bidan adalah tujuh jam per hari
Tabel.
Contoh
Perhitungan dalam satu ruangan Berdasarkan Klasifikasi pasien
No.
|
Jenis / Kategori
|
Rata-rata pasien/hari
|
Rata-rata jam perawatan / pasien
/ hari
|
Jumlah perawatan / hari
|
a
|
b
|
c
|
d
|
e
|
1
|
Pasien
penyakit dalam
|
10
|
3,5
|
35
|
2
|
Pasien
bedah
|
8
|
4
|
32
|
3
|
Pasien
gawat
|
1
|
10
|
10
|
4
|
Pasien
anak
|
3
|
4,5
|
13,5
|
5
|
Pasien
kebidanan
|
1
|
2,5
|
2,5
|
Jumlah
|
23
|
93,0
|
Jumlah
tenaga keperawatan yang diperlukan adalah :
|
Jumlah
jam perawatan
Jam
kerja efektif per shif
Untuk
perhitungan jumlah tenaga tersebut perlu ditambah (faktor koreksi) dengan hari
libur/cuti/hari besar (loss day)
Loss
day =
|
Jumlah
hari minggu dalam 1 tahun + cuti + hari besar
Jumlah
hari kerja efektif
|
52 + 12 + 14 + = 78
hari
286
Jumlah tenaga keperawatan yang
mengerjakan tugas-tugas non-keperawatan (non-nursing jobs), seperti :
membuat perincian pasien pulang, kebersihan ruangan, kebersihan alat-alat makan
pasien dan lain-lain, diperkirakan 25% dari jam pelayanan keperawatan.
(Jumlah
tenaga keperawatan + loss day) x 25%
(13
+ 3,5) x 25% = 4,1
Jumlah tenaga : tenaga yang tersedia +
faktor koreksi
=
16,5 + 4,1 = 20,6 (dibulatkan 21 perawat/bidan)
Jadi tenaga keperawatan yang dibutuhkan
untuk contoh tersebut adalah 21 orang.
Tingkat Ketergantungan Pasien :
Pasien diklasifikasikan dalam beberapa
kategori yang didasarkan pada kebutuhan terhadap asuhan keperawatan/kebidanan.
Asuhan keperawatan minimal (minimal care),
dengan kriteria:
1.
Kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri;
2. Makan
dan minum dilakukan sendiri;
3.
Ambulasi dengan pengawasan;
4.
Observasi tanda-tanda vital dilakukan setiap sif;
5.
Pengobatan minimal, status psikologis stabil;
Asuhan keperawatan sedang, dengan
kriteria:
1.
Kebersihan diri dibantu, makan, minum, dibantu;
2.
Observasi tanda-tanda vital setiap 2-4 jam sekali;
3.
Ambulasi dibantu, pengobatan lebih dari sekali;
Asuhan keperawatan agak berat, dengan
kriteria:
1.
Sebagian besar aktivitas dibantu;
2.
Observasi tanda-tanda vital setiap 2-4 jam sekali;
3.
Terpasang folley chateter, intake output dicatat;
4.
Terpasang infus;
5.
Pengobatan lebih dari sekali;
6.
Persiapan pengobatan memerlukan prosedur.
Asuhan keperawatan maksimal, dengan
kriteria:
1. Segala aktivitas
dibantu oleh perawat;
2. Posisi pasien
diatur dan diobservasi tanda-tanda vital setiap dua jam ;
3. Makan memerlukan
NGT dan menggunakan suction;
4.
Gelisah/disorientasi
Jumlah jam perawat yang dibutuhkan
adalah :
Jumlah jam perawatan di ruangan/hari
Jam efktif perawat
Untuk perhitungan jumlah tenaga tersebut
ditambah (faktor koreksi) dengan :
Hari libur/cuti/hari besar (loss day)
Loss day =
|
Jumlah hari minggu dalam 1 tahun + cuti
+ hari besar
Jumlah
hari kerja efektif
Jumlah tenaga keperawatan yang
mengerjakan tugas-tugas non-keperawatan (non-nursing jobs) seperti contohnya;
membuat perincian pasien pulang, kebersihan ruangan, kebersihan alat-alat makan
pasien, dan lain-lain diperkirakan 25% dari jam pelayanan keperawatan.
(Jumlah tenaga keperawatan + loss
day) x 25%
DAFTAR
PUSTAKA
DepKesRI
(2003), Indonesia sehat 2010.Jakarta : Departemen Kesehatan R.I
Douglas, Laura Mae. (1992) The
effective Nurse : Leader and Manager ., 4 Th. Ed,. Mosby -year book,
Inc.
Gillies,
D.A. (1994). Nursing management, a system approach. Third Edition.
Philadelphia :WB Saunders.
Marquis, B.L. dan Huston, C.J. (1998).Management
Decision Making for Nurses(3rd ed)Philadelphia: Lippincot –
Raven Publisher
Marquis, B.L. dan Huston, C.J. (2000).Leaderships
Roles and Management Functions inNursing (3rd
ed) Philadelphia: Lippincot – Raven Publisher
Swansburg,
R.C. & Swansburg, R.J. (1999). Introductory management and
leadership fornurses. Canada : Jones and Barlett Publishers
LAPORAN
PENDAHULUAN
MANAJEMEN
KONFLIK
A. Pengertian Konflik
Konflik adalah perselisihan atau perjuangan yang timbul ketika keseimbangan
dari perasaan, hasrat, pikiran, dan perilaku seseorang terancam. Perjuangan ini
dapat terjadi di dalam individu atau di dalam kelompok. Pemimpin dapat
menggerakkan konflik ke hasil yang destruktif atau konstruktif.
Deutsch (1969) dalam lamonica (1986), mendefinisikan konflik sebagai suatu
perselisihan atau perjuangan yang timbul akibat terjadinya ancaman keseimbangan
antara perasaan, pikiran, hasrat dan perilaku seseorang. Douglass & bevis (1979)
mengartikan konflik sebagai suatu bentuk perjuangan diantara kekuatan
interdependen. Perjuangan tersebut dapat terjadi baik di dalam individu (interpersonal conflict) ataupun di dalam
kelompok (intragroupconflict).
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa konflik terjadi akibat
adanya pertentangan pada situasi keseimbangan yang terjadi pada diri individu
taupun pada tatanan yang lebih luas, seperti antar-individu, antar-kelompok,
atau bahkan antar-masyarakat. Konflik dianggap sebagai suatu bentuk perjuangan
maka dalam penyelesaian konflik seharusnya diperlukan usaha-usaha yang bersifat
konstruktif untuk menghasilkan pertumbuhan positif individu atau kelompok,
mpeningkatan kesadaran, pemahaman diri dan orang lain, dan perasaan positif
kearah hasil interaksi atau hubungan dengan orang lain.
B. Tipe konflik
Konflik timbul didalam diantara dan antara orang- orang adanya perbedaan adanya
pada kenyataan definisi, pandangan, otoritas, tujuan, nilai, dan kendali
konflik dalam organisasi secra strukturan dapat dikategorikan sebagai konflik
vertika atau horizontal. Konflik vertical meliputi perbedaan antara pemimpin
dan anak buah. Hal inin sering diakibatkan oleh komunikasi dan kurang
penyebaran persepsi dan perilaku yang tepat untuk peran diri sendiri atau orang
lain. Konflik horizontal adalh garis konflik antara staff dan ada hubungan dengan praktik keahlian
otoritas, dan sebagainya. Sering berupa perselisihan antar departemen:
1.
Konflik di dalam pengirim
Pengirim sama pesan saling berlawaan. Contoh pemimpin yang sama menutut
pelayanan yang tinggi, menolak memecat anggota staff tidak kompeten dan menolak
pengontrak staff tambahan
2.
Antar pengirim
Pesan – pesan yang berlawan dari dua atau lebih pengirim. Contoh pimpinan
tertinggi dari keperawatan menekankan kebutuhan untuk memakai keperawatan
menekankan kebutuhan untuk memakai keperawatan primer sebagai model pelayanan
keperawatan; anak buah yakin bahwa mereka dapat mencapai layanan keperawatan
yang individual dan bermutu dengan menggunakan metode keperawatan tim
3.
Antar pesan
Orang yang sama ternasuk didalam kelompok- kelompok yang berkonflik. Contoh
Direktur keperawatan adalah seorang anggota kelompok konsumen masyarakat yang
sedang berusaha untuk mengkonsilidasi pelatyanan obsteri dan pediatric
didaerahnya, dengan menempatkan semau ahli pediatric terbagi diantara dua rumah
sakit lainya. Perawat yang sama juga merupakan pegawai di salah satu rumah
sakit yang ingin tetap mempertahankan kedua pelayanan tersebut dirumah
sakitnya.
4.
Peran pribadi
Orang yang sama nilai- nilainya berlawanan (ketidak sesuaian kognitif).
Contoh perawat percaya bahwa pasien di
klinik harus menerima perhatian individual dari seseorang perawat yang
mengikuti perkembangannya pada setiap kunjungan. Syarat – syarat dari
kedudukannya dan system pelayanan yang ada membuat tujuan ini jarang bisa
tercapai, jika tidak boleh dibilang bahwa tidak mungkin tercapai.
5.
Antar pribadi
Dua atau lebih orang bertindak sebagai pendukung kelompok- kelompok yang
berbeda. Contoh direktur keperawatan bersaing dengan direktur lain untuk sebuah
posisi baru.
6.
Didalam kelompok
Nilai- nilai baru dari luar dimasukkan pada kelompok yang ada. Contoh
pendidikan yang berkelajutan diwajibkan oleh pemerintah untuk setiap
perpanjangan ijin kn keperawatan. Lembaga pelayanan kesehatan desa tidak
mempunyai dana untuk pengirim perawat untuk mengikuti program pendidikan berkelanjutan, dan staff perawat, yang
dibayar murah tetapi puas, tidak dapat membianyayi sendiri pendidikan lanjutan
mereka.
7.
Antar kelompok
Dua atau lebih kelompok dengan tujuan yang berlawanan. Contoh departemen
keperawatan menuntut bahwa para perawata diruang operasi dan pemulihan secara
organisional berada dibawah keperwatan. Departemen bedah, yang terdiri dari
dari para dokter, menyakini bahwa mereka harus mengendalikan perawat- perawat
di area ini.
8.
Peran mendua
Seseorang tidak menyadari harapan olrang lain terhadap sebuah peran
tertentunya. Contoh seorang pengawas
perawat yang baru tidak mempunyai gambaran tentang posisinya dan tidak
mempunyai pengalaman sebelumnnya sebagai pengawas.
9.
Beban peran yang terlalu
Seseorang tidak dapat memenuhi harapan orang lain untuk perannya. Contoh
seorang sarjana muda baru diharapkan oleh direktur keperawatan untuk
bertanggung jawab terhadap 40 tempat tidur di unit penyakit kronis dan akut
pada dinas malam.
C. Penyebab Konflik
Banyak faktor yang bertanggungjawab terhadap terjadinya konflik terutama
dalam suatu organisasi. Faktor-faktor tersebut dapat berupa perilaku yang
menentang, stres, kondisi ruangan, kewenangan dokter-perawat, keyakinan,
eksklusifisme, kekaburan tugas, kekurangan sumber daya, proses perubahan, imbalan,
dan masalah komunikasi.
1.
Perilaku menentang, sebagai bentuk dari ancaman
terhadap suatu dialog rasional, dapat menimbulkan gangguan protocol penerimaan
untuk interaksi dengan orang lain. Perilaku ini dapat berupa verbal dan non
verbal. Terdapat tiga macam perilaku menentang, yaitu :
a.
Competitive
bomber, yang dicirikan dengan perilaku mudah menolak, menggerutu dan menggumam,
mudah untuk tidak masuk kerja, dan merusak secara agresif yang di sengaja.
b.
Martyred
accommodation, yang ditunjukkan dengan penggunaan kepatuhan semu
atau palsu dan kemampuan bekerja sama dengan orang lain, namun sambil melakukan
ejekan dan hinaan.
c.
Avoider, yang
ditunjukkan dengan penghindaran kesepakatan yang telah dibuat dan menolak untuk
berpartisipasi.
2.
Stres, juga dapat mengkobatkan terjadinya konflik
dalam suatu organisasi. Stres yang timbul ini dapat disebabkan oleh banyaknya
stressor yang muncul dalam lingkungan kerja seseorang. Contoh stressor antara
lain terlalu banyak atau terlalu sedikit beban yang menjadi tanggung jawab
seseorang jika dibandingkan dengan orang lain yang ada dalam organisasi,
misalnya di bangsal keperawatan.
3.
Kondisi ruangan yang terlalu sempit atau tidak
kondusif untuk melakukan kegiatan-kegiatan rutin dapat memicu terjadinya konflik.
Hal yang memperburuk keadaan dalam ruangan dapat berupa hubungan yang monoton
atau konstan diantara individu yang terlibat didalamnya, terlalu banyaknya
pengunjung pasien dalam suatu ruangan atau bangsal, dan bahkan dapat berupa
aktivitas profesi selain keperawatan, seperti dokter juga mampu memperparah
kondisi ruangan yang mengakibatkan terjadinya konflik.
4.
Kewenangan dokter-perawat yang berlebihan dan tidak
saling mengindahkan usulan-usulan diantara mereka, juga dapat mengakibatkan
munculnya konflik. Dokter yang tidak mau menerima umpan balik dari perawat,
atau perawat yang merasa tidak acuh dengan saran-saan dari dokter untuk
kesembuhan klien yang dirawatnya, dapat memperkeruh suasana. Kondisi ini akan
semakin “runyam” jika diantara pihak yang terlibat dalam pengelolaan klien
merasa direndahkan harga dirinya akibat sesuatu hal. Misalnya kata-kata ketus
dokter terhadap perawat atau nada tinggi dari perawat sebagai bentuk ketidak
puasan tehadap penanganan yang dilakukan profesi lain.
5.
Perbedaaan nilai atau keyakinan antara satu orang
dengan orang lain. Perawat begitu percaya dengan persepsinya tentang pendapat
kliennya sehingga menjadi tidak yakin dengan pendapat yang diusulkan oleh
profesi atau tim kesehatan lain. Keadaan ini akan semakin menjadi kompleks jika
perbedaan keyakinan, nilai dan persepsi telah melibatkan pihak diluar tim
kesehatan yaitu keluarga pasien. Jika ini telah terjadi, konflik yang muncul
pun semakin tidak sederhana karena telah mengikutsertakan banyak variable di
dalamnya.
6.
Eksklusifisme, adanya
pemikiran bahwa kelompok tertentu memiliki kemampuan yang lebih dibandingkan
dengan kelompok lain. Hal ini tidak jarang mengakibatkan terjadinya konflik
antar-kelompok dalam suatu tatanan organisasi. Hal ini bisa terjadi manakala
sebuah kelompok didalam tatanan organisasi (seperti bangsal keperawatan)
diberikan tanggung jawab oleh manager untuk suatu tugas tertentu atau area
pelayanan tertentu, lantas memisahkan diri dari sistem atau kelompok lain yang
ada dibangsal tersebut karena merasa bahwa kelompoknya lebih mampu
dibandingakan dengan kelompo lain.
7.
Peran ganda yang disandang seseorang (perawat) dalam
bangsal keperawatan seringkali mengakibatkan konflik seorang perawatan yang
berperan lebih dari satu peran pada waktu yang hamper bersamaan, masih
merupakan fenomena yang jamak ditemukan dalam tatanan pelayanan kesehatan baik
di rumah sakit maupun di komunitas. Contoh peran ganda, antara lain satu sisi
perawat sebagai pemberi pelayanan keperawatan kepada klien, namun pada saat
yang bersamaan yang harus juga berperan sebagai pembimbing mahasiswa atau
bahkan sebagai manager dibangsal yang bersangkutan. Dalam kondisi ini sering
terjadi kebingunan untuk menentukan mana yang harus dikerjaka terlebih dahulu
oleh perawat tersebut dan kegiatan mana yang dapat dilakukan kemudian.
Akibatnya, sering terjadi kegagalan melakukan tanggung jawab dan tanggung gugat
untuk suatu tugas pada individu atay kelompok.
8.
Kekurangan sumber daya insani, dalam tatanan
organisasi dapat dianggap sumber absolute terjadinya konflik. Sedikinya sumber
daya insani atau manusia, sering memicu terjadinya persaingan yang tidak sehat
dalam suatu tatanan organisasi. Contoh konflik yang dapat terjadi, yaitu
persaingan untuk memperoleh uang melalui pemikiran bahwa segala sesuatu pasti
di hubungkan dengan uang, persaingan memperebutkan menangani klien, dan tidak
jarang juga terjadi persaingan dalam memperebutkan jabatan atau kedudukan.
9.
Perubahan dianggap sebagai proses ilmiah. Tetapi
kadang perubahan justru akan mengakibatkan munculnya berbagai macam konflik.
Perubahan yang dilakukan terlalu tergesa-gesa atau cepat, atau perubahan yang
dilakukan terlalu lambat, dapat memunculkan konflik. Individu yang tidak siap
dengan perubahan, memandang perubahan sebagai suatu ancaman. Begitu juga
individu yang selalu menginginkan perubaan akan menjadi tidak nyaman bila tidak
terjadi perubahan, atau perubahan dilakukan terlalu dalam tatanan
organisasinya.
10.
Imbalan, beberapa ahli berpendapat bahwa imbalan
kadang tidak cukup berpengaruh dengan motovasi seseorang. Namun, jika imbalan
dikaitkan dengan pembagian yang tidak merata anatar satu orang dan orang lain
sering menyebabkan munculnya konflik. Terlebih lagi bila individu yang
bersangkutan tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan untuk menentukan
besar-kecilnya imbalan atau sering disebut dengan sistem imbalan. Pemberian
imbalan yang tidak didasarkan atas pertimbangan professional sering menimbulkan
masalah yang pada gilirannya dapat memunculkan suatu konflik.
11.
Komunikasi dapat memunculkan suatu konflik jika penyampaian
informasi yang tidak seimbang, hanya orang-orang tertentu yang diajak biacar
oleh manager, penggunaan bahasa yang tidak efektif, dan juga penggunaan media
yang tidak tepat sering kali berujung dengan terjadinya konflik ditatanan
organisasi yang bersangkutan.
D. Proses Konflik
La Monica (1986) mengutip pendapatnya Filley (1980) membagi proses konflik
dalam enam tahapan, yaitu kondisi yang mendahului, konflik yang dipersepsi,
konflik yang dirasakan, perilaku yang dinyatakan, penyelesaian atau penekanan
konflik, dan penyelesaian akibat konflik.
Kondisi yang mendahului merupakan penyebab terjadinya konflik seperti yang
sudah didiskusikan sebelumnya. Setelah terjadi suatu konflik, konflik yang ada
dipersepsi atau berusaha diketahui. Kondisi yang ada diantara pihak yang
terlibat atau di dalam diri dapat menyebabkan terjadinya konflik. Konflik yang
dipersepsi ini pada umumnya bersifat logis, tidak personal, dan sangat
objektif. Di sisi lain konflik akan dirasakan secara subjektif karena individu
merasa ada konflik relasi. Perasaan semacam ini sering diasumsikan sebagai
suatu yang dapat mengancam integritas diri, memunculkan permusuhan, perasaan
takut dan bahkan timbulnya perasaan tidak berdaya.
Akibat dari kondisi-kondisi tersebut, beberapa individu kemudian melakukan
bentuk perilaku nyata seperti perilaku agresif, pasif, aseptif, persaingan,
debat, atau ada beberapa individu yang mencoba memecahkan masalah atau konflik.
Langkah selanjutnya yang dilakukan terhadap terjadinya konflik adalah perilaku
untuk menyelesaikan atau menekan konflik tersebut. Perilaku tersebut dapat
berupa perjnjian siantara yang terlibat atau kadang melalui tindakan
“penaklukan” pada pihak yang terlibat.
Oleh karena itu, upaya untuk menyelesaikan sisa atau akibat konflik
tersebut sudah selayaknya dilakukan oleh pihak yang terlibat. Jika hal itu
tidak dilakukan, dapat memunculkan konflik baru pada tempat dan waktu yang
berbeda.
E. Strategi dan Ketrampilan Manajemen Konflik
Beberapa strategi dapat dipakai untuk menyelesaikanterjadinya konflik.
Strategi-strategi tersebut adalah menghindar, akomodasi, kompetisi, kompromi,
dan kerjasama.
Pendekatan strategi konflik dengan cara menghindar memungkinkan kedua
kelompok atau pihak yang terlibat konflik menjadi dingin dan berusaha
mengumpulkan informasi. Teknik menghindar dapat digunakan apabila isu tidak
gawat atau bila kerusakan yang potensial tidak akan terjadi dan lebih banyak
menguntungkan. Selanjutnya baru diatur kembali untuk pertemuan penyelesaian
konflik. Dengan demikian, pihak yang terlibat konflik diberi kesempatan untuk
merenungkan dan memikirkan alternative penyelesaiannya. Strategi akomodasi
digunakan untuk memfasilitasi dan memberikan wadah untuk menampung keinginan
pihak yang terlibat konflik. Dengan cara ini dimungkinkan terjadi peningkatan
kerjasama dan pengumpulan data-data yang akurat dan signifikan untuk
pengambilan suatu kesepakatan. Cara kompetisi dapat dilakukan seorang manajer
dengan cara menunjukkan kekuasaan yang terkait dengan posisinya untuk
menyelesaikan konflik, terutama yang terkait dengan tugas dan tanggungjawab
stafnya. Strategi yang biasa digunakan adalah melalui peningkatan motivasi
antar staf guna menimbulkan rasa persaingan yang sehat.
Strategi kompromi dilakukan dengan mengambil jalan tengah diantara
pihak-pihak yang terlibat konflik. Hal ini biasanya bersifat sementara sehingga
bila situasinya sudah stabil, perlu dikumpulkan pihak yang terlibat konflik
untuk selanjutnya dapat dilakukan penyelesaian masalah secara tuntas. Cara lain
yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan konflik adalah dengan cara kerjasama.
Cara ini dilakukan dengan melibatkan pihak yang terlibat konflik untuk
melakukan kerjasama dalam rangka menyelesaikan konflik. Cara ini biasanya menimbulkan
perasaan puas di kedua belah pihak yang terlibat konflik
Bentuk ketrampilan yang dapat dimanfaatkan untuk mengelola konflik pada
umumnya berupa kegiatan pencegahan. Ketrampilan tersebut berkisar pada kegiatan
berikut.
1.
Membuat aturan atau pedoman yang jelas dan harus
diketahui oleh semua pihak.
2.
Menciptakan suasana yang mendukung dengan banyak
pilihan. Hal ini akan membuat orang menjadi senang dalam memberikan usulan,
member kekuatan bagi mereka meningkatkan pemikiran kreatif, memungkinkan
pemecahan masalah yang lebih baik.
3.
Mengungkapkan bahwa mereka dihargai. Pujian dan
penegasan tentang nilai-nilai adalah penting untuk setiap orang dalam bekerja.
4.
Menekankan pemecahan masalah secara damai, dan
membangun suatu jembatan pengertian.
5.
Menghadapi konflik dengan tenang dan memberikan
pendidikan tentang perilaku.
6.
Memainkan peran yang tidak menimbulkan stress dan
konflik.
7.
Mempertimbangkan waktu dengan baik untuk semuanya, dan
jangan menunda waktu yang tidak menentu.
8.
Memfokuskan pada masalah dan bukan pada kepribadian.
9.
Mempertahankan komunikasi dua arah.
10.
Menekankan pada kesamaan kepentingan.
11.
Menghindari penolakan berlebihan.
12.
Mengetahui hambatan untuk kerjasama.
13.
Membedakan perilaku yang menentang dengan perilaku
normal dalam kesalahan kerja.
14.
Menguatkan dalam menghadapi orang yang marah.
15.
Menetapkan siapa yang memiliki masalah.
16.
Menetapkan kebutuhan yang terlalaikan.
17.
Membangun kepercayaan dengan mendengarkan dan
mengklarifikasi.
18.
Merundingkan kembali prosedur pemecahan masalah.
F. Penyelesaian Konflik
Konflik yang terjadi dalam suatu tatanan organisasi misalnya bangsal
keperawatan harus dikenali sifat, jenis, penyebab, lamanya, dan kepelikan
konflik dalam rangka untuk menyelesaikannya. Seorang manajer atau kepala
ruangan harus segera mengambil inisiatif untuk memfasilitasi penyelesain
konflik yang positif. Manajer dapat saja “mengabaikan” konflik yang terjadi
atau harus ikut campur tangan dalam penyelesaiannya.
Jika persoalan yang mendasari konflik sangat kecil, dalam arti hanya
melibatkan dua orang (perawat, perawat dengan profesi lain) dan tidak
mempengaruhi proses pemberian asuhan keperawatan secara bermakna, seorang
manajer tidak harus ikut campur untuk mnyelesaikan konflik. Meskipun demikian,
manajer dapat member izin agar pihak yang terlibat membuat perjanjian mengenai
persoalan yang sedang dihadapi dan cara apa yang sekiranya dapat dilakukan
untuk menyelesaikan konflik. Sebaliknya, bila konflik yang terjadi sangat
mempengaruhi pemberian asuhan keperawatan pada klien, seorang manajer dapat
mengambil inisiatif untuk ikut seta aktif menyelesaikan konflik yang sedang
terjadi denga pertimbangan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak
diinginkan yang dapat menimpa klien.
Beberapa strategi dapat dilakukan untuk menyelesaikan konflik, seperti
penggunaan disiplin, pertimbangan tahap kehidupan, komunikasi, lingkaran
kualitas dan latihan keasertifan.
1.
Penggunaan disiplin
Dalam menggunakan displin untuk mengelola atau mencegah terjadinya konflik,
seorang manajer perawat harus mengetahui dan memahami peraturan dan ketepatan
organisasi yang berlaku. Berbagai aturan dapat digunakan untuk mengelola
konflik, antara lain penggunaan disiplin yang progresif, pemberian hukuman yang
sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan anggota, penawaran bantuan untuk
menyelesaikan masalah pekerjaan, penentuan pendekatan terbaik utnuk setiap
personil, pendekatan individual, tegas dalam keputusan, penciptaan rasa hormat
dan rasa percaya diri diantara anggota utnuk mengatasi masalah kedisiplinan.
2.
Pertimbangan tahap kehidupan
Konflik juga dapat diselesaikan melalui pemberian dukungna pada anggota
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam tahap perkembangan
kehidupannya. Ada tiga tahap perkembangan yaitu tahap dewasa muda, setengah
baya, dan setelah umur 55 tahun. Masing-masing tahap perkembangan tersebut
memiliki karakteristik yang berbeda. Misalnya, tahap dewasa muda dicirikan
dengan kegiatan mengejar atau rasa “haus” akan pengetahuan, keterampilan, dan
selalu ingin bergerak kearah kemajuan dan tahap setengah baya dicirikan dengan
perilaku atau keinginan untuk membantu perawat mudah dalam mengembangkan
karirnya, serta tahap diatas umur 55 tahun dicirikan dengan perilaku
pengintegrasian ide ego dengan tujuan yang diinginkan. Atas dasar ciri tersebut
maka seorang manajer harus mampu mengidentifikasi karakteristik pada
masing-masing tahap perkembangan sebagai dasar untuk menyelesaikan konflik.
3.
Komunikasi
Komunikasi yang merupakan bagian mendasar manusia dapat dimanfaatkan dalam
penyelesaian konflik. Komunikasi
merupakan suatu seni yang penting digunakan untuk memelihara suatu
lingkungan kondusif-terapeutik. Dalam situasi ini, seorang manajer dapat
melakukan beberapa tindakan untuk mencegah terjadinya konflik melalui
pengajaran pada staf keperawatan tentang komunikasi efektif dan peran yang
harus dilakukan, pemberian informasi yang jelas pada setiap personel secara
utuh, pertimbangan matang tentang semua aspek situasi emosi, dan pengembangan
keterampilan dasar yang menyangkut orientasai realitas, ketengan emosi,
harapan-harapan positif yan gdapat membangkitkan respons positif, cara
mendengar aktif, dan kegiatan dan menerima informasi.
4.
Lingkaran kualitas
Cara lain yan gdapat digunakan untuk mencegah terjadinya konflik adalah
lingkaran kualitas. Cara ini telah digunakan untuk mengurangi terjadinya sters
melalui kegiatan manajemen personel. Lingkaran kualitas ini dapat digunakan
melalui kegiatan manajemen partisipasi, keanggotaan dalam panitia, program
pengembangan kepemimpinan, latihan-latihan kelas, penjenjangan karier,
perluasan kerja, dan rotasi kerja.
5.
Latihan keasertifan
Seorang manajer dapat juga melatih stafnya dalam hal keasertifan untuk
mencegah atau mengelola konflik. Sifat asertif dapat juga diajarkan melalui
progam pengembangan staf. Pada program ini perawat diajarkan cara belajar
melalui respon yang baik. Manajer dapat belajar mengendalikan personel supaya
mampu memegang aturan. Bila mereka tidak puas, mereka mencoba melakukan sesuatu
untuk mencapai kepuasan itu. Pada umunya perilaku asertif dapat dipelajari
melalui studi kasus, bermain peran, dan diskusi kelompok.
G. Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan
Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan merupakan gabungan antara
logika dan daya, dan jika tepat, akan menciptakan jalan keluar yang memuaskan.
Sekalipun tidak mudah untuk mengambil keputusan dalam berbagai kondisi yang
dihadapi, tetapi keputusan tetap harus diambil dalam setip kegiatan yang
dilakukan organisasi. Karena setiap keputusan memiliki dampak pada waktu yang
akan datang, oleh karena itu keputusan yang dapat diambil harus dapat diterima
secara rasional karena keputusan yang diambil harus berdasarkan informasi yang
akurat, tepat, dan lengkap. Berdasarkan hal tersebut perlu dibuat
langkah-langkah pengambilan keputusan yang mempertimbangkan ketepatan,
keakuratan, dan kelengkapan informasi pendukung tersebut.
Tahap pertama, pengkajian situasi. Tahap ini terdiri dari tiga proses yang
dilakukan, yaitu identifikasi masalah, diagnosis penyebab dari masalah, dan
identifikasi tujuan dari penyelesaian masalah melalui keputusan yang akan
diambil. Pada proses identifikasi masalah, pengambilan keputusan perlu
membedakan apa yang benar-benar masalah dan gejala dan apa yang menjadi sebab
akibat dari gejala dan masalah tersebut. Pada proses diagnosis penyebab
masalah, pengambil keputusan menentukan secara pasti apa yang menjadi sebab dan
apa yang menjadi akibat. Proses terakhir dari tahap investigasi situasi adalah
identifikasi tujuan dari keputusan yang akan diambil. Pada proses ini,
pengambil keputusan perlu menentukan tujuan dari keputusan yang akan diambil.
Tahap kedua, perumusan alternative solusi. Pada tahap ini, pengambil
keputusan mencoba membangun beberapa alternative solusi untuk diputuskan guna
diambil sebagai langkah solusi. Tahap ini akan sangat tidak efektif jika
masukan berupa ide-ide kreatif dihasilkan melalui keterlibatan seluruh lapis
pekerja yang terkait dengan masalah yang dihadapi. Salah satu metode yang
digunakan metode brain storming/curah ide, yang seluruh pihak dilibatkan dalam
penentuan alternative secara kreatif dan bebas dalam menawarkan berbagai
langkah solusi yang terkait dengan masalah. Agar tahapan ini berjalan efektif
dan efisien, maka perlu dipimpin oleh seorang yang mampu mengendalikan proses
pertemuan secara efektif dan efisien. Pada tahap ini evaluasi belum dilakukan,
artinya berbagai alternative yang barangkali secara financial misalnya tidak
memungkinkan, untuk sementara ditampung dulu, karena pada tahap ini seluruh ide
ditampung tamping tanpa harus mengevaluasinya terlebih dahulu.
Tahap ketiga, pengujian alternative. Pada tahap ini, pengambil keputusan
melakukan evaluasi dan penilaian terhadap berbagai alternative yang muncul
untuk kemudian diambil satu atau lebih alternative yang dianggap terbaik. Untuk
dapat menentukan alternative solusi yang terbaik, maka pendekatan bagan alur
(flow chart) dapat dipergunakan untuk mendapatkan alternative-alternatif yang memungkinkan.
Tahap keempat, pelaksanaan dan evaluasi alternative. Jika keputusan sudah
diambil, maka langkah berikutnya adalah mengimplementasikan alternative yang
telah diputuskan untuk dijalankan. Sebelum dijalankan maka tentunya perlu
direncanakan akan seperti apa dan bagaimana alternative tersebut dijalankan.
Proses ini dilakukan pada proses perencanaan implementasi. Pada tahap ini
ditentukan siapa, apa saja, dan bagaimana alternative tersebut akan dijalankan.
Setelah direncanakan, implementasi dilakukan sehingga proses berikutnya adalah
implementasi dari rencana alternative yang akan dijalankan. Pada proses ini,
apa yang telah direncanakan dari alternative yang akan dijalankan kemudian
diimplementasikan. Untuk memastikan langkah implementasi tersebut berjalan
dengan baik dan mencapai tujuan yang telah dirumuskan, maka perlu dilakukan
proses pengawasan terhadap implementasi alternative. Proses ini dilakukan untuk
memastikan bahwa apa yang telah dijalankan sesuai dengan apa yang telah
direncanakan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Rintangan terhadap pengambilan keputusan yang efektif tidak memutuskan,
menghindari keputusan terperangkap aspek-aspek risiko, ketakutan, dan
kekhawatiran yang tidak diinginkan. Pegang teguh, menolak menghadapi isu, pada
akhirnya akan menemukan gangguan, reaksi berlebihan, membiarkan satu situasi
diluar control, membiarkan emosi yang mengontrol, “vacillating”, menghilangkan
keputusan.
H. Hasil Konflik
Konflik mengakibatkan hasil yang dapat produktif untuk pertumbuhan
individu atau organisasi. Sebalikanya,konflik dapat sangat destruktif( Kramer,
Schmalenberg, 1978;lLewis 1976, Myrtle, Glogow, 1978; Nielsen, 1977) Deutsh(
1969, 1973) menegenali empat factor utama yang menentukan hasil konflik: isu, kekuasaan,
kemampuan menanggapai kebutuhan, dan komunikasi bahasan berikut ini diberikan
oleh Kramer dan Schmalenberg (1978).
1.
Isu
Pada konflik yang destruktif, isu di besarkan,
dirumuskan secara luas dengan tambahan secara rinci , dan bermuatan emosi. Pada
konflik yang konstuktif, isu difokuskan dan dipertahankan dalam ukuran yang
dapat ditangani. Hanya isu perifer yang berhubungan hal pokok yang
dididkusikan, dan proses pilihannya adalah aksi
(tindakan) bukan reaksi.
2.
Kekuasaan
Pada kekuasaan destruktif, situasi
dipertahankan atau diubah melalui ancaman dan paksaan. Suasananya adalah
persaingan dengan hasil menang dan kalah. Kekuasaan konstruktif meliputi
penemuan jalan keluar yang dapat diterima yang mungkin berupa kompromi atau
sebuah jalan keluar yang dapat diterima yang mungkin diterima yang mungkin
berupa kompromi atau sebuah jalan keluar yang baru; kebutuhan dan pandangan
pribadi tidak dipaksakan pada orang lain
3.
Kemampuan Menanggapi Kebutuhan
Pada konflik destruktif, hanya kebutuhan
sendiri saja yang dipertimbangkan. Dengan berjalanya waktu seseorang menjadi
semakian yakin bahwa keyakinananya dan
perilakunya adalah benar. Penyelesaaian konflik yang konstruktif ditandai
secara khas oleh penyelesaian yang menanggapi kebutuhan semua pihak yang
terlibat.
4.
Komunikasi
Saling tidak percaya, persepsi yang salah, dan
peningkatan muatan emosi tertentu saja membentuk konflik yang destruktif.
Penyelesaian yang konstruktif meliputi dialog terbuka dan jujur, slaing berbagi
kekawatiran, dan mendengarkan dengan hasrat untuk memahami orang lain. Tujuanya
adalah memebuka masalah sehingga dapat dihadapi secara efektif.
Konflik dapat bermanfaat bagi organisasi, bila pemimpin mempunyai kemahiran
dalam memfasilitasi penyelesain konflik yang konstruktif. Jika perbedaan
pendapat tentang sesuatu isu disuarakan dan jika masalah dibuka, hali ini
menunjukan bahwa orang- orang terlibat dan peduli. Lawan dari cinta bukanlah
benci, tetapi ketidakpedulian. Pada cinta dan benci terdapat enerji mereka yang
dicintai seseorang akan memepunyai kekuasaan untuk menibulkan kebencian.
Ketidakpedulian bersifat kosong. Enerji ditimbulkan melalui penyelesaian
konflik yang efektif dapat diguanakan secara positif kearah pencapain tujuan.
Nielsen (1977) mengatakan bahwa konflik adalah akar perubahan pribadi dan
social’( hlm153). Konflik merangsang penyelesaian masalah dan hasil
penyelesaian yang kreatif, konflik dapat dinikmati, danmemungkinkan
perkembangan identitas pribadi.
DAFTAR
PUSTAKA
Hani
Handoko. Manajemen Personalia dan Sumber Daya manusia. Yogyakarta :
BPFE. 2001.
Robbins,
Stephen P., Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat
Monica.
1998. Kepemimpinan dan Manajemen
Keperawatan. Jakarta: EGC.
Satrianegara
M fais, & siti saleha.2009.”Buku Aajar Organisasi Dan Manajemen
Pelayanan Kesehatan Serta Kebidanan”. Jakarta.salemba medika.
Simamora, R.
2012. Buku Ajar Manajemen Keperawatan.
Jakarta: EGC.
Soetopo,
Hendyat. 2010. Perilaku Organisasi Teori dan Praktik di Bidang Pendidikan.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Supriyatno.
2005. Manajemen Bangsal Keperawatan.
Jakarta: EGC.
Swanburg,Russel
C.2000.”Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan”.Jakarta:EGC
Wahyudi. Manajemen
Konflik Dalam Organisasi, Edisi Kedua. Bandung : Alfabeta. 2006.
MANAJEMEN
KEPERAWATAN
A.
Pengertian Manajemen Keperawatan
Manajemen keperawatan merupakan suatu bentuk
koordinasi dan integrasi sumber-sumber keperawatan dengan menerapkan proses
manajemen untuk mencapai tujuan dan obyektifitas asuhan keperawatan dan
pelayanan keperawatan.
Kelly dan Heidental (2004) dalam Marquis dan Huston
(2000), menyatakan bahwa anajemen keperawatan dapat didefenisikan sebagai suatu
proses dari perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengawasan untuk
mencapai tujuan. Proses manajemen dibagi menjadi lima tahap yaitu perencanaan,
pengorganisasian, kepersonaliaan, pengarahan dan pengendalian
Swanburg (2000) menyatakan bahwa manajemen
keperawatan adalah kelompok dari perawat manajer yang mengatur organisasi dan
usaha keperawatan yang pada akhirnya manajemen keperawatan menjadi proses
dimana perawat manajer menjalankan profesi mereka. Manajemen keperawatan
memahami dan memfasilitasi pekerjaan perawat pelaksana serta mengelola kegiatan
keperawatan.
Manajemen pelayanan keperawatan adalah pelayanan di
rumah sakit yang dikelola oleh bidang perawatan melalui tiga tingkatan
manajerial yaitu manajemen puncak (kepala bidang keperawatan), manajemen
menegah (kepala unit pelayanan atau supervisor), dan manajemen bawah (kepala
ruang perawatan). Keberhasilan pelayanan keperawatan sangat dipengaruhi oleh
manajer keperawatan melaksanakan peran dan fungsinya. Manajemen keperawatan
adalahproses kerja setiap perawat untuk memberikan pengobatan dan kenyamanan
terhadap pasien. Tugas manager keperawatan adalah merencanakan, mengatur, mengarahkan
dan mengawasi keuangan yang ada, peralatan dan sumber daya manusia untuk
memberikan pengobatan yang efektif dan ekonomis kepada pasien (Gillies, 1994).
B.
Prinsip Umum Manajemen Keperawatan
Prinsip-prinsip manajemen secara umum menurut Fayol
terdiri dari:
1.
Division of working (pembagian
pekerjaan)
2.
Authority and responsibility (kewenangan
dan tanggungjawab)
3.
Dicipline (disiplin)
4.
Unity of command (kesaatuan
komando)
5.
Unity of direction (Kesatuan
arah)
6.
Subordination of individual to
generate interent (kepentingan individu
tundukpadakepentingan umum)
7.
Renumeration of personal (penghasilan
pegawai)
8.
Decentralization (desentralisasi)
9.
Scala of hierarchy (jenjang
hirarki)
10. Order
(keterlibatan)
11. Stability
of tunnure personal (stabilitas jabatan pegawai)
12. Equity
(keadilan)
13. Inisiative
(inisiatif)
14. Esprit
de corps (Kesetiawakawanan korps).
Seperti juga prinsip-prinsip
manajemen secara umum, prinsip-prinsipyang mendasari
manajemen keperawatan adalah:
1.
Manajemen keperawatan seyogianya
berlandaskan perencanaan, karena melalui fungsi perencanaan pimpinan/ pengelola
keperawatan dapat menurunkan risikoterhadap pengambilan keputusan dan pemecahan
masalah yang tidak efektif dantidak efisien
2.
Manajemen keperawatan dilaksanakan
melalui penggunaan waktu yang efektif. Manajer/ pengelola keperawatan yang
menghargai waktu akan menyusun perencanaan yang terprogram dengan baik dan
melaksanakan kegiatan sesuaidengan waktu dan perencanaan yang telah ditentukan
sebelumnya
3.
Manajemen keperawatan akan melibatkan
pengambilan keputusan. Berbagai situasi maupun permasalahan yang terjadi dalam
pengelolaan kegiatankeperawatan memerlukan pengambilan keputusan yang tepat
diberbagai tingkatmanajerial.
4.
Memenuhi kebutuhan asuhan keperawatan
pasien merupakan fokus perhatianmanajer/ pengelola keperawatan dengan
mempertimbangkan apa yang pasien lihat, pikir, yakini dan ingini. Kepuasan
pasien merupakan point utama dari tujuankeperawatan
5.
Manajemen keperawatan harus
terorganisir. Pengorganisasian dilakukan sesuaidengan kebutuhan organisasi
pelayanan untuk mencapai tujuan
6.
Pengarahan merupakan elemen kegiatan
manajemen keperawatan yang meliputiproses pendelegasian, supervisi, koordinasi
dan pengendalian pelaksanaan rencana
7.
Divisi keperawatan yang baik memotivasi
karyawan untuk memperlihatkan penampilan kinerja yang baik
8.
Manajemen keperawatan menggunakan
komunikasi yang efektif. Komunikasi yang efektif akan mengurangi kesalahpahaman
dan memberikan persamaan pandangan, arah dan pengertian diantara pegawai
9.
Pengembangan staf penting untuk
dilaksanakan sebagai upaya persiapan perawat-perawat pelaksana menduduki posisi
yang lebih tinggi ataupun upaya manajer keperawatan untuk meningkatkan
pengetahuan karyawan.
10. Pengendalian
merupakan elemen manajemen keperawatan yang meliputi penilaian tentang
pelaksanaan rencana yang telah dibuat, pemberian instruksi dan menetapkan
prinsip-prinsip melalui penetapan standar, membandingkan penampilan dengan
standar dan memperbaiki kekurangan yang ditemukan.
Berdasarkan prinsip-prinsip diatas maka para
administrator dan manajerkeperawatan seyogianya bekerja bersama-sama dalam
perencanaan dan pengorganisasian serta fungsi-fungsi manajemen lainnya untuk
mencapai tujuanyang telah ditetapkansebelumnya.
C.
Lingkup Manajemen Keperawatan
Mempertahankan kesehatan telah menjadi sebuah
industri besar yang melibatkan berbagai aspek upaya kesehatan. Pelayanan
kesehatan kemudian menjadi hak yangpaling mendasar bagi semua orang dan
memberikan pelayanan kesehatan yang memadai akan membutuhkan upaya perbaikan
menyeluruh sistem yang ada. Pelayanan kesehatan yang memadai ditentukan
sebagian besar oleh gambaran pelayanan keperawatan yang terdapat di dalamnya.
Keperawatan merupakan disiplin praktek klinis.
Manejer keperawatan yang efektif seyogianya memahami hal ini dan memfasilitasi
pekerjaan perawat pelaksana. Kegiatan perawat pelaksana meliputi:
1.
Menetapkan penggunaan proses keperawatan
2.
Melaksakan intervensi keperawatan
berdasarkan diagnosa
3.
Menerima ankotabilitas kegiatan
keperawatan yang dilaksakan oleh perawat
4.
Menerima ankotabilitas untuk hasil-hasil
keperawatan
5.
Mengendalikan lingkungan praktek
keperawatan.
Seluruh pelaksanaan kegiatan ini senantiasa
diinisiasi oleh para manajer keperawatanmelalui partisipasi dalam proses
manajemen keperawatan dengan melibatkan perawat pelaksana.
Berdasarkan gambaran diatas maka lingkup manajemen
keperawatan terdiri dari:
1.
Manajemen operasional
Pelayanan keperawatan di rumah sakit dikelola oleh
bidang perawatan yang terdiri dari tiga tingkat manajerial yaitu:
a.
Manajemen puncak
b.
Manajemen menengah
c.
Manajemen bawah
Tidak setiap orang memiliki kedudukan dalam
manajemen berhasil dalam kegiatannya. Ada beberapa faktor yang perlu dimiliki
oleh orang-orang tersebut agar pelaksanaannya berhasil, antara lain:
a.
Kemampuan menerapkan pengetahuan
b.
Ketrampilan kepemimpinan
c.
Kemampuan menjalankan peran sebagai
pemimpin
d.
Kemampuan melaksakan fungsi manajemen
2.
Manajemen asuhan keperawatan
Manajemen asuhan keperawatan merupakan suatu proses
keperawatan yangmenggunakan konsep-konsep manajemen didalamnya seperti
perencanaan,pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian atau evaluasi. Proses
keperawatan merupakan proses pemecahan masalah yang menekankan pada pengambilan
keputusan tentang keterlibatan perawat yang dibutuhkan pasien.
Menurut S. Suarli dan Yanyan Bahtiar (2002),
manajemen pada proses keperawatan mencakup manajemen pada berbagai tahap dalam
keperawatan, yaitu :
a.
Pengkajian
Pengkajian yaitu langkah awal dalam proses
keperawatan yang mengharuskan perawat setepat mungkin mendata pengalaman masa
lalu pasien, pengetahuan yang dimiliki, perasaan, dan harapan kesehatan dimasa
datang.
b.
Diagnosis
Diagnosis merupakan tahap pengambilan keputusan
professional dengan menganalisis data yang telah dikumpulkan. Keputusan yang
diambil dapat berupa rumusan diagnosis keperawatan, yaitu respon biopsikososio
spiritual terhadap masalah kesehatan actual maupun potensial.
c.
Perencanaan
Perencanaan keperawatan dibuat setelah perawat mampu
memformulasikan diagnosis keperawatan. Perawat memilih metode khusus dan
memilih sekumpulan tindakan alternative untuk menolong pasien mempertahankan
kesejahteraan yang optimal.
d.
Implementasi
Implementasi merupakan langkah berikutnya dalam
proses keperawatan semua kegiatan yang digunakan dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada pasien harus direncanakan untuk menunjang Tujuan pengobatan
medis, dan memenuhi Tujuan rencana keperawatan. Implementasi rencana asuhan
keperawatan berarti perawat mengarahkan, menolong, mengobservasi, dan mendidik
semua personil keperawatan yang terlibat dalam asuhan pasien tersebut.
e.
Evaluasi
Evaluasi adalah pertimbangan sistematis dan standar
dari Tujuan yang dipilih sebelumnya, dibandingkan dengan penerapan praktik yang
actual dan tingkat asuhan yang diberikan. Evaluasi keefektifan asuhan yang
diberikanhanya dapat dibuat jika Tujuan diidentifikasikan sebelumnya cukup
realistis, dan dapat dicapai oleh perawat, pasien, dan keluarga.
Kelima langkah dalam proses keperawatan ini
dilakukan terus menerus oleh perawat, melalui metode penugasan yang ditetapkan
oleh para menejer keperawatan sebelumnya. Para menejer keperawatan (terutama
menejer tingkat bawah) terlibat dalam proses menejerial yang melibatkan
berbagai fungsi manajemen, dalam rangka mempengaruhi dan menggerakkan bawahan.
Hal ini dilakukan agar mampu memberikan asuhan keperawatan yang memadai, dengan
kode etik dan standar praktik keperawatan.
D.
Proses Manajemen Keperawatan
Henry Fayol mengungkapkan ada lima fungsi manajemen
yang meliputi Planning,Organization, Command, Coordination, dan Control.
KonsepFayol tersebut dimodifikasi oleh Luther Gullick (Marquis & Huston,
2000) dalam bentuk tujuh aktivitas manajemenyang meliputi Planning, Organizing,
Staffing, Directing, Coordinating, Reporting,dan Budgeting.
Marquis dan Huston merangkum konsep yang dikemukakan
oleh Fayol dan Gullick dengan mengungkapkan bahwa proses manajemen keperawatan
terdiri dari planning, organizing, staffing, directing, dan controlling yang
membentuk suatu siklus proses manajemen.
Proses manajemen keperawatan dapat juga dilihat dari
pendekatan sistem, yaitu sebagai sistem terbuka dimana masing -masing komponen
saling berhubungan danberinteraksi serta dipengaruhi oleh lingkungan. Karena
merupakan suatu sistem maka akan terdiri dari lima elemen utama yaitu input,
process, output,control dan mekanisme umpan balik (feed back).
Input dari proses manajemen keperawatan antara lain
informasi, personil, peralatandan fasilitas.
Process dalam manajemen keperawatan adalah kelompok
manajer daritingkat pengelola keperawatan tertinggi sampai keperawat pelaksana
yang mempunyai tugas dan wewenang untuk melakukan perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan dalam pelaksanaan pelayanan
keperawatan.
Output adalah kualitasdari asuhan pelayanan
keperawatan, pengembangan staf dan riset.
Control yang digunakan dalam proses manajemen
keperawatan termasuk budget dari bagian keperawatan, evaluasi penampilan kerja
perawat, prosedur standar danakreditasi. Mekanisme umpan balik ( feed back )
berupa laporan finansial, auditkeperawatan, survey kendali mu tu dan penampilan
kerja perawat.
1.
Planning
Pada proses perencanaan, menentukan misi, visi,
tujuan, kebijakan, prosedur, dan peraturan-peraturan dalam pelayanan
keperawatan, kemudian membuat perkiraan proyeksi jangka pendek dan jangka
panjang serta menentukan jumlah biaya dan mengatur adanya perubahan berencana.
2.
Organizing
Meliputi beberapa kegiatan diantaranya adalah
menetapkan struktur organisasi, menentukan model penugasan keperawatan sesuai
dengan keadaan klien danketenagaan, mengelompokkan aktivitas-aktivitas untuk
mencapai tujuan dari unit,bekerja dalam struktur organisasi yang telah
ditetapkan dan memahami sertamenggunakan kekuasaan dan otoritas yang sesuai.
3.
Staffing
Meliputi kegiatan yang berhubungan dengan
kepegawaian diantaranya adalah rekruitmen, wawancara, mengorientasikan staf,
menjadwalkan dan mengsosialisasikan pegawai baru serta pengembangan staf.
4.
Directing
Meliputi pemberian motivasi, supervisi, mengatasi
adanya konflik, pendelegasian,cara berkomunikasi dan fasilitasi untuk
kolaborasi..
5.
Controlling
Meliputi pelaksanaan penilaian kinerja staf, pertanggungjawaban
keuangan, pengendalian mutu, pengendalian aspek legal dan etik serta
pengendalian profesionalisme asuhan keperawatan.
E.
Peran Manajemen Keperawatan
Peran dan fungsi manajemen keperawatan terdiri dari:
1.
Peran Interpersonal (Interpersonal Role)
Dalam peran interpersonal terdapat tiga peran
pemimpin yang muncul secara langsung dari otoritas formal yang dimiliki
pemimpin dan mencakup hubungan interpersonal dasar, yaitu:
a.
Peran sebagai yang dituakan (Figurehead
Role)
Karena posisinya sebagai pemimpin suatu unit
organisasi, pemimpin harus melaksanakan tugas-tugas seremonial seperti
menyambut tamu penting, menghadiri pernikahan anak buahnya, atau menjamu makan
siang pelanggan atau kolega. Kegiatan yang terkait dengan peran interpersonal
sering bersifat rutin, tanpa adanya komunikasi ataupun keputusan penting.
Meskipun demikian, kegiatan itu penting untuk memperlancar fungsi organisasi
dan tidak dapat diabaikan oleh seorang pemimpin.
b.
Peran sebagai pemimpin (Leader Role)
Seorang pemimpin bertanggungjawab atas hasil kerja
orang-orang dalam unit organisasi yang dipimpinnya. Kegiatan yang terkait
dengan itu berhubungan dengan kepemimpinan secara langsung dan tidak langsung.
Yang berkaitan dengan kepemimpinan secara langsung antara lain menyangkut
rekrutmen dan training bagi stafnya. Sedang yang berkaitan secara tidak
langsung antara lain seorang pemimpin harus memberi motivasi dan mendorong anak
buahnya. Pengaruh seorang pemimpin jelas terlihat pada perannya dalam memimpin.
Otoritas formal memberi seorang pemimpin kekuasaan potensial yang besar; tetapi
kepemimpinanlah yang menentukan seberapa jauh potensi tersebut bisa
direalisasikan.
c.
Peran sebagai Penghubung (Liaison
Role)
Literatur manajemen selalu mengakui peran sebagai
pemimpin, terutama aspek yang berkaitan dengan motivasi. Hanya baru-baru ini
saja pengakuan mengenai peran sebagi penghubung, di mana pemimpin menjalin
kontak di luar rantai komando vertikal, mulai muncul. Hal itu mengherankan,
mengingat banyaktemuan studi mengenai pekerjaan manajerial menunjukkan bahwa
pemimpin menghabiskan waktunya bersama teman sejawat dan orang lain dari luar
unitnya sama banyak dengan waktu yang dihabiskan dengan anak buahnya; sementara
dengan atasannya justru kecil. Pemimpin menumbuhkan dan memelihara kontak
tersebut biasanya dalam rangka mencari informasi. Akibatnya, peran sebagai
penghubung sering secara khusus diperuntukkan bagi pengembangan sitem informasi
eksternalnya sendiri yang bersifat informal, privat, verbal, tetapi efektif.
2.
Peran Informasional (Informational
Role)
Dikarenakan kontak interpersonalnya, baik dengan
anak buah maupun dengan jaringan kontaknya yang lain, seorang pemimpin muncul
sebagai pusat syaraf bagi unit organisasinya. Pemimpin bisa saja tidak tahu
segala hal, tetapi setidaknya tahu lebih banyak dari pada stafnya. Pemrosesan
informasi merupakan bagian utama (key part) dari tugas seorang pemimpin.
Tiga peran pemimpin berikut ini mendiskripsikan
aspek informasionaltersebut:
a.
Peran sebagai monitor (Monitor Role)
Sebagai yang memonitor, seorang pemimpin secara
terus menerus memonitor lingkungannya untuk memperoleh informasi, dia juga
seringkaliharus ’menginterogasi’ kontak serta anak buahnya, dan kadangkala
menerima informasi gratis, sebagian besar merupakan hasil jaringan kontak
personal yang sudah dikembangkannya. Perlu diingat, bahwa sebagian besar
informasi yang diperoleh pemimpin dalam perannya sebagai monitor datang dalam
bentuk verbal, kadang berupa gosip, sassus, dan spekulasi yang masih
membutuhkan konfirmasi dan verifikasi lebih lanjut.
b.
Peran sebagai disseminator (Disseminator
role)
Sebagian besar informasi yang diperoleh pemimpin
harus dimanfaatkan bersama (sharing) dan didistribusikan kepada anak buah yang
membutuhkan. Di samping itu ketika anak buahnya tidak bisa saling kontak dengan
mudah, pemimpinlah yang kadang-kadang harus meneruskan informasi dari anak buah
yang satu kepada yang lainnya.
c.
Peran sebagai Juru bicara (Spokesman
Role)
Sebagai juru bicara seorang pemimpin mempunyai hak
untuk menyampaikan informasi yang dimilikinya ke orang di luar unit
organisasinya.
3.
Peran Pengambilan Keputusan (Decisional
Role)
Informasi yang diperoleh pemimpin bukanlah tujuan
akhir, tetapi merupakan masukan dasar bagi pengambilan keputusan. Sesuai
otoritas formalnya, hanya pemimpinlah yang dapat menetapkan komitmen
organisasinya ke arah yang baru; dan sebagai pusat syaraf organisasi, hanya dia
yang memiliki informasi yang benar dan menyeluruh yang bisa dipakai untuk
memutuskan strategi organisasinya. Berkaitan dengan peran pemimpin sebagai
pengambil keputusan terdapat empat peran pemimpin, yaitu:
a.
Peran sebagai wirausaha (Entrepreneur
Role)
Sebagai wirausaha, seorang pemimpin harus berupaya
untuk selalu memperbaiki kinerja unitnya dan beradaptasi dengan perubahan
lingkungan di mana organisasi tersebut eksis. Dalam perannya sebagai wirausaha,
seorang pemimpin harus selalu mencari ide-ide baru dan berupaya menerapkan ide
tersebut jika dianggap baik bagi perkembangan organisasi yang dipimpinnya.
b.
Peran sebagai pengendali gangguan (Disturbance
handler Role)
Peran sebagai pengendali gangguan memotret keharusan
pemimpin untuk merespon tekanan-tekanan yang dihadapi organisasinya. Di sini
perubahan merupakan sesuatu di luar kendali pemimpin. Dia harus bertindak
karena adanya tekanan situasi yang kuat sehingga tidak bisa diabaikan. Pemimpin
seringkali harus menghabiskan sebagian besar waktunya untuk merespon gangguan
yang menekan tersebut. Tidak ada organisasi yang berfungsi begitu mulus, begitu
terstandardisasi, yaitu telah memperhitungkan sejak awal semua situasi lingkungan
yang penuh ketidakpastian. Gangguan timbul bukan saja karena pemimpin bodoh
mengabaikan situasi hingga situasi tersebut mencapai posisi kritis, tetapi juga
karena pemimpin yang baik tidak mungkin mengantisipasi semua konsekuensi dari
setiap tindakannya.
c.
Peran sebagai yang mengalokasikan
sumberdaya (Resource allocator Role)
Pada diri pemimpinlah terletak tanggung jawab
memutuskan siapa akan menerima apa dalam unit organisasinya. Mungkin,
sumberdaya terpenting yang dialokasikan seorang pemimpin adalah waktunya.
Perludiingat bahwa bagi seseorang yang memiliki akses ke pemimpin berarti dia
bersinggungan dengan pusat syaraf unit organisasi dan pengambil keputusan.
Pemimpin juga bertugas untuk mendesain struktur organisasi, pola hubungan
formal, pembagian kerja dan koordinasi dalam unit yang dipimpinnya.
d.
Peran sebagai negosiator (Negotiator
Role)
Banyak studi mengenai kerja manajerial
mengindikasikan bahwa pemimpin menghabiskan cukup banyak waktunya dalam
negosiasi. Sebagaimana dikemukakan Leonard Sayles, negosiasi merupakan way
of life dari seorang pemimpin yang canggih. Negosiasi merupakan
kewajiban seorang pemimpin, mungkin rutin, tetapi tidak boleh dihindari.
Negosiasi merupakan bagian integral dari tugas pemimpin, karena hanya dia yang
memiliki otoritas untuk bisa memberikan komitmen sumberdaya organisasi, dan
hanya dia yang memiliki pusat syaraf informasi yang dibutuhkan dalam melakukan
negosiasi penting.
F.
Fungsi Manajemen Dalam Keperawatan
Manajemen oleh para penulis dibagi atas beberapa
fungsi, pembangian fungsi-fungsi manajemen ini tujuannya adalah:
1.
Supaya sistematika urutan pembahasannya
lebih teratur
2.
Agar analisis pembahasannya lebih mudah
dan lebih mendalam
3.
Untuk menjadi pedoman pelaksanaan proses
manajemen bagi manajer
Fungsi-fungsi manajemen adalah serangkaian kegiatan
yang dijalankan dalam manajemen berdasarkan fungsinya masing-masing dan
mengikuti satu tahapan-tahapan tertentu dalam pelaksanaannya. Fungsi-fungsi
manajemen, sebagaimana diterangkan oleh Nickels, McHug and McHugh (1997), terdiri
dari empat fungsi, yaitu:
1.
Perencanaan
Perencanaan atau Planning, yaitu proses yang
menyangkut upaya yang dilaku-kan untuk mengantisipasi kecenderungan di masa
yang akan datang dan penentuan strategi dan taktik yang tepat untuk mewujudkan
target dan tujuan organisasi. Di antara kecenderungan dunia bisnis sekarang,
misalnya, bagaimana merencanakan bisnis yang ramah lingkungan, bagaimana
merancang organisasi bisnis yang mampu bersaing dalam persaingan global, dan
lain sebagainya.
2.
Pengorganisasian
Pengorganisasian atau Organizing, yaitu proses yang
menyangkut bagaimana strategi dan taktik yang telah dirumuskan dalam
perencanaan didesain dalam sebuah struktur organisasi yang cepat dan tangguh,
sistem dan lingkungan organisasi yang kondusif, dan bisa memastikan bahwa semua
pihak dalam orga¬nisasi bisa bekerja secara efektif dan efisien guna pencapaian
tujuan organisasi.
3.
Pengimplementasian
Pengimplementasian atau Directing, yaitu proses
implementasi program agar bisa dijalankan oleh seluruh pihak dalam organisasi
serta proses memotivasi agar semua pihak tersebut dapat menjalankan tanggung
jawabnya dengan penuh kesadaran dan produktivitas yang tinggi.
4.
Pengendalian
Pengendalian dan Pengawasan arau Controlling, yaitu
proses yang dilakukan untuk memastikan seluruh rangkaian kegiatan yang telah
direncanakan, di¬organisasikan, dan diimplementasikan bisa berjalan sesuai
dengan target yang diharapkan sekalipun berbagai perubahan terjadi dalam
lingkungan dunia bisnis yang dihadapi.
Banyak ahli yang berbeda pandangan mengenai fungsi
manajemen akan tetapi esensinya tetap sama, bahwa:
1.
Manajemen terdiri dari berbagai proses
yang terdiri dari tahapan-tahapan tertentu yang berfungsi untuk mencapai tujuan
organisasi.
2.
Setiap tahapan memiliki keterkaitan satu
sama lain dalam pencapaian tujuan organisasi
Secara diagramatis, jika kita kaitkan antara tujuan
organisasi (yang harus dicapai secara efektif dan efisien) dan sumber-sumber
daya organsaisi dengan fungsi-fungsi manajemen yang baru saja diterangkan.
Fungsi-fungsi manajemen diperlukan agar keseluruhan
sumber daya organisasi dapat dikelola dan dipergunakan secara efektif dan
efisien sehingga tujuan organisasi dapat tercapai.
Kegiatan-kegiatna dalam fungsi menajamen
1.
Fungsi Perencanaan (Planning)
a.
Menetapkan tujuan dan target bisnis
b.
Merumuskan strategi untuk mencapai
tujuan dan target bisnis tersebut
c.
Menentukan sumber-sumber daya yang
diperlukan
d.
Menetapkan standar/indikator
keberhasilan dalam pencapaian tujuan dan target bisnis
2.
Fungsi Pengorganisasian (Organizing)
a.
Mengalokasikan sumber daya, merumuskan
dan amenetapkan tugas, dan menetapkan rposedur yang diperlukan
b.
Menetapkan struktur ornganisasi yang
menunjukkan adanya garis kewenangan dan tanggung jawab
c.
Kegiatna perekrutan, penyeleksian,
pelatihan, dan pengembangan sumber daya mansuia/tenaga kerja
d.
Kegiatan penempatan sumber daya manusia
pada posisi yang paling tepat
3.
Fungsi pengimplementasian (Directing)
a.
Mengimplementasikan proses kepemimpinan,
pembimbingan, dan pemberian motivasi kepada tenaga kerja agar dapat bekerja
secara efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan
b.
Memberikan tugas dan penjelasan rutin
mengenai pekerjaan menjelaskan kebijakan yagn ditetapkan
4.
Fungsi Pengawasan (Controlling)
a.
Mengevaluasi keberhasilan dalam
pencapaian tujuan dan target bisnis sesuai dengan indikator yang telah
ditetapkan
b.
Mengambil langkah klarifikasi dan
koreksi atas penyimpangan yang mungkin ditemukan
c.
Melakukan berbagai alternatif solusi
atas bnerbagai masalah yang terkait dengan pencapaian tujuan dan target bisnis.
DAFTAR PUSTAKA
Kontoro,
Agus. 2010. Buku Ajar
Manajemen Keperawatan. Yogyakarta :
Nuha Medika.
Gillies,
D. A. 1994. Nursing management : A system approach,Third edition .Philadelphia:
WB. Saunders Company.
Marguis
& Huston. 2000. Leadership role and management in nursing:
theoryandapplication. Philadelphia: Lippincott.
S.
Suarli dan Bahtiar, Yanyan. 2002. Manajemen Keperawatan dengan
PendekatanPraktis. Jakarta: Erlangga Medical Series.
Swamburg.
2000. Management and leadership for nurse manager. Boston: Jones
andBarlett Publishers
Drs.
H. Malayu S.P. Hasibuan, Dasar-Dasar Perbankan, Jakarta: Bumi Aksara,
2004,
Rahmat,
Definisi Manajemen, disalin dari website:
http://blog.re.or.id/definisi-manajemen.htm
Hasibuan,
Malayu, Manajemen= Dasar, Pengertian dan Masalah, (PT Bumi Aksara: Jakarta),
2005
Trisnawati
Sule, Ernie, Pengantar Manajemen, (KEncana: Jakarta), hal. 8