LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP KEPEMIMPINAN
DISUSUN
OLEH :
ATTIH
HARTINI SUTISNA, S.Kep
NIM
: 4012180010
PROGRAM PROFESI NERS
STIKES BINA PUTERA BANJAR
TAHUN 2018
|
LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP KEPEMIMPINAN
A.
Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan
merupakan ujung tombak organisasi yang mengarahkan orang - orang dan
mendayagunakan sumber - sumber lain demi kepentingan organisasi. Hal tersebut
senada yang diungkapkan oleh R.Wayne Pace dan Don F. Faules (1998) dalam
Anggraeni (2002:11) bahwa “Kepemimpina n diwujudkan melalui gaya kerja (operating style) atau cara bekerjasama
dengan orang lain yang konsisten”.
Dalam
pengertian umum, kepemimpinan menunjukkan proses kegiatan seseorang dalam
memimpin, membimbing, mempengaruhi atau mengendalikan pikiran, perasaan, atau
tingkah laku orang lain. Faktor penting dalam kepemimpinan yakni dalam
mempengaruhi atau mengendalikan pikiran, perasaan atau tingkah laku orang lain
adalah tujuan dan rencana. Namun bukan berarti bahwa kepemimpinan selalu
merupakan kegiatan yang direncanakan dan dilakukan dengan sengaja, seringkali
juga kepemimpinan berlangsung secara spontan. Pendapat lain tentang
kepemimpinan secara singkat dikemukakan juga oleh Locke (1997) dalam Har.......
(2006:21) melukiskan “kepemimpinan sebag ai suatu proses membujuk (including) orang-orang lain menuju
sasaran bersama.
Dari
beberapa definisi di atas, dapat dirumuskan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan
seorang pemimpin dalam memepengaruhi orang lain atau kelompok dalam situasi
tertentu agar mereka dapat bekerja sama untuk mencapai tujuan dan maksud
tertentu. Dengan demikian, definisi kepemimpinan mencakup lima hal yang saling
bergantung, yakni: a) Adanya seseorang pemimpin, b) Adanya pengikut, c) Adanya
maksud dan tujuan yang hendak dicapai, d) Situasi tertentu (lingkungan), dan e)
Kemampuan mempengaruhi.
Menurut Young (dalam http://felixdeny.wordpress.com.2012:2)
pengertian kepemimpinan yaitu bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan
pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu
yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya. Defenisi Young tersebut mencakup
tiga elemen berikut:
1.
Kepemimpinan
merupakan suatu konsep relasi (relational
concept). Kepemimpinan hanya ada dalam proses relasi dengan orang lain
(pengikut). Apabila tidak ada pengikut, maka tidak ada pemimpin.
2.
Kepemimpinan
merupakan suatu proses. Agar bisa memimpin, pemimpin harus melakukan sesuatu.
3.
Kepemimpinan
harus membujuk orang - orang lain untuk mengambil tindakan. Pemimpin membujuk
pengikutnya melalui berbagai cara, seperti menggunakan otoritas yang
terlegitimasi, menciptakan model (menjadi teladan), penetapan sasaran, memberi
imbalan dan hukuman, restrukturisasi organisasi, dan mengkomunikasikan visi.
Sedangkan
menurut Djatmiko Hayati (2002:47) mendefenisikan kepemimpinan sebagai proses
mengarahkan dan mempengaruhi kegiatan yang berhubungan dengan tugas dari
anggota kelompok. Ada tiga implikasi yang penting dari defenisi di atas yakni Pertama, kepemimpinan harus melibatkan
orang lain, bawahan, atau pengikut. Kedua,
kepemimpinan melibatkan distribusi yang tidak merata dari kekuasaan di antara
pemimpin dan anggota kelompok. Ketiga,
selain secara sah dapat mengarahkan bawahan atau pengikut mereka, pemimpin juga
dapat mempunyai pengaruh.
Dari
uraian di atas telah dikemukakan beberapa defenisis tentang kepemimpinan dan
tentunya masih banyak defenisi kepemimpinan yang bisa ditemui. Djatmiko (2006:49)
juga mengklasifikasikan defenisi kepemimpinan sebagai berikut :
1.
Kepemimpinan
sebagai fokus proses-proses kelompok.
2.
Kepemimpinan
sebagai suatu kepribadian.
3.
Kepemimpinan
sebagai seni mempengaruhi orang lain.
4.
Kepemimpinan
sebagai penggunaan pengaruh.
6.
Kepemimpinan
sebagai bentuk persuasi.
7.
Kepemimpinan
sebagai hubungan kekuasaaan.
8.
Kepemimpinan
sebagai alat mencapai tujuan.
9.
Kepemimpinan
sebagai akibat interaksi.
10. Kepemimpinan sebagai perbedaan peran.
11. Kepemimpinan sebagai inisiasi
struktur.
Dengan
demikian defenisi kepemimpinan terdiri dari faktor-faktor sebagai berikut adanya
seorang yang disebut pemimpin, adanya kelompok yang dipimpin atau anggota
(bawahan) yang dikendalikan, adanya suatu tujuan, adanya aktivitas, adanya
interaksi, dan adanya kekuasaan. Sehingga dapat disimpulkan dari beberapa
defenisi tersebut di atas bahwa kepemimpinan adalah suatu upaya dalam
mempengaruhi anggotanya untuk melakukan suatu aktivitas atau kegiatan guna
mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama.
Pendapat
lain tentang kepemimpinan dikemukakan yang sependapat bahwa teori kepemimpinan
dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Teori sifat (The Trait Theory), teori ini sering kali disebut The Great ManTheory. Teori ini menganggap bahwa pemimpin muncul karena dilahirkan, bukan dibuat atau
dikondisikan. Teori ini mengajarkan bahwa pemimpin itu memerlukan serangkaian
sifat-sifat, ciri-ciri atau perangai tertentu yang bisa digunakan sehingga
menjalin keberhasilan pada setiap situasi.
2. Teori perilaku (Behavior Theory) yang dikembangkan melalui teori X dan Y dari
Douglas Mc Gregor. Managerial Grid dari Blake dan Houston, Studi Ohio State dan
studi Michigan yang dikembangkan oleh para ahli phsikologi sosial, Rensis dan
Likert. Teori ini memutuskan perhatian pada dua aspek perilaku kepemimpinan
yaitu fungsi-fungsi dan gaya-gaya kepemimpinan disebutkan bahwa agar kelompok
berjalan dengan efektif, seseorang harus melaksanakan dua fungsi yang
berhubungan dengan hubungan kelompok.
3.
Pendekatan
situasional (Contingency Approach)
yang bergantung pada situasi, tugas, anggota, organisasi dan variabel-variabel
lingkungan lainya. Teori situasional yang terkenal di antaranya adalah teori
kontingensi dari Fiedler, teori siklus kehidupan dari Hersey
dan Blanchard, dan teori serangkaian kepemimpinan dari Sehmid dan Tannembaun.
B.
Fungsi Kepemimpinan
Seorang
pemimpin adalah pribadi yang memiliki kecakapan khusus, dengan kemampuan dapat
mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya untuk melakukan usaha bersama yang
mengarah kepada pencapaian sasaran-sasaran tertentu. Sejalan dengan konsep
tersebut di atas, Djatmiko Hayati (2002:50) juga mengungkapkan bahwa:
Fungsi
pemimpin dalam organisasi yaitu meprakarsai struktur, menjaga koordinasi dan integritas
organisasi, merumuskan tujuan organisasi, menentukan sarana serta cara - cara
yang efisien, menengahi pertentangan dan konflik-konflik yang muncul,
mengadakan evaluasi, mengadakan revisi, perubahan, inovasi pengembangan, serta
melakukan penyempurnaan dalam organisasi.
Agar
kepemimpinan dapat berjalan secara efektif dan efisien hendaklah memperhatikan
fungsi-fungsi pokok kepemimpinan sebagai berikut :
1.
Mengambil
inisiatif atau prakarsa
Inisiatif
berarti langkah permulaan atau pertama dari sesuatu kegiatan yang bersifat
baru.Berusaha menciptakan suatu yang baru yang disebut berkreasi atau bersifat
kreatif. Ada beberapa jalan untuk mengambil inisiatif, di antaranya :
a. Berusaha memulai dengan hal-hal yang
baru;
b. Biasakan diri membuat catatan-catatan;
c. Merangsang timbulnya ide atau ilham.
2.
Mengambil
Keputusan
Inti
dari pekerjaan memimpin adalah mengambil keputusan.Mengambil keputusan berarti
melakukan pilihan atas salah satu alternatif yang dianggap terbaik dalam rangka
pemecahan suatu problema. Dalam kata lain mengambil keputusan adalah proses
berfikir logis.
Efektifitas seorang pemimpin diukur dari cara dia mengambil
keputusan dan keputusan itu sendiri (tepat atau salah). Ada enam cara mengambil
keputusan yang baik menurut Suyanto, dkk (2001 : 2), yakni:
a. Menyatakan persoalan sebagaimana
terlihat;
b. Mengumpulkan fakta - fakta;
c. Menemukan persoalan;
d. Membuat alternatif - alternatif;
e. Meneliti alternatif - alternatif;
f. Memilih pemecahan masalah yang baik.
1) Mudah dipahami oleh yang akan
melaksanakan;
2) Mantap, tidak mudah berubah-rubah;
3) Tidak diulur-ulur;
4) Tidak bertentangan dengan keputusan
yang masih berlaku.
3.
Berkomunikasi
Komunikasi
adalah usaha penyampaian ide-ide atau informasi kepada orang lain.
Berkomunikasi merupakan tugas pokok seorang pemimpin karena melalui
saluran-saluran komunikasilah kepemimpinannya berjalan.
Dalam
praktek sehari-hari, pekerjaan memimpin itu terwujud dalam bentuk memberikan
perintah-perintah, instruksi-instruksi, petunjuk-petunjuk, bimbingan,
penjelasan dan sebagainya kepada orang-orang yang berada di dalam kelompok
kerjanya yang dilakukan dengan lisan atau tulisan. Dengan demikian jelaslah
bahwa wujud pekerjaan memimpin itu adalah berkomunikasi.
Ada
dua tujuan komunikasi dalam kelompok kerja, yakni :
a. Penyampaian informasi dan pengertian
yang penting bagi usaha kelompok, agar kemampuan kerja dapat meningkat.
b. Pembinaan sikap-sikap yang
diperlukan untuk motivasi, kerjasama dan kepuasan kerja, di kalangan kelompok
kerja agar kemauan untuk bekerja dan kegairahan kerja menjadi kuat dan
bertambah.
Kegiatan
pokok ke empat dari seorang pemimpin adalah memotivasi para pengikut atau anak
buahnya, agar mereka senantiasa bergairah melakukan tugas yang diemban.
Pemimpin yang pandai memotivasi anak buahnya pastilah akan berhasil dalam
melaksanakan tugasnya, oleh karena dapat menciptakan kelompok kerja yang
efektif dan produktif.
Motivasi
adalah sesuatu yang mendorong manusia untuk melakukan suatu tingkah laku atau
tindak tanduk, yang dalam bahasa inggris disebut behavior.Para ahli ilmu jiwa
mengatakan bahwasanya semua tingkah laku manusia yang sadar adalah akibat
adanya dorongan yang bernama motivasi itu. Jadi manusia melakukan sesuatu
karena ada maksud atau tujuan yang ingin dicapai oleh manusia untuk memenuhi
keinginan-keinginannya yang timbul karena adanya kebutuhan (needs). Tercapainya kebutuhan-kebutuhan
tersebutlah yang pada akhirnya akan menimbulkan kepuasan bagi orang tersebut.
Sehingga dengan demikian, kepemimpinan yang dapat memotivasi seluruh tingkah
laku karyawan pada hal-hal yang baik sehingga dapat memenuhi
kebutuhan-kebutuhan karyawan tentu saja akan menciptakan kepuasan, dalam hal
ini kepuasan kerja karyawan.
5.
Mengembangkan
Anggota
Tanggungjawab
terpenting seorang pemimpin adalah pengembangan orang-orang yang berada di
bawah pimpinannya, sehingga mereka dapat memiliki kemampuan - kemampuan yang
dituntut dari jabatan/posisi mereka masing - masing.
Kalau
anggota/karyawan tidak dikembangkan secara terus menerus, ada kehawatiran suatu
ketika akan terjadi jurang antara kemampuan mereka dengan tuntutan jabatan yang
sifatnya dinamis, yang dapat menimbulkan krisis yang mengakibatkan tidak
tercapainya tujuan - tujuan kelompok atau organisasi.
Dalam
kaitannya dengan gaya kepemimpinan, Ralph M. Stogdill (Guna Darma....:6) berpendapat
bahwa ‘pemimpin merupakan seseorang yang memiliki suatu program dan yang
berperilaku secara bersama-sama
dengan anggota-anggota kelompok dengan mempergunakan cara atau gaya tertentu. Dengan
demikian maka pembahasan tentang kepemimpinan juga dapat menyangkut tugas dan
gaya kepemimpinan serta cara mempengaruhi kelompok atau orang-orang.
C.
Konsep Gaya Kepemimpinan
Berdasarkan
teori-teori yang dikemukakan di atas, maka penulis mengambil pembahasan tentang
teori perilaku yang memusatkan perhatian pada gaya kepemimpinan.
Berbagai
ahli berpendapat bahwa seseorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinan
berbeda satu sama lainnya. Gaya seorang pemimpin akan terlihat dari cara
melakukan pekerjaan memimpin seperti memberikan perintah, memberi tugas,
berkomunikasi, cara menegakkan disiplin dan sebagainya. Gaya atau style ini
banyak berpengaruh kepada pengikut atau bawahannya. Jadi gaya kepemimpinan
merupakan perilaku dan sifat yang ditimbulkan oleh seseorang untuk mempengaruhi
orang lain.
Selanjutnya
untuk menjelaskan lebih rinci tentang gaya kepemimpinan, Fiedler yang dikutip
Piet A. Sahertian dan Ida Aleida Sahertian (1987:53) secara jelas membedakan
antara gaya kepemimpinan (Leadership
style) dengan perilaku kepemimpinan (Leadership
behavior), dikemukakan bahwa :
Gaya
kepemimpinan mengacu ke arah tujuan atau kebutuhan yang mendorong perilakunya
dalam berbagi situasi kepemimpinan, sedangkan perilaku kepemimpinan merupakan tindakan-tindakan
pemimpin dalam mengarahkan dan mengkoordinasikan kerja anggota kelompok.
Perilaku kepemimpinan, gaya kepemimpinan dan sifat kepemimpinan dari
masing-masing pemimpin memiliki ciri khas tersendiri. Hal ini menggambarkan “Tidak
ada satupun gaya yang tepat, gaya sebagian t ergantung pada situasi.Sebagian
pada individu-individu dengan siapa anda bekerjasama, dan sebagian pada
kepribadian anda. Gaya tidak lain adalah dari anda sendiri”.
Dari
beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan seseorang
akan berbeda tergantung situasi dan individu yang bersangkutan. Elemen pokok
dalam hal ini yakni pemimpin, pihak yang dipimpin, dan situasi.
Pada dasarnya di dalam setiap gaya kepemimpinan terdapat dua
unsur utama, yaitu unsur pengarahan (directive
behavior) dan unsur bantuan (supporting
behavior). Dari dua unsur tersebut
gaya kepemimpinan dapat dikelompokkan menjadi
4 kelompok, yaitu otokrasi (directing),
pembinaan (coaching), demokrasi (supporting), dan kendali bebas (delegating).
Seperti
yang telah diungkapkan, bahwa keberhasilan atau kegagalan pemimpin ditentukan
oleh sikap dan gaya kepemimpinan yang dilakukan individual yang bersangkutan.
Berkaitan dengan judul skripsi ini, akan diuraikan tentang gaya kepemimpinan
dengan model pendekatan perilaku. “pen dekatan perilaku inilah yang selanjutnya
melahirkan berbagai teori tentang tipe atau gaya kepemimpinan”.
Para
pendukung pendekatan perilaku menitikberatkan kajian perilaku yang merupakan
interaksi antara pemimpin dengan pengikut dan dalam interaksi tersebut
pengikutlah yang menganalisis dan memberikan persepsi apakah menolak atau
menerima pengaruh dari pemimpin. Nanang Fatah (1996:93) mengemungkakan : “berbagai
gaya perilaku pemimpin b erfokus pada dua gaya dasar yang berorientasi pada
tugas “ c oncern for production”.
dikemukakan juga bahwa mengemukakan dua gaya pokok kepemimpinan yang disebut “ relationship motivated leader dan task motivated leaders”.
Dari
berbagai gaya kepemimpinan yang dikemukakan di atas intinya terdapat pada dua
hal pokok yaitu yang berorentasi kepada tugas (task oriented) dan yeng berorientasi kepada hubungan manusia (human relationship). kecenderungan dari
dua gaya yang mementingkan tugas/hasil sebagai berikut :
1.
Memberi
informasi dan pandangan.
2.
Merencanakan
informasi dan menyusun pendapat.
3.
Selalu
memberi langkah awal.
4.
Memberi
pengarahan.
5.
Merengkumkan.
7.
Mengkoordinasi.
8.
Membantu.
9.
Memberi
kenyataan.
10. Menilai.
Sedangkan
kencenderungan hubungan (human relationship)
yaitu:
1. Suka membantu, kompromi atau
harmoni.
2. Berusaha menghilangkan ketegangan.
3. Membantu terjalonya komunikasi.
4. Peka dalam menilai iklim kepekaan
emosional.
5. Mengamati proses kerja sama.
6. Merumuskan standard.
7. Menjadi Pandangan Aktif.
8. Membina kepercayaan.
Dengan
mengetahui kecenderungan gaya tersebut, setidaknya bawahan atau pegawai, juga
pemimpin dapat melihat atau menilai gaya mena yang di pakai oleh pemimpin dalam
melaksanakan kepemimpinannya. gaya kepemimpinan lebih rinci, yaitu:
Pendekatan
pada tugas membuat bawahan merasakan sebagai berikut :
1.
Otokratik,
sikap yang formalitas, status.
2.
Otoriter,
kekuasaan dan kewibawaan.
3.
Berorintasi
pada hasil, mengenyampingkan faktor kemanusiaan.
4.
Pencapaian
tujuan, menghalalkan segala cara.
5.
Mandiri
dalam tugas, dalam menjalankan tugas yang yang berarti bawahan mempunyai
keahlian dan keterampilan sesuai yang diisyaratkan.
Pada
segi hubungan terbagi dalam :
1.
Hubungan
formal, hubungan yang terjadi dalam kaitan pekerjaan/tugas:
b. Hubungan menyamping (pejabat
setingkat).
c. Hubungan diagonal atau silang.
2.
Hubungan
informasi, hubungan yang terjadi antara sesama karyawan/pegawai, baik ke atas
maupun ke bawah yang dilandasi sifat kemanusiaan.
Dari
dua gaya dasar yang disebutkan di atas, bahwa dua gaya dasar tersebut
membuahkan berbagai gaya-gaya kepemimpinan yang lain. Masih banyak pendukung
pendekatan perilaku yang melahirkan berbagai teori tentang tipe atau gaya
kepemimpinan, namun tidak seluruhnya dibahas secara mendalam seperti
dikemukakan Ngalim Purwanto (1998:32-37) secara singkat mengenai pendekatan
perilaku antara lain: Teori Tannenbaum dan Sehmid mengemukakan gaya
kepemimpinan dapat dilukiskan sebagai suatu kontinum, yang tersebar di antara
dua gaya kepemimpinan yang otoriter dan laissez
faire yang diumpamakan sebagai suatu garis yang terletak pada ujung garis
otokratis. Tannembaum dan Schmid mengemukakan kepemimpinan otokratis
berorentasi pada tuas, sedangkan kepemimpinan demokratis berorientasi pada hubungan
pemimpin dengan yang dipimpin.
Hasil
penelitian menunjukan bahwa pemimpin yang berperilaku struktur tugas dan
tenggang rasa yang sama-sama tinggi terdapat keluhan yang sangat sedikit dari
bawahan. Sebaiknya, dalam organisasi yang di pimpin dengan perilaku struktur
tugas, prestasi kerja karyawan/pegawai baik, tetapi banyak absensi dan keluhan
sedikit. Jika kedua perilaku diterapkan dengan sama-sama tinggi, maka
produktivitas dan kepuasan kerja cenderung meningkat.
Studi
kepemimpinan Universitas Michigan: Dari hasil penelitian ini, perilaku
kepemimpinan terdapat dua macam, yaitu the
job centered (terpusat pada pekerjaan) dan the employee centered (terpusat pada pekerja/bawahan). Dikatakan
lebih lanjut bawahan makin tinggi derajat perilaku kepemimpinan terpusat pada
pekerjaan, makin rendah derajat perilaku kepemimpinan terpusat pada bawahan dan
sebaliknya.
D.
Tipologi Kepemimpinan
Dalam
praktiknya, dari gaya-gaya kepemimpinan tersebut berkembang beberapa tipe
kepemimpinan; di antaranya adalah sebagian berikut (Siagian,1997).
1.
Tipe
Otokratis
Seorang
pemimpin yang otokratis ialah pemimpin yang memiliki kriteria atau ciri sebagai
berikut:
b.
Mengidentikkan
tujuan pribadi dengan tujuan organisasi; menganggap bawahan sebagai alat
semata-mata;
c.
Tidak
mau menerima kritik, saran dan pendapat;
d.
Terlalu
tergantung kepada kekuasaan formalnya;
e.
Dalam
tindakan penggerakkannya sering mempergunakan pendekatan yang mengandung unsur
paksaan dan bersifat menghukum.
2.
Tipe
Militeristis
Perlu
diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dari seorang pemimpin tipe
militerisme berbeda dengan seorang pemimpin organisasi militer. Seorang
pemimpin yang bertipe militeristis ialah seorang pemimpin yang memiliki
sifat-sifat berikut :
a.
Dalam
menggerakan bawahan sistem perintah yang lebih sering dipergunakan;
b.
Dalam
menggerakkan bawahan senang bergantung kepada pangkat dan jabatannya;
c.
Senang
pada formalitas yang berlebih-lebihan;
d.
Menuntut
disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan;
e.
Sukar
menerima kritikan dari bawahannya;
f.
Menggemari
upacara-upacara untuk berbagai keadaan.
3.
Tipe
Paternalistis
Seorang
pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin yang paternalistis ialah seorang yang
memiliki ciri sebagai berikut :
a.
Menganggap
bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa; bersikap terlalu melindungi (overly protective);
b.
Jarang
memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan;
c.
Jarang
memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil inisiatif;
d.
Jarang
memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan daya kreasi dan
fantasinya;
e.
Sering
bersikap maha tahu.
Hingga
sekarang ini para ahli belum berhasil menemukan sebab-sebab-sebab mengapa
seseorang pemimpin memiliki karisma. Umumnya diketahui bahwa pemimpin yang
demikian mempunyai daya tarik yang amat besar dan karenanya pada umumnya
mempunyai pengikut yang jumlahnya yang sangat besar, meskipun para pengikut itu
sering pula tidak dapat menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin
itu. Karena kurangnya pengetahuan tentang sebab musabab seseorang menjadi
pemimpin yang karismatik, maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin yang
demikian diberkahi dengan kekuatan gaib (supra
natural powers). Kekayaan, umur, kesehatan, profil tidak dapat dipergunakan sebagai kriteria untuk
karisma.
5.
Tipe
Demokratis
Pengetahuan
tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin yang demokratislah
yang paling tepat untuk organisasi modern. Hal ini terjadi karena tipe
kepemimpinan ini memiliki karakteristik sebagai berikut :
a.
Dalam
proses penggerakan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia
itu adalah makhluk yang termulia di dunia;
b.
Selalu
berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi dengan
kepentingan dan tujuan pribadi dari pada bawahannya;
c.
Senang
menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik dari bawahannya;
d.
Selalu
berusaha mengutamakan kerjasama dan teamwork dalam usaha mencapai tujuan;
e.
Ikhlas
memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada bawahannya untuk berbuat
kesalahan yang kemudian diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi berbuat
kesalahan yang sama, tetapi lebih berani untuk berbuat kesalahan yang lain;
f.
Selalu
berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses daripadanya;
g.
Berusaha
mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin. Secara implisit
tergambar bahwa untuk menjadi pemimpin tipe demokratis bukanlah hal yang mudah.
Namun, karena pemimpin yang demikian adalah yang paling
ideal, alangkah baiknya jika semua pemimpin berusaha menjadi seorang pemimpin
yang demokratis.
Ishak
Arep, Hendri Tanjung, (2003) mengemukakan empat (4) gaya kepemimpinan yang
lazim digunakan, antara lain :
1.
Democratic leadership, yakni suatu gaya kepemimpinan yang menitikberatkan pada kemampuan untuk
menciptakan moral dan kemampuan untuk menciptakan kepercayaan.
2.
Directorial / Authocratic
Leadership, yakni
suatu gaya kepemimpinan yang menitikberatkan
kepada kesanggupan untuk memaksakan keinginannya yang mampu mengumpulkan
pengikut untuk kepentingan pribadi dan golongannya dengan kesediaan menerima
segala resiko apapun.
3.
Paternalitic Ledership, yakni bentuk gaya kepemimpinan
pertama (democratic) dan kedua (dictorial)
diatas, yang dapat diibaratkan dengan sistem diktator yang berselimutkan
demokratis.
4.
Free Rein Ledership, yakni gaya kempimimpinan yang 100%
menyerahkan sepenuhnya kebijaksanaan
pengoprasian manajemen sumber daya manusia kepada bawahannya dengan hanya
berpegang kepada ketentuan-ketentuan pokok yang ditentukan oleh atasan mereka.
Menurut
Heidjrachman dan Husnan (2002:173) seorang pemimpin harus memiliki sifat perceptive artinya mampu mengamati dan
menemukan kenyataan dari suatu lingkungan. Untuk itu ia harus mampu melihat,
mengamati, dan memahami keadaan atau situasi tempat kerjanya, dalam artian
bagaimana para bawahannya, bagaimana keadaan organisasinya, bagaimana situasi
penugasannya, dan juga tentang kemampuan dirinya sendiri. la harus mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Maka dari itu dalam memilih gaya
kepemimpinan yang akan digunakan, perlu dipertimbangkan berbagai faktor yang
mempengaruhinya.
0 komentar:
Posting Komentar