LAPORAN
PENDAHULUAN
TUBERCULOSIS
PARU PADA ANAK
DISUSUN OLEH :
ATTIH HARTINI SUTISNA, S.Kep
NIM : 4012180010
PROGRAM
PROFESI NERS
STIKES
BINA PUTERA BANJAR
TAHUN
2017/2018
|
LAPORAN PENDAHULUAN
TUBERKULOSIS PARU PADA ANAK
A. Pengertian
Penyakit tuberculosis pada
bayi dan anak disebut juga tuberculosis primer dan merupakan suatu penyakit
sistemik.Tuberculosis primer biasanya mulai secara perlahan-lahan sehingga
sukar ditentukan saat timbulnya gejala pertama. Kadang terdapat keluhan demam yang
tidak diketahui sebabnya dan sering disertai tanda-tanda infeksi saluran napas
bagian atas. Penyakit ini bila tidak diobati sedini mungkin dan
setepat-tepatnya dapat tmbul komplikasi yang berat dan reinfeksi pada usia
dewasa.
Tuberculosis
merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis dan
mycobacterium bovis (jaringan oleh mycobacterium avium). Basil
tuberculosis dapat hidup dan tetap virulen beberapa minggu dalam keadaan
kering, tetapi mati di dalam cairan yang bersuhu 60⁰ selama 15-20 menit. Fraksi protein basil tyberkulosis menyebabkan nekrosis
jaringan, sendang lemaknya menyebabkan sifat tahan asam dan merupakan factor
penyebab untuk terjadinya fibrosis serta terbentuknya sel epiteloid dan
tuberkel. Basil tuberculosis tidak membentuk toksin.
Penularan tuberkolosis umumnya
melalui udara hingga sebagaian besar fokus primer tuberculosis terdapat dalam
paru. Selain melalui udara penularan dapat peroral jika meminum susu yang
mengandung basil tuberculosis bovis. Ada mikrobakterium lain yakni
mycobacterium atipic yang dapat menyebabkan penyakit menyerupai tuberculosis.
Penyakit tuberculosis pada
bayi dan anak disebut juga tuberculosis primer dan merupakan suatu penyakit
sistemik.Tuberculosis primer biasanya mulai secara perlahan-lahan sehingga
sukar ditentukan saat timbulnya gejala pertama. Kadang terdapat keluhan demam
yang tidak diketahui sebabnya dan sering disertai tanda-tanda infeksi saluran
napas bagian atas. Penyakit ini bila tidak diobati sedini mungkin dan
setepat-tepatnya dapat tmbul komplikasi yang berat dan reinfeksi pada usia
dewasa.
Tuberculosis merupakan
penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis dan
mycobacterium bovis (jaringan oleh mycobacterium avium). Basil
tuberculosis dapat hidup dan tetap virulen beberapa minggu dalam keadaan
kering, tetapi mati di dalam cairan yang bersuhu 60⁰ selama 15-20 menit. Fraksi protein basil tyberkulosis menyebabkan nekrosis
jaringan, sendang lemaknya menyebabkan sifat tahan asam dan merupakan factor
penyebab untuk terjadinya fibrosis serta terbentuknya sel epiteloid dan
tuberkel. Basil tuberculosis tidak membentuk toksin.
Penularan tuberkolosis umumnya
melalui udara hingga sebagaian besar fokus primer tuberculosis terdapat dalam
paru. Selain melalui udara penularan dapat peroral jika meminum susu yang
mengandung basil tuberculosis bovis. Ada mikrobakterium lain yakni
mycobacterium atipic yang dapat menyebabkan penyakit menyerupai tuberculosis.
Penyakit TBC adalah penyakit
menular yang disebabkan oleh mikrobakterium tuberkulosis. Kuman batang aerobik
dan tahan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Sebagian
besar kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh
lainya(Depkes RI, 2002).
Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh kuman/bakteri Mycobacterium tuberculosis.
Kuman ini pada umumnya menyerang paru - paru dan sebagianlagi dapat menyerang
di luar paru - paru, seperti kelenjar getah bening(kelenjar), kulit,
usus/saluran pencernaan, selaput otak, dan sebagianya(Laban, 2008).
B. Etiologi
Tuberkulosis anak merupakan penyakit menular yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini menyebar dari satu orang
ke orang lain melalui percikan dahak (droplet nuclei) yang dibatukkan. Jadi
kalau Cuma bersin atau tukar-menukar piring atau gelas minum tidak akan terjadi
penularan (Aditama, 2000).
1.
Merokok pasif
Merokok pasif bisa berdampak pada sistem kekebalan anak, sehingga
meningkatkan risiko tertular. Pajanan pada asap rokok mengubah fungsi sel,
misalnya dengan menurunkan tingkat kejernihan zat yang dihirup dan kerusakan
kemampuan penyerapan sel dan pembuluh darah (Reuters Health, 2007).
2.
Faktor Risiko TBC anak (admin., 2007)
a.
Resiko infeksi TBC
Anak yang memiliki kontak dengan orang dewasa dengan
TBC aktif, daerah endemis, penggunaan obat-obat intravena, kemiskinan serta
lingkungan yang tidak sehat. Pajanan terhadap orang dewasa yang infeksius.
Resiko timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa ke anak akan lebih tinggi
jika pasien dewasa tersebut mempunyai BTA sputum yang positif, terdapat
infiltrat luas pada lobus atas atau kavitas produksi sputum banyak dan encer,
batuk produktif dan kuat serta terdapat faktor lingkungan yang kurang sehat,
terutama sirkulasi udara yang tidak baik. Pasien TBC anak jarang menularkan
kuman pada anak lain atau orang dewasa disekitarnya, karena TBC pada anak
jarang infeksius, hal ini disebabkan karena kuman TBC sangat jarang ditemukan
pada sekret endotracheal, dan jarang terdapat batuk5. Walaupun terdapat batuk
tetapi jarang menghasilkan sputum. Bahkan jika ada sputum pun, kuman TBC jarang
sebab hanya terdapat dalam konsentrasi yang rendah pada sektret endobrokial
anak.
b.
Resiko Penyakit TBC
Anak ≤ 5 tahun mempunyai resiko lebih besar mengalami
progresi infeksi menjadi sakit TBC, mungkin karena imunitas selulernya belum
berkembang sempurna (imatur). Namun, resiko sakit TBC ini akan berkurang secara
bertahap seiring pertambahan usia. Pada bayi < 1 tahun yang terinfeksi TBC,
43% nya akan menjadi sakit TBC, sedangkan pada anak usia 1-5 tahun, yang
menjadi sakit hanya 24%, pada usia remaja 15% dan pada dewasa 5-10%. Anak <
5 tahun memiliki resiko lebih tinggi mengalami TBC diseminata dengan angka
kesakitan dan kematian yang tinggi . Konversi tes tuberkulin dalam 1- 2 tahun
terakhir, malnutrisi, keadaan imunokompromis, diabetes melitus, gagal ginjal
kronik dan silikosis. Status sosial ekonomi yang rendah, penghasilan yang
kurang, kepadatan hunian, pengangguran, dan pendidikan yang rendah.
C. Patofisiologi
Berbeda dengan TBC pada orang dewasa, TBC pada anak
tidak menular. Pada TBC anak, kuman berkembang biak di kelenjar paru-paru.
Jadi, kuman ada di dalam kelenjar, tidak terbuka. Sementara pada TBC dewasa,
kuman berada di paru-paru dan membuat lubang untuk keluar melalui jalan napas.
Nah, pada saat batuk, percikan ludahnya mengandung kuman. Ini yang biasanya
terisap oleh anak-anak, lalu masuk ke paru-paru (Wirjodiardjo, 2008).
Proses penularan tuberculosis dapat melalui proses
udara atau langsung, seperti saat batuk. Terdapat dua kelompok besar penyakit
ini diantaranya adalah sebagai berikut: tuberculosis
paru primer dan tuberculosis post primer. Tuberculosis primer sering terjadi
pada anak, proses ini dapat dimulai dari proses yang disebut droplet nuklei,
yaitu statu proses terinfeksinya partikel yang mengandung dua atau lebih kuman
tuberculosis yang hidup dan terhirup serta diendapkan pada permukaan alveoli,
yang akan terjadi eksudasi dan dilatasi pada kapiler, pembengkakan sel endotel
dan alveolar, keluar fibrin serta makrofag ke dalam alveolar spase.
Tuberculosis post primer, dimana penyakit ini terjadi pada pasien yang
sebelumnya terinfeksi oleh kuman Mycobacterium tuberculosis (Hidayat, 2008).
Sebagian besar infeksi tuberculosis menyebar melalui
udara melalui terhirupnya nukleus droplet yang berisikan mikroorganisme basil
tuberkel dari seseorang yang terinfeksi. Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas yang diperantarai
oleh sel dengan sel elector berupa makropag dan limfosit (biasanya sel T)
sebagai sel imuniresponsif. Tipe imunitas ini melibatkan pengaktifan makrofag
pada bagian yang terinfeksi oleh limfosit dan limfokin mereka, responya berupa
reaksi hipersentifitas selular (lambat). Basil tuberkel yang mencapai permukaan
alveolar membangkitkan reaksi peradangan yaitu ketika leukosit digantikan oleh
makropag. Alveoli yang terlibat mengalami konsolidasi dan timbal pneumobia
akut, yang dapat sembuh sendiri sehingga tidak terdapat sisa, atau prosesnya
dapat berjalan terus dengan bakteri di dalam sel-sel (Price dan Wilson, 2006).
Drainase limfatik basil tersebut juta masuk ke
kelenjar getah bening regional dan infiltrasi makrofag membentuk tuberkel sel
epitelloid yang dikelilingi oleh limfosit. Nekrosis sel menyebabkan gambaran
keju (nekrosis gaseosa), jeringan grabulasi yang disekitarnya pada sel-sel
epitelloid dan fibroblas dapat lebih berserat, membentuk jatingan parut
kolagenosa, menghasilkan kapsul yang mengeliligi tuberkel. Lesi primer pada
paru dinamakan fokus ghon, dan kombinasi antara kelenjar getah bening yang
terlibat dengan lesi primer disebut kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami
kalsifikasi dapat terlihat dalam pemeriksaan foto thorax rutin pada seseorang
yang sehat (Price dan Wilson, 2006).
Tuberculosis paru termasuk insidias. Sebagian besar
pasien menunjukkan demam tingkat rendah, keletihan, anorexia, penurunan berat
badan, berkeringat malam, nyeri dada dan batuk menetal. Batuk pada awalnya
mungkin nonproduktif, tetapi dapat berkembang ke arah pembentukan sputum
mukopurulen dengan hemoptisis. Tuberculosis dapat mempunyai manifestasi
atipikal pada anak seperti perilaku tidak biasa dan perubahan status mental,
demam, anorexia dan penurunan berat badan. Basil tuberkulosis dapat bertahan
lebih dari 50 tahun dalam keadaan dorman (Smeltzer dan Bare, 2002).
Menurut Admin (2007) patogenesis penyakit tuberkulosis
pada anak terdiri atas :
1.
Infeksi Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama
kali dengan kuman TBC. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga
dapat melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus, dan terus berjalan
sehingga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TBC
berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru, yang
mengakibatkan peradangan di dalam paru. Saluran limfe akan membawa kuman TBC ke
kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer
predileksinya disemua lobus, 70% terletak subpelura. Fokus primer dapat
mengalami penyembuhan sempurna, kalsifikasi atau penyebaran lebih lanjut. Waktu
antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah sekitar 4-6
minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi
tuberkulin dari negatif menjadi positif.
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari
banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas
seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan
perkembangan kuman TBC2. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap
sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang kadang daya tahan tubuh
tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan,
yang bersangkutan akan menjadi penderita TBC. Masa inkubasi, yaitu waktu yang
diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.
2.
TBC Pasca Primer (Post Primary TBC)
TBC pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa
bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh
menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari TBC
pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya
kavitas atau efusi pleura.
D. Manifestasi
Klinik
Menurut Wirjodiardjo (2008) gejala TBC pada anak tidak
serta-merta muncul. Pada saat-saat awal, 4-8 minggu setelah infeksi, biasanya
anak hanya demam sedikit. Beberapa bulan kemudian, gejalanya mulai muncul di
paru-paru. Anak batuk-batuk sedikit. Tahap berikutnya (3-9 bulan setelah
infeksi), anak tidak napsu makan, kurang gairah, dan berat badan turun tanpa
sebab. Juga ada pembesaran kelenjar di leher, sementara di paru-paru muncul
gambaran vlek. Pada saat itu, kemungkinannya ada dua, apakah akan muncul gejala
TBC yang benar-benar atau sama sekali tidak muncul. Ini tergantung kekebalan
anak. Kalau anak kebal (daya tahan tubuhnya bagus), TBC-nya tidak muncul. Tapi
bukan berarti sembuh. Setelah bertahun-tahun, bisa saja muncul, bukan di
paru-paru lagi, melainkan di tulang, ginjal, otak, dan sebagainya. Ini yang
berbahaya dan butuh waktu lama untuk penyembuhannya.
Riwayat penyakit TBC anak sulit dideteksi penyebabnya, Penyebab TBC adalah kuman TBC
(mycobacterium tuberculosis). Sebetulnya, untuk mendeteksi bakteri TBC (dewasa)
tidak begitu sulit. Pada orang dewasa bisa dideteksi dengan pemeriksaan dahak
langsung dengan mikroskop atau dibiakkan dulu di media. Mendeteksi TBC anak sangat sulit, karena tidak mengeluarkan kuman pada
dahaknya dan gejalanya sedikit. Diperiksa dahaknya pun tidak akan keluar,
sehingga harus dibuat diagnosis baku untuk mendiagnosis anak TBC sedini
mungkin. Yang harus dicermati pada saat diagnosis TBC anak adalah riwayat
penyakitnya. Apakah ada riwayat kontak anak dengan pasien TBC dewasa. Kalau ini
ada, agak yakin anak positif TBC (Wirjodiardjo, 2008).
Gejala-gejala lain untuk diagnosa antara lain
(Wirjodiardjo, 2008):
1.
Apakah anak sudah mendapat imunisasi BCG semasa kecil.
Atau reaksi BCG sangat cepat. Misalnya, bengkak hanya seminggu setelah
diimunisasi BCG. Ini juga harus dicurigai TBC, meskipun jarang.
2.
Berat badan anak turun tanpa sebab yang jelas, atau
kenaikan berat badan setiap bulan berkurang.
3.
Demam lama atau berulang tanpa sebab. Ini juga jarang
terjadi. Kalaupun ada, setelah diperiksa, ternyata tipus atau demam berdarah.
4.
Batuk lama, lebih dari 3 minggu. Ini terkadang
tersamar dengan alergi. Kalau tidak ada alergi dan tidak ada penyebab lain,
baru dokter boleh curiga kemungkinan anak terkena TBC.
5.
Pembesaran kelenjar di kulit, terutama di bagian
leher, juga bisa ditengarai sebagai kemungkinan gejala TBC. Yang sekarang sudah
jarang adalah adanya pembesaran kelenjar di seluruh tubuh, misalnya di
selangkangan, ketiak, dan sebagainya.
6.
Mata merah bukan karena sakit mata, tapi di sudut mata
ada kemerahan yang khas.
7.
Pemeriksaan lain juga dibutuhkan diantaranya
pemeriksaan tuberkulin (Mantoux Test, MT) dan foto. Pada anak normal, Mantoux
Test positif jika hasilnya lebih dari 10 mm. Tetapi, pada anak yang gizinya
kurang, meskipun ada TBC, hasilnya biasanya negatif, karena tidak memberikan
reaksi terhadap MT.
Menurut Supriyatno (2009) skrining tuberkulosis pada
anak antara lain : Sesungguhnya mendiagnosa
tuberculosis pada anak, terlebih pada anak-anak yang masih sangat kecil, sangat
sulit. Diagnosa tepat TBC tak lain dan tak bukan adalah dengan menemukan
adanya Mycobacterium tuberculosis yang hidup dan aktif dalam tubuh suspect TB atau orang yang diduga
TBC. Caranya? Yang paling mudah adalah dengan melakukan tes dahak.
Pada orang dewasa, hal ini tak sulit dilakukan. Tapi lain ceritanya, pada
anak-anak karena mereka, apalagi yang masih usia balita, belum mampu
mengeluarkan dahak. Karenanya, diperlukan alternatif lain untuk
mendiagnosa TB pada anak.
Kesulitan lainnya, tanda-tanda dan gejala TB pada anak
seringkali tidak spesifik (khas). Cukup banyak anak yang overdiagnosed sebagai pengidap TB, padahal
sebenarnya tidak. Atauunderdiagnosed, maksudnya terinfeksi atau
malah sakit TB tetapi tidak terdeteksi sehingga tidak memperoleh penanganan
yang tepat. Diagnosa TBC pada anak tidak dapat ditegakkan hanya dengan 1
atau 2 tes saja, melainkan harus komprehensif. Karena tanda-tanda dan
gejala TB pada anak sangat sulit dideteksi, satu-satunya cara untuk memastikan
anak terinfeksi oleh kuman TB, adalah melalui uji Tuberkulin (tes Mantoux). Tes
Mantoux ini hanya menunjukkan apakah seseorang terinfeksiMycobacterium
tuberculosis atau tidak, dan sama sekali
bukan untuk menegakkan diagnosa atas penyakit TB. Sebab, tidak semua
orang yang terinfeksi kuman TB lalu menjadi sakit TB.
Sistem imun tubuh mulai menyerang bakteri TB,
kira-kira 2-8 minggu setelah terinfeksi. Pada kurun waktu inilah tes
Mantoux mulai bereaksi. Ketika pada saat terinfeksi daya tahan tubuh
orang tersebut sangat baik, bakteri akan mati dan tidak ada lagi infeksi dalam
tubuh. Namun pada orang lain, yang terjadi adalah bakteri tidak aktif
tetapi bertahan lama di dalam tubuh dan sama sekali tidak menimbulkan
gejala. Atau pada orang lainnya lagi, bakteri tetap aktif dan orang
tersebut menjadi sakit TB.
Uji ini dilakukan dengan cara menyuntikkan sejumlah
kecil (0,1 ml) kuman TBC, yang telah dimatikan dan dimurnikan, ke dalam lapisan
atas (lapisan dermis) kulit pada lengan bawah. Lalu, 48 sampai 72 jam
kemudian, tenaga medis harus melihat hasilnya untuk diukur. Yang diukur
adalah indurasi (tonjolan keras tapi tidak sakit) yang terbentuk, bukan warna
kemerahannya (erythema). Ukuran dinyatakan dalam milimeter, bukan
centimeter. Bahkan bila ternyata tidak ada indurasi, hasil tetap harus
ditulis sebagai 0 mm.
Secara umum, hasil tes Mantoux ini dinyatakan positif
bila diameter indurasi berukuran sama dengan atau lebih dari 10 mm.
Namun, untuk bayi dan anak sampai usia 2 tahun yang tanpa faktor resiko TB,
dikatakan positif bila indurasinya berdiameter 15 mm atau lebih. Hal ini
dikarenakan pengaruh vaksin BCG yang diperolehnya ketika baru lahir, masih
kuat. Pengecualian lainnya adalah, untuk anak dengan gizi buruk atau anak
dengan HIV, sudah dianggap positif bila diameter indurasinya 5 mm atau lebih.
Namun tes Mantoux ini dapat memberikan hasil yang
negatif palsu (anergi), artinya hasil negatif padahal sesungguhnya
terinfeksi kuman TB. Anergi dapat terjadi apabila anak mengalami
malnutrisi berat atau gizi buruk (gizi kurang tidak menyebabkan anergi), sistem
imun tubuhnya sedang sangat menurun akibat mengkonsumsi obat-obat tertentu,
baru saja divaksinasi dengan virus hidup, sedang terkena infeksi virus, baru
saja terinfeksi bakteri TB, tata laksana tes Mantoux yang kurang benar.
Apabila dicurigai terjadi anergi, maka tes harus diulang.
E. Komplikasi
Komplikasi
Yang dapat terjadi adalah sebagai berikut :
1.
Meningitis
2.
Spondilitis
3.
Pleuritis
4.
Bronkopneumoni
5.
Atelektasis
Hemoptisis
berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian
karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial. Bronkiectasis (pelebaran
bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan
atau reaktif) pada paru. Pneumotorak (adanya udara didalam rongga pleura)
spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru. Penyebaran infeksi ke
organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya.
Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).
F.
Penatalaksanaan Medis
Menurut Price dan Wilson (2006) pengobatan TBC terutama berupa pemberian obat
antimikroba dalam jangka waktu lama. Obat-obat ini juga dapat digunakan untuk
mencegah timbulnya penyakit klinis. ATS (1994) menekankan tiga prinsip dalam
pengobatan tuberculosis yang berdasarkan pada:
1.
Regimen harus termasuk obat-obat multiple yang sensitif terhadap mikroorganisme.
2.
Obat-obatan harus diminum secara teratur.
3.
Terapi obat harus dilakukan terus menerus dalam waktu
yang cukup untuk menghasilkan terapi yang paling efektif dan paling aman pada
waktu yang paling singkat.
Obat anti tuberculosis (OAT) harus diberikan dalam
kombinasi sedikitnya dua obat yang bersifat bakterisid dengan atau tanpa obat
ketiga. Tujuan dari pengobatan ini adalah (FKUI, 2001):
1.
Membuat konversi sputum BTA positif menjadi negatif
secepat mungkin melalui kegiatan bakterisid.
2.
Mencegah kekambuhan dalam tahun pertama estela
pengobatan dengan kegiatan sterilisasi.
3.
Menghilangkan atau mengurangi gejala dan lesi melalui
perbaikan daya tahan imunologis.
G. Penatalaksanaan
Perawatan
Menurut Hidayat (2008) perawatan anak dengan
tuberculosis dapat dilakukan dengan melakukan :
1.
Pemantauan tanda-tanda infeksi sekunder
2.
Pemberian oksigen yang adekuat
3.
Latihan batuk efektif
4.
Fisioterapi dada
5.
Pemberian nutrisi yang adekuat
6.
Kolaburasi pemberian obat antutuberkulosis (seperti:
isoniazid, streptomisin, etambutol,
rifamfisin, pirazinamid dan lain-lain)
7.
Intervensi yang dapat dilakukan untuk menstimulasi
pertumbuhan perkembangan anak yang tenderita tuberculosis dengan membantu
memenuhi kebutuhan aktivitas sesuai dengan usia dan tugas perkembangan, yaitu (Suriadi
dan Yuliani, 2001) :
a.
Memberikan aktivitas ringan yang sesuai dengan usia
anak (permainan, ketrampilan tangan, vidio game, televisi)
b.
Memberikan makanan yang menarik untuk memberikan
stimulus yang bervariasi bagi anak
c.
Melibatkan anak dalam mengatur jadual harian dan
memilih aktivitas yang diinginkan
d.
Mengijinkan anak untuk mengerjakan tugas sekolah
selama di rumah sakit, menganjurkan anak untuk berhubungan dengan teman melalui
telepon jika memungkinkan
H. Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
a.
Identitas
Data Umum (selain identitas klien, juga identitas orangtua; asal kota dan
daerah, jumlah keluarga)
b.
Keluhan
Utama (penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit)
c.
Riwayat
kehamilan dan kelahiran
1)
Prenatal :
(kurang asupan nutrisi , terserang penyakit infeksi selama hamil
2)
Intranatal :
Bayi terlalu lama di jalan lahir , terjepit jalan lahir, bayi menderita caput
sesadonium, bayi menderita cepal hematom
3)
Post Natal :
kurang asupan nutrisi , bayi menderita penyakit infeksi , asfiksia ikterus
d.
Riwayat Masa
Lampau
1)
Penyakit
yang pernah diderita (tanyakan, apakah klien pernah sakit batuk yang lama dan
benjolan bisul pada leher serta tempat kelenjar yang lainnya dan sudah diberi
pengobatan antibiotik tidak sembuh-sembuh? Tanyakan, apakah pernah berobat tapi
tidak sembuh? Apakah pernah berobat tapi tidak teratur?)
2)
Pernah
dirawat dirumah sakit
3)
Obat-obat
yang digunakan/riwayat Pengobatan
4)
Riwayat
kontak dengan penderita TBC
5)
Alergi
6)
Daya tahan
yang menurun.
7)
Imunisasi/Vaksinasi
: BCG
e.
Riwayat Penyakit
Sekarang (Tanda dan gejala klinis TB serta terdapat benjolan/bisul pada
tempat-tempat kelenjar seperti: leher, inguinal, axilla dan sub mandibula)
f.
Riwayat
Keluarga (adakah yang menderita TB atau Penyakit Infeksi lainnya, Biasanya
keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama
g.
Riwayat
Kesehatan Lingkungan dan sosial ekonomi
1)
Lingkungan
tempat tinggal (Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman yang padat,
ventilasi rumah yang kurang, jumlah anggota keluarga yang banyak), pola
sosialisasi anak.
2)
Kondisi
rumah
3)
Merasa
dikucilkan
4)
Aspek
psikososial (Tidak dapat berkomunikasi dengan bebas, menarik diri)
5)
Biasanya
pada keluarga yang kurang mampu
6)
Masalah
berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan
biaya yang banyak
7)
Tidak bersemangat
dan putus harapan.
h.
Riwayat
psikososial spiritual (Yang mengasuh, Hubungan dengan anggota keluarga,
Hubungan dengan teman sebayanya, Pembawaan secara umum, Pelaksanaan spiritual)
i.
Pola fungsi
kesehatan.
1)
Pola
persepsi sehat dan penatalaksanaan kesehatan.
2)
Keadaan
umum: alergi, kebiasaan, imunisasi. Pola nutrisi – metabolik. Anoreksia, mual,
tidak enak diperut, BB turun, turgor kulit jelek, kulit kering dan kehilangan
lemak sub kutan, sulit dan sakit menelan, turgor kulit jelek.
3)
Pola
eliminasi. Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran
kanan atas dan hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan
splenomegali.
4)
Pola
aktifitas-latihan Sesak nafas, fatique, tachicardia, aktifitas berat timbul
sesak nafas (nafas pendek).
5)
Pola tidur
dan istirahat Iritable, sulit tidur, berkeringat pada malam hari.
6)
Pola
kognitif perseptual. Kadang terdapat nyeri tekan pada nodul limfa, nyeri tulang
umum, takut, masalah finansial, umumnya dari keluarga tidak mampu.
7)
Pola
persepsi diri. Anak tidak percaya diri, pasif, kadang pemarah.
8)
Pola peran
hubungan Anak menjadi ketergantungan terhadap orang lain (ibu/ayah)/tidak
mandiri. Pola seksualitas/reproduktif. Anak biasanya dekat dengan ibu daripada
ayah. Pola koping toleransi stres, Menarik diri, pasif
j.
Pemeriksaan
Fisik
1)
Demam
Sub fibril, fibril (40-41°C)
hilang timbul.
2)
Batuk
Terjadi karena adanya iritasi
pada bronkus; batuk ini membuang/ mengeluarkan produksi radang, dimulai dari
batuk kering sampai batuk purulen (menghasilkan sputum).
3)
Sesak nafas
Terjadi bila sudah lanjut,
dimana infiltrasi radang sampai setengah paru.
4)
Nyeri dada
Ini jarang ditemukan, nyeri
timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura.
5)
Malaise
Ditemukan berupa anoreksia,
berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot dan kering diwaktu malam hari.
Pada tahap dini sulit diketahui. Ronchi basah, kasar dan nyaring.
Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi memberi
suara limforik. Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan
fibrosis. Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara
pekak). Pembesaran kelenjar biasanya multipel. Benjolan/pembesaran kelenjar
pada leher (servikal), axilla, inguinal dan sub mandibula. Kadang terjadi
abses.
k.
Pemeriksaan
Diagnostik Dan Pengobatan
1)
Uji
tuberkulin = uji tuberkulin (+).® hipersensitifitas tipe lambat ®imunitas
seluler Infeksi TB
2)
Foto
rontgent Rutin : foto pada rongga paru. Atas indikasi: tulang, sendi, abdomen.
Rontgent paru tidak selalu khas.
3)
Pemeriksaan
mikrobiologis (Bakteriologis Memastikan TB. Hasil normal: tidak menyingkirkan
diagnosa TB. Hasil (+) : 10-62% dengan cara lama. Cara : cara lama radio metrik
(Bactec); PCK.
4)
Pemeriksaan
darah tepi (Tidak khas. LED dapat meninggi)
5)
Pemeriksaan
patologik anatomik. Kelenjar, hepar, pleura; atas indikasi. Sumber
infeksiAdanya kontak dengan penderita TB menambah kriteria diagnosa.
6)
Lain-lain
(Uji faal paru, Bronkoskopi, Bronkografi, Serologim dll)
l.
Pengkajian
TUMBANG menggunakan KMS,KKA, dan DDST
1)
Pertumbuhan
a)
Kaji BBL, BB
saat kunjungan
b)
BB normal
c)
BB normal,
mis : ( 6-12 tahun ) umur
d)
Kaji berat
badan lahir dan berat badan saat kunjungan TB = 64 x 77R = usia dalam tahun
e)
LL dan luka
saat lahir dan saat kunjungan
2)
Perkembangan
a)
lahir kurang
3 bulan = belajar mengangkat kepala, mengikuti objek dengan mata, mengoceh,
b)
usia 3-6
bulan mengangkat kepala 90 derajat, belajar meraih benda, tertawa, dan mengais
meringis
c)
usia 6-9
bulan = duduk tanpa di Bantu, tengkuarap, berbalik sendiri, merangkak, meraih
benda, memindahkan benda dari tangan satu ke tangan yang lain dan mengeluarkan
kata-kata tanpa arti.
d)
usia 9-12
bulan = dapat berdiri sendiri menurunkan sesuatu mengeluarkan kat-kata,
mengerti ajakan sederhana, dan larangan berpartisipasi dalam permainan.
e)
usia 12-18
bulan = mengeksplorasi rumah dan sekelilingnya menyusun 2-3 kata dapat
mengatakan 3-10 kata , rasa cemburu, bersaing
f)
usia 18-24
bulan = naik–turun tangga, menyusun 6 kata menunjuk kata dan hidung, belajar
makan sendiri, menggambar garis, memperlihatkan minat pada anak lain dan
bermain dengan mereka.
g)
usia 2-3
tahun = belajar melompat, memanjat buat jembatan dengan 3 kotak, menyusun
kalimat dan lain-lain.
h)
usia 3-4
tahun = belajar sendiri berpakaian, menggambar berbicara dengan baik, menyebut
warna, dan menyayangi saudara.
i)
usia 4-5
tahun = melompat, menari, menggambar orang, dan menghitung.
2.
Diagnosa
Keperawatan
a.
Ketidakefektifan
Bersihan Jalan Nafas berhubungan dengan obstruksi jalan napas
b.
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
c.
Ketidak
seimbangan Nutrisi : Kurang Dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan Ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrisi
d.
Defisiensi
Pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang proses penyakit
3.
Intervensi
Keperwatan
No.
|
NANDA: Nursing Diagnosis
|
Nursing Care Plan
|
|
Nursing Outcomes
Classification (NOC)
|
Nursing Interventions
Classification (NIC)
|
||
1
|
Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas b.d obstruksi jalan napas
Definisi : Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari
saluran pernafasan untuk mempertahankan kebersihan jalan nafas.
Batasan Karakteristik :
§
Tidak ada batuk
§
Suara napas tambahan
§
Perubahan frekuensi napas
§
Perubahan irama napas
§
Sianosis
§
Kesulitan berbicara/mengeluarkan suara
§
Penurunan bunyi napas
§
Dispnea
§
Sputum dalam jumlah yang berlebihan
§
Batuk yang tidak efektif
§
Ortopnea
§
Gelisah
§
Mata terbuka lebar
Faktor yang berhubungan:
§
Lingkungan
§
Perokok pasif
§
Mengisap asap
§
Obstruksi jalan napas
§
Spasme jalan napas
§
Mucus dalam jumlah yang berlebiha
§
Eksudat dalam alveoli
§
Materi asing dalam jumlah napas
§
Adanya jalan napas buatan
§
Sekresi yang tertahan/sisa sekresi
·
Sekresi dalam bronki
·
Fisiologis
§
Jalan napas alergik
§
Asma
§
Penyakit paru obstruksi kronis
§
Hyperplasia dinding bronchial
§
Infeksi
§
Disfungsi neuromuskular
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. x 24 jam jalan
nafas klien berswuh dengan
Kriteria Hasil :
§
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah,
tidak ada pursed lips)
§
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas
abnormal)
§
Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan
nafas
|
§
Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
§
Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.
§
Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning
§
Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.
§
Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suksion
nasotrakeal
§
Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan
§
Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah kateter
dikeluarkan dari nasotrakeal
§
Monitor status oksigen pasien
§
Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suksion
§
Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien menunjukkan
bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll.Airway Management
§
Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
§
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
§
Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
§
Pasang mayo bila perlu
§
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
§
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
§
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
§
Lakukan suction pada mayo
§
Berikan bronkodilator bila perlu
§
Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
§
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
§
Monitor respirasi dan status O2
|
2
|
Intoleransi aktivitas b.d
kelemahan umum
Definisi :
Ketidakcukupan energu secara fisiologis maupun psikologis untuk
meneruskan atau menyelesaikan aktifitas yang diminta atau aktifitas sehari
hari.
Batasan karakteristik :
§
Respons tekanan darah abnormal terhadap aktivitas
§
Respon frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas
§
Perubahan EKG yang mencerminkan aritmia
§
Perubahan EKG yang mencerminkan iskemia
§
Ketidaknyaman setelah beraktivitas
§
Dispnea setelah beraktivitas
§
Menyatakan merasa letih
·
Faktor yang berhubungan :
§
Tirah baring
§
Kelemahan umum
§
Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
§
Imobilitas
§
Gaya hidup monoton
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. x 24 jam klien
dapat melakukan aktivitas secara normal dengan
Kriteria Hasil :
§
Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan
darah, nadi dan RR
§
Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri
|
§
Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
§
Dorong anak untuk mengungkapkan perasaan terhadap keterbatasan
§
Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
§
Monitor nutrisi dan sumber energi tangadekuat
§
Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan
§
Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
§
Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
§
Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalammerencanakan progran
terapi yang tepat.
§
Bantu klien/keluarga untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu
dilakukan
§
Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yangsesuai dengan kemampuan
fisik, psikologi dan social
§
Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk
aktivitas yang diinginkan
§
Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek
§
Bantu untu mengidentifikasi aktivitas yang disukai
§
Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
§
Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
§
Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
§
Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan
§
Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual
|
3
|
Ketidak seimbangan Nutrisi : Kurang Dari Kebutuhan Tubuh b.d Ketidakmampuan untuk mengabsorpsi
nutrisi
Definisi :
Intake nutrisi tidak cukup untuk keperluan metabolisme tubuh.
Batasan karakteristik :
§
Kram abdomen
§
Nyeri abdomen
§
Menghindari makan
§
Berat badan
20% atau lebih di bawah berat badan ideal
§
Kerapuhan kapiler
§
Diare
§
Kehilangan rambut berlebihan
§
Bising usung hiperaktif
§
Kurang makan
§
Kurang informasi
§
Kurang minat pada makanan
§
Penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat
§
Kesalahan konsepsi
§
Kesalahan informasi
§
Membrane mukosa pucat
§
Ketidakmampuan memakan makanan
§
Tonus otot menurun
§
Mengeluh gangguan sensasi rasa
§
Mengeluh asupan makanan kurang dari RDA (recommended daily allowance)
§
Cepat kenyang setelah makan
§
Sariawan rongga mulut
§
Steatore
§
Kelemahan otot pengunyah
§
Kelemahan otot untuk menelan
Faktor yang berhubungan :
§
Faktor biologis
§
Faktor ekonomi
§
Ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrisi
§
Ketidakmampuan untuk mencerna makanan
§
Faktor psikologis
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. x 24 jam nutrisi
klien dapat terpenuhi dengan
Kriteria Hasil :
§
Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujua
§
Berat badan ideal sesuai dengan tinggi bada
§
Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
§
Tidak ada tanda tanda malnutris
§
Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
|
§
Kaji adanya alergi makanan
§
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien.
§
Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
§
Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
§
Berikan substansi gula
§
Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
§
Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi.
§
Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian
§
Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
§
Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
§
Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
§
BB pasien dalam batas normal
§
Monitor adanya penurunan berat badan
§
Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
§
Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
§
Monitor lingkungan selama makan
§
Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
§
Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
§
Monitor turgor kulit
§
Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
§
Monitor mual dan muntah
§
Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
§
Monitor makanan kesukaan
§
Monitor pertumbuhan dan perkembangan
§
Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
§
Monitor kalori dan intake nuntrisi
§
Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
§
Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
|
DAFTAR
PUSTAKA
Buleche, G.M., Butcher, H.K.,
& Dochterman, J.C. (Eds.). (2008). Nursing Interventions Classification
(NOC) (5th ed.). St. Louis: Mosby/Elsevier
Herdman, T. Heather. (2012).
Nursing Diagnosis : Defenitions and Clasification 2012 -2014. Jakarta : EGC.
Moorhead, S., Johnson, M.,
Maas, M., & Swanson, E. (Eds). (2008). Nursing Outcomes Classification
(NOC) (4th ed.). St. Louis: Mosby/Elsevier
Perawatan anak sakit/ ngastiyah; editor, monica
Ester-Ed.2 – Jakarta: EGC.2005
0 komentar:
Posting Komentar