Minggu, 19 Mei 2019

LP Manajemen Keperawatan


LAPORAN PENDAHULUAN
ANALISA SWOT

A.      Pengertian Analisis SWOT
Menurut Freddy Rangkuti Analis swot adalah indifikasi berbagai factor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (sterngths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan ( weaknesses) dan ancaman (threats).
Analisis SWOT menurut Sondang P. Siagian merupakan salah satu instrument analisi yang ampuh apabila digunakan dengan tepat telah diketahui pula secara luas bahwa “SWOT merupakan akronim untuk kata-kata strenghs (kekuatan), weaknesses (kelmahan), opportunities (peluang) dan htreats (ancaman).
Analisis SWOT menurut Philip Kotler diartikan sebagai evaluasi terhadap keseluruhan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Analisis SWOT merupakan salah satu instrumen analisis lingkungan internal dan eksternal perusahaan yang dikenal luas. Analisis ini didasarkan pada asumsi bahwa suatu strategi yang efektif akan meminimalkan kelemahan dan ancaman. Bila diterapkan secara akurat, asumsi sederhana ini mempunyai dampak yang besar atas rancangan suatu strategi yang berhasil.
Menurut Ferrel dan Harline (2005), fungsi dari Analisis SWOT adalah untuk mendapatkan informasi dari analisis situasi dan memisahkannya dalam pokok persoalan internal (kekuatan dan kelemahan) dan pokok persoalan eksternal (peluang dan ancaman).Analisis SWOT tersebut akan menjelaskan apakah informasi tersebut berindikasi sesuatu yang akan membantu perusahaan mencapai tujuannya atau memberikan indikasi bahwa terdapat rintangan yang harus dihadapi atau diminimalkan untuk memenuhi pemasukan yang diinginkan.
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara systematis untuk merumuskan strategi perusahaan, analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat menimbulkan kelemahan (weaknesses)dan ancaman (threat). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangang misi, tujuan, dan strategi, dan kebijan dari perusahaan. Dengan demikian perecanaan strategi (strategic planner) harus menganalisi faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) dalam kondisi yang ada disaat ini. Hal ini disebut dengan analisis situasi. Model yang paling popular untuk analisis situasi adalah analisi SWOT.

B.       Faktor-Faktor Strategis Analisis SWOT
Menurut Sondang P Sinagian ada pembagian faktor-faktor strategis dalam analisi SWOT yaitu:


1.         Faktor berupa kekuatan
Yang dimaksud dengan faktor-faktor kekuatan yang dimiliki oleh suatu perusahaan termasuk satuan-satuan bisnis didalamnya adalah antara lain kompetisi khusus yang terdapat dalam organisasi yang berakibat pada pemilkikan keunggulan komparatif oleh unit usaha dipasaran. Dikatan demikian karena satuan bisnis memilki sumber keterampilan, produk andalan dan sebagainya yang membuatnya lebih kuat dari pada pesaing dalam memuaskan kebutuhan pasar yang sudah dan direncanakan akan dilayani oleh satuan usaha yang bersangkutan.
2.         Faktor kelemahan
Yang dimaksud dengan kelamhan ialah keterbatasan atau kekurangan dalam hal sumber, keterampilan, dan kemampuan yang menjadi penghalang serius bagi penampilan kinerja organisasi yang memuaskan
3.         Faktor peluang
definisi peluang secara sederhana peluang ialah berbagai situasi lingkuangan yang menguntungkan bagi suatu satuan bisnis.
4.         Faktor ancaman
Pengertian ancaman merupakan kebalikan pengertian peluang yaitu faktor-faktor lingkungan yang tidak menguntungkan suatu satuan bisnis jika jika tidak diatasi ancaman akan menjadi bahaya bagi satuan bisnis yang bersangkutan baik unutk masa sekarang maupun dimasa depan.

C.      Fungsi Analisis SWOT
Dengan mengunakan cara penelitian dengan metode analisis SWOT ini ingin menunjukkan bahwa kinerja perusahaan dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal, kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT. Cara membuat analisis SWOT penelitian menunjukkan bahwa kinerja perusahaan dapat ditentukan oleh kombinasi factor internal dan eksternal .kedua factor tersebut harus dipertimbangkan dalam analis SWOT. SWOT adalah singkatan dari lingkuangan internal strengths dan weaknesses serta lingkungan eksternal opportunities dan threats yang dihadapi didunia bisnis. Analisis SWOT membadingkan antara factor ekternal peluang (opportunies) dan Ancaman (threats) dengan factor internal kekuatan (strenghs) dan kelemahan (weaknesses)










Diagram Analisis SWOT

Berbagai Peluang

3. Mendukung strategi Turn around


1.      Mendukung strategi agresif
Kelemahan Internal


Kekuatan internal


4. Mendukung strategi Devensif


2.      Mendukung strategi diversifikasi

Berbagai ancaman


Kuadran 1 : ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Startegi yang harus diterapka dalam kondisi ini adalah mndukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth oriented strategy)

Kuadran 2 : meskipun menghadapi berbai ancaman, perusahaan ini masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah yang mengunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi (produk/pasar).

Kuadran 3 : perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi dilain pihak , ia menghadapi beberapa kendala/kelamahan internal. Kondisi bisnis pada kuadran 3 ini mirip dengan Question mark pada BCG matrik. Focus strategi perusahaan ini adalah meminimalkan masalah-masalah internal perusahaan sehingga dapat merebut peluang pasar yang baik. Misalnya, Aple menggunakan strategi peninjauan kembali teknologi yang dipergunakan dengan cara menawarkan produk-produk baru dalam industry microcomputer.

Kuadran 4 : ini merupakan situasi yang sangat tidak mengguntungkan, perusahaan tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.

D.      Macam Model Pendekatan
Menurut Rangkuty dalam menganalisa SWOT ada lima macam model pendekatan yang digunakan. Model pendekatan dalam menganalisa SWOT tersebut adalah sebagai berikut:
1.         Matrik SWOT
Matrik ini dapat mengambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilki perusahaan.

2.         Matrik Boston Consulting Group
Matrik BCG diciptakan oleh Boston Consulting Group (BCG) yang mempunyai beberapa tujuan diantaranya adalah untuk mengembangkan strategi pangsa pasar untuk portofolio produk berdasarkan karakteristik cash-flownya, serta untuk memutuskan apakah perlu meneruskan investasi produk yang tidak menguntungkan. Matriks BGC juga dapat digunakan untuk mengukur kinerja manajemen berdasarkan kinerja produk di pasaran.
3.         Matrik Internal dan Eksternal
Matrik ini dapat dikembangkan dari model Boston Consulting Group (GE-Model) parameter yang digunakan meliputi parameter kekuatan internal parusahaan dan pengaruh eksternal yang dihadapi. Tujuan penggunaan model ini adalah untuk memperoleh strategis bisnis ditingkatkan korporat yang lebih detail.
4.         Matrik Space
Adalah untuk mempertajam analisis agar perusahaan dapat melihat posisi dan arah perkembangan dimasa akan datang. Matrik space dapat memperlihatkan denga jelas kekuatan keuangan dan kekuatan industry pada suatu perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut secara financial relative cukup kuat untuk mendayagunakan keuntungan kompetitif secara optimal melalui tindakan agresif dalam merebut pasar.


5.         Matrik Grand Strategy
Matrik ini biasa digunakan untuk memecahkan masalah yang sering dihadapi dalam penggunaan analisis SWOT yaitu untuk menentukan apakah perusahan ingin memanfaatkan posisi yang kuat atau mengatasi kendala yang ada dalam perusahaan.
6.         Matrik Factor Strategi Eksternal
Sebelum membuat matrik factor strategi eksternal, kita perlu mengetahui terlebih dahulu factor strategi eksternal (EFAS). Berikut ini adalah cara-cara penentuan factor strategi eksternal (EFAS):
a.         Susunlah dalam kolom 1 (5 sampai dengan 10 peluang dan ancaman).
b.        Beri bobot masing-masing factor dalam kolom 2, mulai dari 1,0 (sanagt penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting) factor-faktor tersebut kemungkinan dapat memberikan dampak terhadap factor strategis.
c.         Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing factor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) samapai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh factor tersebut terdapat kondisi perusahaan yang bersangkutan. Pemberian nilai ranting untuk factor peluang bersifat positif (peluang yang semakin besar diberi rating +4, tetapi jika peluangnya kecil diberi rating +1). Pemberian nilai rating ancaman adalah kebalikannya. Misalnya, jika ancaman sangat besar, ratingnya adalah 1, sebalikanya, jika nilai ancamannya sedikit ratingnya 4
d.        Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh factor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing factor yang dinilai bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding ) sampai dengan 1,0 (poor)
e.         Gunakan kolom 5 untuk memberikan komentar atau catatan mengapa faktor-faktor tertentu dipilih dan bagaimana skor pembobotan dihitung
f.         Jumlah skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukan bagaimana perusaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis eksternal. Total skor ini dapat digunakan untuk membandingkan perusahaan ini dengan perusahan lainnya dalam kelompok industry yang sama.
7.         Matrik Faktor Strategi Internal
Setelah faktor-faktor strategi internal suatu perusahaan diidentifikasi, suatu tabel IFAS (internal strategic factors analysis summary) disusun untuk merumuskan faktor-faktor strategi internal tersebut dalam kerangka strength dan weakness perusahaan. Tahapnya adalah :
a.         Tentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan serta kelemahan perusahaan dalam kolom 1.
b.        Beri bobot masing masing faktor tersebut dengan skala mulai dengan dari 1,0 (paling penting ) samapai 0,0 (tidak penting), berdasrkan pengaruh faktor-faktor tersebut tehadap posisi perusahaan. (semua bobot tersebut jumlahnya tidak boleh melebihi skor total 1,00.)
c.         Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing fakor dengan memberikan skala mulai 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor), berdasrkan pegaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkuatan. Variable yang bersifat positif (semua vaiabel yang amsuk kategori kekuatan) di beri nilai mulai dari +1 sampai +4 (sangat baik ) dengan membandingakan dengan rata-rata industry atau dengan pesaing utama. Sedangkan variabel yang bersifat negatif sebaliknya. Contohnya, jika kelemahan perusahaan besar sekali dibandingkan dengan rata-rata industry, nilainya adalah 1, sedangkan jika kelemahan perusahaan dibawah rata-rata industry, nilainya
Diagram Matriks SWOT
IFAS
STRENGTHS (S)

Tentukan 5-10
faktor- faktor Kekuatan internal
WEAKNESSES (W)

Tentukan 5-10  kelemahan internal
EFAS
OPPORTUNIES (O)

Tentukan 5-10
faktor peluang eksternal
STRATEGI SO

Ciptakan   strategi   yang menggunakan   kekuatan untuk memanfaatkan peluang
STRATEGI WO

Ciptakan   strategi   yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang
THREATS (T)

Tentukan 5-10
faktor ancaman eksternal
STRATEGI ST

Ciptakan   strategi   yang menggunakan   kekuatan untuk mengatasi ancaman
STRATEGI WT

Ciptakan   strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
a.         Strategi SO
Strategi ini dibuat berdasrkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.
b.        Strategi ST
Ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan dalam yang dimilki perusahaan untuk mengatasi ancaman.
c.         Strategi WO
Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada
d.        Strategi WT
Strategi ini didasrkan pada kegiatan yang bersifat defensive dan berusahan meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.

LAPORAN PENDAHULUAN
INDIKATOR – INDIKATOR PELAYANAN RUMAH SAKIT

Indikator-indikator pelayanan rumah sakit dapat dipaka iuntuk mengetahui tingkat pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan rumah sakit. Indikator-indikator berikut bersumber dari sensus harian rawa inap :
1.        BOR (Bed Occupancy Ratio = Angka penggunaan tempat tidur)
BOR menurut Huffman (1994) adalah the ratio of patient service days to inpatient bed count days in a period under consideration. Sedangkan menurut Depkes RI (2005), BOR adalah prosentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendah nya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Nilai parameter BOR yang ideal adalah antara 60-85% (Depkes RI, 2005).
Rumus : 
BOR = (Jumlah hari perawatan rumah sakit / (Jumlah tempat tidur X Jumlah hari dalam satu periode)) X 100%
2.        AVLOS (Average Length of Stay = Rata-rata lamanya pasien dirawat)
AVLOS menurut Huffman (1994) adalah the average hospitalization stay of inpatient discharged during the period under consideration. AVLOS menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan yang lebih lanjut. Secara umum nilai AVLOS yang ideal antara 6-9 hari (Depkes, 2005).
Rumus : AVLOS =
Jumlah lama dirawat / Jumlah pasien keluar (hidup + mati)
3.        TOI (Turn Over Interval = Tenggang perputaran)
TOI menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari.
Rumus :
TOI = ((Jumlah tempat tidur X Periode) – Hari perawatan) / Jumlah pasien keluar (hidup + mati)
4.        BTO (Bed Turn Over = Angka perputaran tempat tidur)
BTO menurut Huffman (1994) adalah …the net effect of changed in occupancy rate and length of stay.  BTO menurutDepkes RI (2005) adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu. Idealnya dalam satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali.
Rumus :
BTO = Jumlah pasien keluar (hidup + mati) / Jumlah tempa tidur

5.        NDR (Net Death Rate)
NDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk tiap-tiap 1000 penderita keluar. Indikator ini memberikan gambaran mutu pelayanan di rumah sakit.
Rumus :
NDR = (Jumlah pasien mati > 48 jam / Jumlah pasien keluar (hidup + mati)) X 1000 permil
6.        GDR (Gross Death Rate)
GDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian umum untuk setiap 1000 penderita keluar.
Rumus :

GDR = ( Jumlah pasien mati seluruhnya / Jumlah pasien keluar (hidup + mati)) X 1000 permil

LAPORAN PENDAHULUAN
KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI

A.      Pengertian Komunikasi dalam Organisasi
Komunikasi dalam organisasi sangat penting karena dengan adanya komunikasi makaseseorang bisa berhubungan dengan orang lain dan saling bertukar pikiran yang bisa menambah wawasan seseorang dalam bekerja atau menjalani kehidupan sehari-hari. Maka untuk membina hubungan kerja antar pegawai maupun antar atasan bawahan perlulah membicarakan komunikasi secara lebih terperinci.
Dalam menyalurkan solusi dan ide melalui komunikasi harus ada si pengirim berita (sender) maupun si penerima berita (receiver). Solusi-solusi yang diberikan pun tidak diambil seenaknya saja, tetapi ada penyaringan dan seleksi, manakah solusi yang terbaik yang akan diambil, dan yang akan dilaksanakan oleh organisasi tersebut agar mencapai tujuan, serta visi, misi suatu organisasi.
Berikut ini adalah beberapa definisi serta penjelasan mengenai komunikasi menurut beberapa ahli:
1.         HIMSTREET & BATY
Komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi antar individu melalui suatu sistem yang biasa (lazim), baik dengan simbol-simbol, sinyak-sinyal, maupun perilaku atau tindakan.
2.         THEODORSON & THEDORSON
Komunikasi adalah penyebaran informasi, ide-ide sebagai sikap atau emosi dari seseorang kepada orang lain terutama melalui simbol-simbol.
3.         CHARLES H. COOLEY
Komunikasi berarti suatu mekanisme hubungan antar manusia dilakukan dengan mengartikan simbol secara lisan dan membacanya melalui ruang dan menyimpan dalam waktu.
Jadi, Komunikasi adalah Suatu proses penyampaian pesan atau informasi dari suatu pihak ke pihak yang lain dengan tujuan tercapai persepsi atau pengertian yang sama. Berarti dalam hal ini komunikasi dalam organisasi merupakan hal yang paling penting karena komunikasi bagian penting dari organisasi, sebab organisasi tidak akan berlangsung apabila tidak ada komunikasi antara pihak satu dengan pihak yang lain.

B.       Unsur-unsur Komunikasi dalam Organisasi
Unsur-unsur komunikasi dalam organisasi adalah
1.         Komunikator (communicator), yaitu memberi berita, yang dalam hal ini adalah orang yang berbicara, pengirim berita atau orang yang memberitakan.
2.         Menyampaikan berita, dalam hal ini dapat dilakukan dengan cara mengatakan, mengirim atau menyiarkan.
3.         Berita-berita yang disampaikan (message), dapat dalam bentuk perintah, laporan, atau saran.
4.         Komunikan (communicate), yaitu orang yang dituju, pihak penjawab atau para pengunjung. Dengan kata lain orang yang menerima berita. Tanggapan atau reaksi (response), dalam bentuk jawaban atau reaksi.
5.         Kelima unsur komunikasi tersebut (Komuniakator), Menyampaikan berita, Berita-berita yang disampaikan, Komunikan dan Tanggapan atau reaksi) merupakan kesatuan yang utuh dan bulat, dalam arti apabila satu unsur tidak ada, maka komunikasi tidak akan terjadi. Dengan demikian masing-masing unsur saling berhubungan dan ada saling ketergantungan. Jadi dengan demikian keberhasilan suatu komunikasi ditentukan oleh semua unsur tersebut.

C.      Penyaluran Komunikasi dalam Organisasi
1.         Komunikasi Vertikal
Komunikasi vertikal terdiri atas komunikasi ke atas dan ke bawah sesuai rantai perintah. Komunikasi ke bawah (downward comunication) dimulai dari manajemen puncak kemudian mengalir ke bawah melalui tingkatan-tingkatan manajemen sampai ke karyawan lini dan personalia paling bawah. Maksud utama komunikasi ke bawah adalah untuk memberi pengarahan, informasi, instruksi, nasehat/saran dan penilaian kepada bawahan sera memberikan informasi kepada para anggota organisasi tentang tujuan dan kebijaksanaan organisasi.
Berita – berita ke bawah dapat berbentuk tulisan maupun lisan dan biasanya disampaikan melalui memo, laporan, atau dokumen lainnya, bulletin pertemuan atau rapat, dan percakapan serta melalui interaksi orang perorang atau kelompok-kelompok kecil. Manajemen seharusnya tidak hanya memusatkan perhatiannya pasa usaha komunikasi ke bawah, tetapi juga komunikasi ke atas.
Fungsi utama komunikasi ke atas (upward communication)adalah untuk mensuplai informasi  kepada tingkatan manajemen atas tetang apa yang terjadi pada tingkatan bawah.  Tipe komunikasi ini mencakup laporan-laporan periodik, penjelasan, gagasan, dan permintaan untuk diberikan keputusan. Hal ini dapat dipandang sebagai data atau informasi umpan balik bagi manajemen atas.
Bentuk-bentuk komunikasi seperti kebijaksanaan, sistem komunikasi informal, survey sikap, dewan manajemen karyawan, atau sistem inspektur jendral dirancang untuk memudahkan komunikasi ke atas ke manajemen puncak.
2.         Komunikasi Horizontal
Yaitu komunikasi yang berlangsung di antara para anggota dalam kelompok kerja yang sama. Dan antara departemen-departemen pada tingkatan yang sama. Fungsi arus komunikasi horisontal ini adalah: a) Memperbaiki koordinasi tugas b) Upaya pemecahan masalah c) Saling berbagi informasi d) Upaya pemecahan konflik e) Membina hubungan melalui kegiatan bersama
3.         Komunikasi Diagonal
Komunikasi diagonal merupakan komunikasi yang memotong secara menyilang diagonal rantai perintah organisasi. Hal ini sering terjadi sebagai hasil hubungan-hubungan departemen lini dan staf. Bahwa hubungan-hubungan yang ada antara personalia lini dan staf dapat berbeda-beda, yang akan membentuk beberapa komunikasi diagonal yang berbeda-beda pula.

D.      Hambatan-hambatan dalam Komunikasi Organisasi
Komunikasi adalah bagian dari informasi dalam membangun organisasi, tetapi komunikasi tidak efektif dengan adanya kekuatan-kekuatan dari luar yang menghambatnya. Berikut ini akan dibahas hambatan-hambatan terhadap komunikasi efektif tersebut,  dengan dikelompokkan sebagai berikut:
1.         Hambatan – hambatan Organisasional
Ada tiga hambatan organisasional, yaitu tingkat hirarki  bila suatu organisasi tumbuh, strukturnya berkembang, akan menimbulkan berbagai masalah komunikasi. Karena berita harus melalui tingkatan tambahan,  yang memerlukan waktu lebih lama untuk mencapai tempat tujuan dan kecendrungan menjadinberkurang ketepatannya . berita yang mengalir keatas atau kebawah tingkatan – tingkatan organisasi akan melalui beberapa “Filter”, dengan persepsi, motif, kebutuhan dan hubungannya sendiri.
Wewenang manajerial tanpa wewenang untuk membuat keputusan tidak mungkin manajer  dapat mencapai tujuan dengan efektif. Tetapi dilain pihak, pada kenyataannya bahwa seseorangyang mengendalikan orang lain juga menimbulkan hambatan – hambatan terhadapa komunikasi. Banyak atasan merasa bahwa mereka tidak dapat sepenuhnya menerima berbagai masalah, kondisi atau hasil yang dapat membuat mereka tampak lemah. Sebaliknya, banyak bawahan menghindari situasi dimana mereka harus mengungkapkan informasi yang dapat membuat mereka dalam kedudukan yang tidak menguntungkan. Sebagai hasilnya ada kesenjangan “leveling” antara atasan dan bawahan.
Spesialisasi . meskipun spesialisasi adalah prinsip dasar organisasi, tetapi juga menciptakan masalah-masalah komunikasi, dimana hal ini cenderung memisahkan orang-orang, bahkan bila mereka bekerja saling berdekatan. Perbedaan fungsi, kepentingan dan istilah-istilah pekerjaan dapat membuat orang-orang merasa bahwa mereka hidup dalam dunia yang berbeda. Akibatnya, dapat menghalangi perasaan memasyarakat, membuat sulit memahami, dan mendorong terjadinya kesalahan-kesalahan.
2.         Hambatan – hambatan antar pribadi
Manajer masih akan menghadapi kemungkinan bahwa berita – berita yang mereka kirim akan berubah akan menyimpang, bahkan bila hambatan-hambatan komunikasi organisasional tidak ada. Banyak kesalahan komunikasi disebabkan bukan oleh faktor-faktor organisasi, tetapi oleh masalah-masalah ketidak sempurnaan manusia dan bahasa. Manajer perlu memperhatikan hambatan-hambatan anatr pribadi seperti , a) persepsi selektif , b) status atau kedudukan komunikator, c) keadaan membela diri , d) pendengaran lemah, e) ketidak tepatan penggunaan bahasa. Berikut adalah hambatan – hambatan dalam proses komunikasi :
Persepsi selektif  persepsi adalah proses yang menyeluruh dengan mana seseorang menseleksi, mengorganisasikam, dan mengartikan segala sesuatu lingkungannya, segera setelah seseorang menerima sesuatu, akan mengorganisasikan menjadi berbagai tipe informasi yang berarti. Dalam hal ini pengalaman mengajarkan seseorang dengan reaksi tertentu, bila seseorang mendengar suara kereta api, maka dia mengharapkan akan melihat kreta api. Seorang karyawan menjadi “definisi”secara otomatis bila dipanggil atasannya dengan kata lain, pengharapan yang mengharapkan seseorang untuk melihat atau mendengar kejadian, orang , objek atau situasi adalah sesuatu yang dia ingin lihat atau dengar . hal ini disebut persepsi selektif.
Manajer perlu memperhatikan 3 aspek berikut sehubungan dengan persepsi selektif :
a.         Penerimaan akan menginterpretasikan berita berdasarkan pengalaman dana bagaimana mereka telah “belajar’ untuk menghadapi sesuatu .
b.        Penerima akan menginterpretasikan berita dengan cara menolak setiap perubahan dalam struktur kepribadian yang kuat . berita yang bertentangan dengan kenyakinan seseorang cenderung untuk ditolak.
c.         Penerima akan cenderung mengelompokkan dan menyiampan karakteristik-karakteristik pengalaman mereka sehingga mereka dapat membuat pola-pola menyeluruh.
Pelajaran bagi manajer untuk memahami sebanyak mungkin tentang kerangka kesukaan, kebutuhan, motif, tujuan, tingkat bahasa, dan stereotip (prosen penyusunan berita menjadi seperti sesuatu yang diharapkan) dari penerima, agar dapat mengkomunikasikan pengertian secara efektif.
Status komunikator. Hambatan utama komunikasi lainnya adalah kecenderungan untuk menilai. Mepertimbangkan dan membentuk pendapat atas dasar kerakteristik-karakteristik pengirim (sumber), terutama kredibilitanya. Kredibilitas didasarkan “keahlian” seseorang dalam bidang yang sedang dikomunikasikan dan tingkat kepercayaan seseorang bahwa orang tersebut akan mengkomunikasikan kebenaran.
Manajer harus dipandang bawahan mereka sebagai orang yang terpercaya dan dapat dipercaya. Kalau tidak, usaha untuk memotivasi, mempengaruhi dan mengarahkan kegiatan-kegiatan bawahan akan sangat terhambat dari pemulaan.
Keadaan membela diri, perasaan pembelaan diri pada pengirim, penerima berita atau keduanya juga menimbulkan  hambatan-hambatan komunikasi. Keadaan membela diri seseorang mengakibatkan ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan pembicaraan tertentu, dan sebaliknya meningkatkan tingkat pembelaan di pihak lain. Jadi, akan timbul reaksi rantai deensif. Keadaan ini membuat pendengar lebih berkonsentrasi pada apa uang akan dikatakan dan bukan pada apa yang sedang didengar. Sebagai contoh, bila seseorang karyawan terancam akan kehilangan kedudukannya, maka dapat kehilangan kemampuan untuk mengartikan berita secara tepat dengan memberi reaksi defersif atau agresif.
Pendengaran lemah. Manajer perlu belajar untuk mendengar secara efektif agar mampu mengatasi hambatan ini. Berbagai kebiasaan sehubungan dengan pendengaran lemah meliputi : 1) mendengar hanya permukaannya saja, dengan sedikit perhatian pada apa yang sedang dikatakan; 2) memberikan pengaruh, melalui baik perkataan atau tanda-tanda (seperti melihat jam, memandanglangit, menunjukkan kegelisahan); 3) menunujkan tanda-tanda kejengkelan atau kebosanan terhadap bahan pembicaraan dan 4) mendengar dengan tidak aktif.
Ketidak tepatan penggunaan bahasa. Salah satu kesalahan terbesar yang dibuat dalam komunikasi adalah anggapan bahwa pengertian terletak dalam “kata-kata” yang digunakan. Sebagai contoh, perintah manajer untuk mengerjakan “secepat mungkin” bisa berarti satu jam, satu hari atau satu minggu. Disamping itu, bahasa-bahasa “non verbal” yang tidak konsiten, seperti nada suara, ekspresi wajah, dan sebagainya dapat menghambat komunikasi.

E.       Peningkatan Efektivitas Komunikasi
Berbagai penyebab timbulnya masalah-masalah komunikasi dan betapa sulitnya mencapai komunikasi efektif telah dibahas diatas. Sekarang akan dibicarakan berbagai cara dengan mana para manajer dapat meningkatkan efektivitas komunikasi. Teknik-teknik ini pada dasarnya adalah cara-cara untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang disajikan sebelumnya.
1.         Kesadaran Akan Kebutuhan Komunikasi Efektif
Karena berbagai hambatan organisasional dan antar pribadi, komunikasi efektif tidak dapat dibiarkan terjadi begitu saja. Manajer harus memainkan peranan penting dalam proses komunikasi, dimana hanya dengan cara itu kemudian dapat diambil langkah-langkah untuk meningkatkan efektivitas komunikasi.
Pentingnya komunikasi menyebabkan banyak perusahaan besar menggunakan para “ahli komunikasi”. Para spesialis komunikasi ini membantu perbaikan komunikasi dengan bantuannya kepada para penyelia memecahkan masalah-masalah komunikasi internal; penentuan strategi komunikasi perusahaan sehubungan dengan “layoffs”, penutupan pabrik atau relokasi, dan terminasi; serta pengukuran kualitas kegiatan-kegiatan komunikasi, melalui interview (wawancara) atau survey.
2.         Penggunaan Umpan-Balik
Peralatan penting pengembangan komunikasi lainnya adalah penggunaan umpan balik berita-beria yang dikirim. Komunikasi dua arah ini memungkinkan proses komunikasi berjalan lebih efektif. Para manajer dapat melakukan paling sedikit dua hal untuk mendorong umpan balik dan menggunakannya secara efektif. Manajer dapat menciptakan lingkungan yang mendorong umpan balik, dan mendapatkan umpan balik melalui kegiatan mereka sendiri
Cara manajer berkomunikasi dengan para bawahannya dapat menentukan jumlah umpan balik yang akan mereka terima. Disamping itu, tipe komunikasi yang digunakan dan lingkungan komunikasi penting dalam penentuan umpan balik macam apa yang akan di dapatkannya. Dalam hal ini manajer perlu memainkan peranan aktif dalam pengadaan umpan balik tersebut. Sebagai contoh, setelah memberikan penugasan tugas suatu pekerjaan manajer dapat bertanya, “apa saudari mengerti?” atau “apakah saudara mempunyai pertanyaan” atau “apakah ada yang belum saya jelaskan?” tetapi pertanyaan-pertanyaan itu tidak mendorong timbulnya jawaban, sehingga pendekatan yang lebih langsung dapat dilakukan dengan mengatakan : “pekerjaan ini adalah penting, sebab itu pahami benar setiap langkah, laporkan kepada saya apa yang akan saudara lakukan”.
Dilain pihak, para manajer perlu secara aktif mencari umpan balik. Manajemen partisipatif dan komunikasi tatap muka merupakan cara-cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas kominukasi melalui penggunaan umpan balik.

F.       Menjadi Komunikator Yang Lebih Efektif
Teknik-teknik yang jelek mengganggu banyak manajer, seperti halnya mengganggu hubungan mereka dengan para bawahannya diluar pekerjaannya. Oleh karena itu latihan-latihan dalam penulisan dan penyampaian berita secara lisan perlu dilakukan untuk meningkatkan pemahaman akan simbol-simbol, penggunaan bahasa, mengutarakan yang tepat, dan kepekaan terhadap latar belakang penerima berita.
Salah satu peralatan yang digunakan secara efektif oleh para psikolog, dan orang-orang yang profesinya memerlukan pemahaman yang mendalam tentang klien mereka, yaitu active listening (aktif mendengarkan), dapat dipergunakan untuk mengembangkan dimensi baru keterampilan manajemen para manajer. Prinsip dasar peralatan ini adalah penggunaan reflective statements (pernyataan baik) oleh pendengar. Bagaimanapun posisi kunci para manajer dalam proses komunikasi, membuat kebutuhan mendesak bagi pengembangan diri untuk menjadi komunikator yang lebih efektif.

G.      Pedoman Komunikasi Yang Baik
Amerika Management Asosiations (AMA) telah menyusun sejumlah prinsip-prinsip komunikasi yang disebut “the Ten Commandments of Good Communication” (sepuluh pedoman komunikasi yang baik). Pedoman-pedoman ini disusun untuk meningkatkan efektivitas komunikasi organisasi, secara ringkas adalah sebagai berikut:
1.         Cari kejelasan gagasan-gagasan terlebih dahulu sebelum dikomunikasikan.
2.         Teliti tujuan sebenarnya setiap komunikasi.
3.         Pertimbangkan keadaan fisik dan manusia keseluruhan kapan saja komunikasi akan dilakukan.
4.         Konsultasikan dengan pihak-pihak lain, bilaperlu, dalam perencanaan komunikasi.
5.         Perhatikan tekanan nada dan ekspresi lainnya sesuai isi dasar berita selama berkomunikasi.
6.         Ambil kesempatan, bila timbul, untuk mendapatkan segala sesuatu yang membantu atau umpan balik.
7.         Ikuti lebih lanjut komunikasi yang dilakukan.
8.         Perhatikan konsistensi komunikasi.
9.         Tindakan atau perbuatan harus mendorong komunikasi.
10.     Jadilah pendengar yang baik, berkomunikasi tidak hanya untuk dimengerti tetapi untuk mengerti.
Prinsip-prinsip ini memberikan kepada para manajer pedoman untuk meningkatkan efektivitas komunikasi.
LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP BERUBAH

A.      Sifat Proses Berubah.
Perubahan adalah proses dinamis dimana yang terjadi pada tingkah laku dan fungsi seseorang, keluarga, kelompok atau komunitas (Potter dan Perry, 2005).
Proses berubah juga dapat diartikan sebagai proses beranjaknya seseorang dari keadaan status quo menjadi keadaan keseimbangan semu. Status quo “Is a situation or state of affairs as it is now, or as it was before a recent change” atau keadaan dimana seseorang belum bergerak dari keadaan semula.
Keseimbangan semu adalah keadaan yang dirasakan belum memadai dalam  waktu tertentu.
Perubahan yang baik dapat dijalani manusia bertahap dan memerlukan waktu sesuai dengan kemampuan manusia itu sendiri. Sehingga perubahan yang terjadi secara radikal biasanya akan menemui banyak hambatan.
Macam-macam Proses Berubah
1.         Perubahan ditinjau dari sifatnya, yaitu:
a.         Perubahan spontan (Samson, 1971)
1)        Perubahan sebagai respon terhadap kejadian alamiah dan terkontrol/alamiah.
2)        Perubahan yang terjadi tidak diramalkan atau diprediksi sebelumnya.
3)        Perkembangan,yaitu perubahan yang berbentuk kemajuan / peningkatan / penambahan yang terjadi pada individu, kelompok dan organisasi.
4)        Perubahan yang direncakan yaitu sebagai upaya yang bertujuan untuk mencapai tingkat yang lebih baik.
b.        Perubahan ditinjau dari keterlibatan:
5)        Melalui penyedian informasi yang cukup.
6)        Adanya sikap positif terhadap perubahn sesuatu atau inovasi.
7)        Timbulnya komitmen diri untuk berubah.
c.         Perubahan ditinjau dari sifat pengelolaan:
1)        Menurut Duncan (1978)
a)         Perubahan berencana.
§   Menyesuaikan kegiatan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.
§   Adanya titik mula yang jelas dan dipersiapkan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.
§   Adanya persiapan yang matang.
b)        Perubahan acak/kacau.
§   Tidak ada titik awal perubahan.
§   Tidak ada upaya mempersiapkan kegiatan-kegiatan untuk tercapainya tujuan
2)        HORSEY dan BLANCARD (1977)
a)         Partisipatif
Yaitu individu/klien diikutkan dalam proses perubahan tersebut. Misalnya ketika bidan membangkitkan motivasi klien.
b)        Paksaan
Yaitu perubahan yang total menggunakan kekuatan misalnya instruksi dari atasan.

B.       Teori-teori Perubahan.
1.         Teori Perubahan Lippit
Lippit ingin menunjukkan langkah-langkah yang harus ditempuh untuk mengadakan pembaharuan. 
Langkah-langkahnya meliputi:
a.         Menentukan diagnosa terlebih dahulu pada masalah yang ada
b.        Mengadakan penilaian terhadap motivasi dan kemampuan dalam perubahan
c.         Melakukan penilaian terhadap motivasi pasien/agen dan sumber daya.
d.        Memilih tujuan perubahan yang progresif
e.         Menetapkan peran dari pembaharuan sebagai agen perubahan (pendidik, peneliti, pemimpin)
f.         Mempertahankan hasil dari perubahan yang telah dicapainya
g.        Melakukan penghentian bantuan supaya harapan peran dan tanggungjawab dapat tercapai secara bertahap

2.         Teori Perubahan Kurt Lewin
Teori perubahan Lewin menjelaskan bahwa seseorang yang akan mengadakan suatu perubahan harus memiliki konsep tentang perubahan yang tercantum agar proses perubahan tersebut terarah dan mencapai tujuan yang ada. Ia berkesimpulan bahwa kekuatan tekanan (driving forces) akan berhadapan dengan penolakan (resistences) untuk berubah. Perubahan dapat terjadi dengan memperkuat driving forcesdan melemahkan resistences to change.
Tahapan perubahan menurut Lewin antara lain :
a.         Unfreezing ( Tahap Pencairan )
Pada tahap awal ini, seseorang mencari sesuatu yang baru baik dari sisi nilai, sikap maupun kepercayaan. Seseorang dapat mengadakan proses perubahan jika memiliki motivasi yang kuat untuk berubah dari keadaan semula.
b.        Changing ( Tahap Mengubah )
 Pada tahap ini , Changing merupakan langkah tindakan, baik memperkuat driving forces maupun memperlemahresistances. Bisa dikatakan juga tahap menstabilkan norma-norma yang sudah ada.
c.         Refreezing ( Tahap Pembekuan )
Pada tahap ini merupakan tahap pembekuan di mana seseorang yang mengadakan perubahan telah mencapai tahapan yang baru dengan keseimbangan yang baru.
d.        Action Research ( Tahap Penelitian Tindakan )
Tahap penelitian tindakan menjelaskan bahwa hasil penelitian yang ada langsung diaplikasikan ke kegiatan-kegiatan yang ada. Kemudian, lebih fokus menaruh penelitian terhadap suatu tindakan yang berfokus pada masalah yang nyata. Penelitian itu dikembangakan dari pengetahun atau teori dan logat yang dapat di ambil.

3.         Teori Perubahan Rogers E
Menurut Rogers E, perubahan sosial adalah proses di mana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu dari waktu ke waktu antara anggota suatu sistem sosial.
Langkah-langkah untuk mengadakan perubahan menurut Rogers antara lain:
a.         Tahap Awareness
Tahap awal yang menyatakan bahwa untuk mengadakan perubahan diperlukan adanya kesadaran untuk berubah.
b.        Tahap Interest
Tahap ini menyatakan untuk mengadakan perubahan harus timbul perasaan suka / minat terhadap perubahan. Timbulnya minat akan mendorong dan menguatkan kesadaran untuk berubah.
c.         Tahap Evaluasi
Pada tahap ini terjadi penilaian terhadap sesuatu yang baru agar tidak ditemukan hambatan selama mengadakan perubahan.
d.        Tahap Trial
Tahap ini merupakan tahap uji coba terhadap hasil perubahan dengan harapan sesuatu yang baru dapat diketahui hasilnya sesuai dengan situasi yang ada.
e.         Tahap adoption
Tahapan terakhir yaitu proses perubahan terhadap sesuatu yang baru setelah ada uji coba dan merasakan ada manfaatnya sehingga mampu mempertahankan hasil perubahan.
Rogers juga membagi karakter dari adopsi yaitu:
a.         Relative advantage
b.        Compatibility
c.         Complexity
d.        Trialability
e.         Observability
Rogers dan sejumlah ilmuwan komunikasi lainnya mengidentifikasi 5 kategori pengguna inovasi :
1.         Innovators  
Adalah kelompok orang yang berani dan siap untuk mencoba hal-hal baruHubungan sosial mereka cenderung lebih erat dibanding kelompok sosial lainnya.
2.         Early Adopters
Kategori adopter seperti ini menghasilkan lebih banyak opinidibanding kategori lainnya, serta selalu mencari informasi tentang inovasi.
3.         Early Majority
Kategori pengadopsi seperti ini merupakan mereka yang tidak mau menjadi kelompok pertama yang mengadopsi sebuah inovasi. Sebaliknya, mereka akan dengan berkompromi secara hati-hati sebelum membuat keputusan dalam mengadopsi inovasi, bahkan bisa dalam kurun waktu yang lama.
4.         Late Majority
Kelompok yang ini lebih berhati-hati mengenai fungsi sebuah inovasi. Mereka menunggu hingga kebanyakan orang telah mencoba dan mengadopsi inovasi sebelum mereka mengambilkeputusan.
5.         Laggards
Kelompok ini merupakan orang yang terakhir melakukan adopsi inovasi. Mereka bersifat lebih tradisional, dan segan untuk mencoba hal hal baru. Kelompok ini biasanya lebih suka bergaul dengan orang-orang yang memiliki pemikiran sama dengan mereka.

Tabel 1.1. Perbangingan Perubahan Berdasarkan Tiga Teori Perubahan
Lewin
Roger
Lipitts
Pencairan
Kesdaran,
Tertarik,
Evaluasi
-   Mendiaknosa masalah
-   Mengkaji motivasi, kemampuan untuk berubah
-   Megkaji motivasi agen pembaru dan berbagai sumber saran
Bergerak
Mencoba
-   Menetapkan tujuan pembaharuan
-   Menetapkan peran agen pembaharu
Pembekuan
Penerimaan
-   Mempertahankan perubahan
-   Mengakhiri bantuan.

C.      Tipe Perubahan.
Apabila dipandang dari tipe perubahan, menurut bennis tahun 1995, perubahan itu sendiri memilki tujuh tipe diantaranya :
1.         Tipe indoktrinasi, suatu peubahan yang dilakukan oleh sekelompok atau masyarakat yang menginginkan pencapaiaan tujuan yang diharapkan dengan cara memberi doktrim atau menggunakan kekuatan sepihak untuk dapat berubah.
2.         Tipe paksaan atau kekerasan, merupakan tipe perubahan dengan melakukan pemaksaan atau kekerasan pada anggota atau seseorang dengan harapan tujuan yang dicapai dapat terlaksana.
3.         Tipe teknokratik, merupakan tipe perubahan dengan melibatkan kekuatan lain dalam mencapai tujuan yang diharapkan terdapat satu pihak merumuskan tujuan dan pihak lain untuk membantu mencapai tujuannya.
4.         Tipe interaksional, merupakan perubahan dengan menggunakan kekuatan kelompok yang saling berinteraksi satu dengan yang lain dalm mencapai tujuan yang diharapkan dari perubahan.
5.         Tipe sosialisasi, merupakan suatu perubahan dalam mencapai tujuan dengan menggunakan kerja sama dengan kelompok lain tetapi masih menggunakan kekuatan untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai.
6.         Tipe emultif, merupakan suatu perubahan dengan menggunakan kekuataan unilateral dengan tidak merrumuskan tujuan terlebih dahulu secara sungguh sungguh, perubahan ini dapat dilakukan pada sistem diorganisasi yang bawahannya berusaha menyamai pimpinan atau atasannya.
7.         Tipe alamiah, merupakan perubahan yang terjadi akibat sesuatu yang tidak disengaja tetapi dalam merumuskan dilakukan secara tidak sungguh, seperti kecelakaan, maka seseorang ingin mengadakan perubahan untuk lebih berhati-hati dalam berkendaraan dan lain sebagainya.

D.      Proses Terjadinya Perubahan.
Suasana pelayanan kesehatan pada tahun 1990an adalah suatu tantangan. Tekanan dari pemerintah, perusahaan asuransi, serikat kerja, para pegawai, dan konsumen mengenai pelayanan kesehatan, diarahkan kembali pada perawatan diri dan pencegahan. Teknologi mengalami perubahan dan focus biaya perawatan perioperatif bergeser kea rah yang lebih efektif pada situasi yang sama.
Keperawatan mempunyai kesempatan baru untuk menjadi bagian dari perubahan, selama seluruh system mengalami pergeseran biaya saat kualitas perawatan klien meningkat. Kreatifitas dan tinjauan tekanan kekuatan eksternal yang luas akan memungkinkan perawat melakukan perubahan.
Perubahan dapat dijabarkan dengan beberapa cara, termasuk perubahan yang direncanakan atau yang tidak direncanakan. Perubahan yang tidak direcanakan adalah perubahan yang terjadi tanpa suatu persiapan, sebaliknya perubahan yang direncanakan adalah peribahan yang direncanakan dan dipiikirkan sebelumnya, terjadinya dalam waktu yang lama, dan termasuk adanya suatu tujuan yang jelas. Perubahan terencana lebih mudah dikelola daripada perubahan yang terjadi pada perkembangan manusia atau tanpa persiapan anat karena suatu ancaman. Untuk alasan tersebut, perawat harus dapat mengelola perubahan.
Proses perencanaan terjadi karena adanya perubahan yang sangat kompleks dan melibatkan interaksi banyak orang, faktor, dan tekanan. Secara umum, perubahan terencana adalah suatu proses di mana ada pendapat baru yang dikembangkan dan dikomunikasikan kepada semua orang, walaupun akhirnya akan diterima atau ditolak. Perubahan perencanaan, sebagaimana proses keperawatan, memerlukan suatu pemikiran yang matang tentang keterlibatan individu atau kelompok. Penyelesaian masalah, pengambilan keputusan, pemikiran kritis, pengkajian, dan efektivitas penggunaan keterampilan interpersonal, termasuk kemampuan komunikasi, kolaborasi, negosiasi, dan persuasi, adalah kunci dalam perencanaan perubahan.
Orang yang mengelola perubahan harus mempunyai visi yang jelas di mana proses akan dilaksanakan dengan arah yang terbaik untuk mencapai tujuan tersebut. Proses perubahan memerlukan tahapan yang berurutan di mana orang akan terlibat dalam sebuah proses perubahan dan arah perubahan yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu, koalisi perlu dan harus dibentuk untuk mendukung perubahan.
Dalam literature yang lain disebutkan bahwa proses terjadinya perubahan terdiri dari beberapa tahap diantaranya :
1.         Mencairkan: melibatkan penghancuran cara normal orang yang melakukan sesuatu-mmemutuskan pola,kebiasaan,dan rutinitas sehingga orang siap untuk menerima alternatifbaru(hersey, Blanchard) atau mengurangi kekuatan untuk mengurangi status quo, menciptakan kebutuhan akan perubahan, meminimalisasi tantangan terhadap perubahan seperti memberikan masalah proaktif.
Contoh :Refresing,kegiatan_kegiatan baru.
2.         Memindahkan: mengembangkan perilaku, nilai dan sikap yang baru.
3.         Membekukan kembali:akan terjadi jika prilaku baru sudah menjadi bagian dari kepribadian seseorang.dengan cara memperkuat, mengevaluasi, dan membuat modifikasi konstruktif.

E.       Motivasi Dalam Perubahan.
Motivasi itu timbul karena tuntutan kebutuhan dasar manusia,sedangkan kebutuhan dasar manusia yang dimaksud antara lain:
1.         Kebutuhan fisiologis (makan, minum, tidur, oksigen dll) berdasarkan kebutuhan tersebut maka manusia akan selalu ingin mempertahankan hidupnya dengan jalan memenuhinya atau mengadakan perubahan.
2.         Kebutuhan keamanan. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan manusia agar mendapatkan jaminan keamanan atau perlindungan dari berbagai ancaman bahaya yang ada.
3.         Kebutuhan social. Kebutuhan ini mutlak diperlukan karena manusia tidak akan dapat hidup sendiri tanpa bantuan dari orang lain.
4.         Kebutuhan penghargaan dan dihargai. Setiap manusia selalu ingin mendapatkan penghargaan dimata masyarakat akan prestasi, status, dan lain-lain. Untuk itu manusia akan termotivasi untuk mengadakan perubahan.
5.         Kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan perwujudan diri agar di akui masyarakat akan kemampuannya dan potensi yang dimiliki.
6.         Kebutuhan interpersonal yang meliputi kebutuhan untuk berkumpul bersama untuk melakukan control dalam mendapatkan pengaruh dari lingkungan.

F.       Strategi Dalam Perubahan.
Dalam perubahan dibutuhkan cara yang tepat agar tujuan dalam perubahan dan tercapai secara tepat, efektif dan efisien, untuk itu dibutuhkan strategi khusus dalamperubahan diantaranya:
1.         Strategi Rasional Empirik
Strategi ini didasarkan karena manusia sebagai komponen dalam perubahan memiliki sifat rasional untuk kepentingan diri dalam berperilaku. Untuk mengadakan suatu perubahan strategi rasional dan empirik yang didasarkan dari hasil penemuan atau riset untuk diaplikasikan dalam perubahan manusia yang memiliki sifat rasional akan menggunakan rasionalnya dalam menerima sebuah perubahan. Langkah dalam perubahan atau kegiatan yang diinginkan dalam strategi rasional empirik ini dapat melalui penelitian atau adanyadesiminasi melalui pendidikan secara umum sehingga melalui desiminasi akan diketahui secara rasional bahwa perubahan yang akan dilakukan benar-benar sesuai dengan rasional. Strategi  ini juga dilakukan pada penempatan sasaran yang sesuai dengan kemampuan dan keahlian yang dimiliki sehingga semua perubahan akan menjadi efektif dan efisien, selain itu juga menggunakan sistem analisis dalam pemecahan masalah yang ada.
2.         Strategi Redukatif normative
Strategi ini dilaksanakan berdasarkan standar norma yang ada di masyarakat. Perubahan yang akan dilaksanakan melihat nilai-nilai normatif yang ada di masyarakat sehingga tidak akan menimbulkan permasalahan baru di masyarakat. Standar norma yang ada di masyarakat ini di dukung dengan sikap dan sistem nilai individu yang ada di masyarakat. Pendekatan ini dilaksanakan dengan mengadakan intervensi secara langsung dalam penerapan teori-teori yang ada.Strategi ini dilaksanakan dengan cara melibatkan individu, kelompok atau masyarakat dan proses penyusunan rancangan untuk perubahan. Pelaku dalam perubahan harus memiliki kemampuan dalam berkolaborasi dengan masyarakat. Kemampuan ilmu perilaku harus dimiliki dalam pembaharu.
3.         Strategi  Paksaan- Kekuatan
Dikatakan strategi paksaan-kekuatan karena adanya penggunaan kekuatan atau kekuasaan yang dilaksanakan secara paksa dengan menggunakan kekuatan moral dan kekuatan politik.Strategi ini dapat dilaksanakan dalam perubahan sistem kenegaraan, penerapan sistem pendidikan dan lain-lain.
Perubahan dalam organisasi terdapat 3 tingkatan yang berbeda, yaitu:   individu yang bekerja di organisasi tersebut, perubahan struktur dan system hubungan interpersonal. Strategi membuat perubahan dapat dikelompokan menjadi 4 hal, yakni:
1.         Memiliki visi yang jelas
Visi ini merupakan hal yang sederhana dan utama, karena visi dapat mempengaruhi pandangan orang lain. Misalnya visi J.F kennedy, “menempatkan seseorang dibulan sebelum akhir abad ini.” Visi harus disusun secara jelas, ringkas, mudah, dipahami dan dapat dilaksanakan oleh setiap orang.
2.         Menciptakan budaya organisasi tentang nilai-nilai moral dan percaya kepada orang lain
Menciptakan iklim yang kondusif dan rasa saling percaya adalah hal yang penting. Perubahan akan lebih baik jika mereka percaya seseorang dengan kejujuran dan nilai-nilai yang diyakininya. Orang akan berani mengambil suatu resiko terhadap perubahan, apabila mereka dapat berpikir jernih dan tidak emosional dalam menghadapi perubahan. Setiap perubahan harus diciptakan suasana keterbukaan, kejujuran, dan secara langsung.
Menurut porter dan O’Grady (1986) upaya yang harus ditanamkan dalam menciptakan iklim yang kondusif adalah:
a.         Kebebasan untuk berfungsi secara efektif
b.        Dukungan dari sejawat dan pimpinan
c.         Kejelasan harapan tentang lingkungan kerja
d.        Sumber yang tepat untuk praktik secara efektif
e.         Iklim organisasi yang terbuka
3.         System komunikasi yang jelas, singkat dan sesering mungkin
Komunikasi merupakan unsur yang penting dalam perubahan. Setiap orang perlu dijelaskan tentang perubahan untuk menghindari rumor atau informasi yang salah. Semakin banyak orang yang mengetahui tentang keadaan, maka mereka akan semakin baik dan mampu dalam memberikan pandangan ke depan dan mengurangi kecemasan serta ketakutan terhadap perubahan. Menurut silber (1993), komunikasi satu arah tidak cukup dan sering menimbulkan kebingungan karena orang tidak mengetahui apa yang akan terjadi.
4.         Keterlibatan orang yang tepat
Perubahan perlu disusun oleh orang-orang yang berkompeten. Begitu rencana sudah tersusun, maka segeralah melibatkan orang lain pada setiap jabatan di organisasi, karena keterlibatan akan berdampak terhadap dukungan dan advokasi (Endah, Rika. 2003).


G.      Model Dalam Perubahan.
Model dalam perubahan terbagi menjadi 3 tahap :
1.         Research And Development Model (Model Penelitian dan Pengembangan).
Model perubahan perubahan ini didasarkan atas penelitian dan perencanaan dalam pengembangan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Dalam menggunakan model ini dapat dilakukan dengan cara melakukan identifikasi atas perubahan yang akan dilakukan dalam perubahan.
2.         Social Interaction Model (Model Interaksi Sosial).
Model perubahan dengan interaksi sosial ini dilakukan berdasarkan atas saling kerjasama dalam sistem dengan memfokuskan pada persepsi dan respons dar perubahan Roger diantaranya, menyadari akan perubahan, adanya minat dalam perubahan, melakukan evaluasi tentang hal-hal yang akan dilakukan perubahan, melalui uji coba sesuatu hal yang akan dilakukan perubahan serta menerima perubahan.
3.         Problem Solving Model (Model Penyelesaian Masalah).
Model ini menekankan pada penyelesaian masalah dengan menggunakan langkah mengidentifikasi kebutuhan yang menjadi masalah, mendiagnosis masalah, menemukan cara penyelesaian masalah yag akan digunakan, melakukan uji coba dan melakukan evaluasi dari hasil uji coba untuk digunkan dalam perubahan.

H.      Hambatan Dalam Perubahan.
Perubahan tidak selalu mudah untuk dilaksanakan akan tetapi banyak hambatan yang akan diterimanya baik hambatan dari luar maupun dari dalam diantaranya hal yang menjadi hambatan dalam perubahan adalah sebagai berikut :
1.         Ancaman Kepentingan Pribadi.
Ancaman kepentingan pribadi ini merupakan hambatan dalam perubahan karena adanya kekhawatiran adanya perubahan segala kepentingan dan tujuan diri contohnya dalam melaksanakan standarisasi perawat profesional dimana yang diakui sebagai profesi perawat minimal D III Keperawatan, sehingga bagi lulusan SPK yang dahulu dan tidak ingin melanjutkan pendidikan akan terancam bagi kepentingan dirinya sehingga hal tersebut dapat menjadikan hambatan dalam perubahan.
2.         Persepsi yang Kurang Tepat.
Persepi yang kurang tepat atau informasi yang belum jelas ini dapat menjadi kendala proses perubahan. Berbagai informasi yang akan dilakukan dalam sistem perubahan jika tidak dikomunikasikan dengan jelas atau informasinya kurang lengkap, maka tempat yang akan dijadikan perubahan akan sulit menerimanya sehingga timbul kekhawatiran dari perubahan tersebut.
3.         Reaksi Psikologis.
Reaksi psikologis ini merupakan faktor yang menjadi hambatan dalam perubahan karena setiap orang memiliki reaksi psikologis yang berbeda dalam merespons perbedaan sistem adaptasi pada setiap orang juga dapat menimbulkan reaksi psikologos yang berbeda sehingga bisa menjadi hambatan dalam perubahan, contohnya bila akan dilakukan perubahan dalam sistem praktek keperawatan mandiri bagi perawat. Jika perawat belum bisa menerima secara psikologis, akan timbul kesulitan karena ada perasaan takut sebagai dampak dari perubahan.
4.         Toleransi terhadap Perubahan.
Toleransi terhadap ini tergantung dari individu, kelompok atau masyarakat. Apabila individu, kelompok atau masyarakat tersebut memiliki toleransi yang tinggi terhadap perubahan, maka akan memudahkan proses perubahan tetapi apabila toleransi seseorang terhadap perubahan sangat rendah, maka perubahan tersebut akan sulit diaksanakan.
5.         Kebiasaan.
Pada dasarnya seseorang akan lebih senang pada sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya atau bahkan dilaksanakan sebelumnya dibandingkan sesuatu yang baru dikenalnya, karena keyakinan yang dilmiliki sangat kuat. Faktor kebiasaan ini yang menjadikan hambatab dalam perubahan.
6.         Ketergantungan.
Ketergantungan merupakan hambatan dalam proses perubahan karena ketergantungan menyebabkan seseorang tidak dapat hidup secara mandiri dalam mencapai tujuan tertentu. Suatu perubahan akan menjadi masalah bagi seseorang yang selalu menggantungkan diri sehingga perubahan sulit dilakukan.
7.         Perasaan tidak Aman.
Perasaan tidak aman juga merupakan faktor penghambat dalam perubahan karena adanya ketakutan terhadap dampak dari perubahan yang juga akan menambah ketidakamanan pada diri, kelompok atau masyarakat.
8.         Norma.
Norma merupakan segala aturan yang didukung oleh anggota masyarakat dan tidak mudah dirubah. Apabila akan mmengadakan proses perubahan namun perubahan perubahan tersebut akan menghadapi hambatan. Sebaliknya jika norma tersebut sesuai dengan prinsip perubahan, maka akan sangat mudah dalam perubahan.

I.         Perubahan Dalam Keperawatan.
Sebagai manusia kita hidup dalam dunia perubahan. Perubahan merupakan suatu hal yang pasti (terjadi, dan akan terjadi), hal mana sudah diketahui oleh manusia sejak zaman dahulu, yang diungkapkan mereka melalui kata-kata “Pantai Rei” (bahasa Belanda: alles verandert – bahasa Inggris: everything changes).Perubahan merupakan satu kata yang memberikan makna bagi dinamika kehidupan manusia. Adakalanya perubahan berdampak positif sesuai yang diharapkan. Akan tetapi biasa berdampak negative atau tidak sesuai dengan yang diharapkan, bahkan tidak jarang bertentangan dengan keinginan yang direncanakan dan merugikan (Nursalam.  M. 2008).
Perubahan adalah respon terencana atau tak terencana terhadap tekanan-tekanan dan desakan-desakan yang ada. Manajemen Perubahan adalah upaya yang dilakukan untuk mengelola akibat-akibat yang ditimbulkan karena terjadinya perubahan dalam organisasi. Perubahan mempunyai manfaat bagi kelangsungan hidup suatu organisasi, tanpa adanya perubahan maka dapat dipastikan bahwa usia organisasi tidak akan bertahan lama.  Perubahan  dapat terjadi karena sebab-sebab yang berasal dari dalam maupun dari luar organisasi tersebut.Manajemen perubahan adalah aplikasi pengetahuan, kemampuan, alat dan teknik untuk menggabungkan perubahan menjadi sebuah proyek dan atau menjadi sebuah strategi.
Perubahan dapat dijabarkan dengan beberapa cara, termasuk perubahan yang direncanakan atau yang tidak direncanakan. sebaliknya perubahan yang direncanakan adalah perubahan yang direncanakan dan dipikirkan sebelumnya, terjadinya dalam waktu yang lama, dan termasuk adanya suatu tujuan yang jelas. Perubahan terencana lebih mudah dikelola daripada perubahan yang terjadi pada perkembangan manusia atau tanpa persiapan anat karena suatu ancaman. Untuk alasan tersebut, perawat harus dapat mengelola perubahan.
1.         Perubahan terencana.
Perubahan yang direncanakan (planed change) adalah perubahan yang lebih mudah dikelola dari pada perubahan yang tidak direncanakan, secara umum perubahan terencana adalah suatu proses dimana adanya pendapat baru yang dikembangkan, dikomunikasikan, kepada semua orang walaupun akhirnya akan diterima atau ditolak. Orang yang mengelola perubahan harus mempunyai suatu visi yang jelas dimana proses akan dilaksanakan dengan arah yang terbaik untuk mencapai tujuan (Nursalam.  M. 2008).
Menurut Suyanto (2009), perubahan terencana adalah perubahan yang dirancang dan diimplementasikan secara berurutan dan tepat waktu sebagai antisipasi dari peristiwa di masa mendatang. Sedangkan perubahan reaktif adalah respons bertahap terhadap peristiwa ketika muncul. Karena perubahan reaktif dilakukan dengan cepat, maka potensi terjadinya perubahan cenderung menghasilkan akibat yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, perubahan terencana lebih disukai dibandingkan dengan perubahan reaktif(Suyanto. 2009).
2.         Perubahan tidak terencana.
Perubahan yang tidak direncanakan (unplanned change) adalah perubahan yang terjadi tanpa suatu persiapan. Determinan dari suatu perubahan tidak terencana dari suatu organisasi antara lain karena adanya pergeseran dalam tampilan demografis angkatan kerja, respons terhadap kecenderungan globalisasi, adanya peraturan pemerintah, persaingan ekonomi, dan perbedaan kinerja (Suyanto. 20
 LAPORAN PENDAHULUAN

DISKUSI REFLEKSI KASUS

A.      Manajemen Kinerja Klinis
Meningkatkan kinerja harus memecahkan masalah-masalah kinerja dan eksploitasi kesempatan penampilan tersebut. Permasalahan kinerja adalah outcomes yang tidak memuaskan atau tidak diinginkan atau masalah pelayanan yang mengganggu pencapaianout comes yang diinginkan konsumen. Kesempatan penampilan diri diperlukan untuk meningkatan outcomes pelayanan atau proses dimana pelayanan diberikan. Peningkatan kinerja adalah perubahan. Perubahan adalah indikasi dimana ada satu perbedaan antara apa yang aktual dan apa yang diharapkan. Perubahan yang direncanakan memerlukan keputusan. Bleich mengatakan bahwa ada dua type keputusan yaitu, diagnostik dan evaluasi. Keduanya memerlukan ketrampilan berpikir kritis, tetapi keduanya sangat berbeda. Keputusan diagnostik terdiri dari pengumpulan, analisis dan sintesa data. Evaluasi berkaitan dengan pengambilan keputusan mengenai nilai terhadap ide, pemecahan, metoda dan material. Standar digunakan untuk menilai keabsahan hasil kegiatan, efektifitasnya, ekonomis, dan tingkat kepuasan.
Didalam upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit disusun berupa kegiatan komprehensif dan integratif yang menyangkut struktur, proses dan output / outcome secara objektif, sistematik dan berlanjut seperti tertulis pada tabel 2.1 tentang proses manajemen keperawatan. Memantau dan menilai mutu serta kewajaran pelayanan tehadap pasien, menggunakan peluang untuk meningkatkan pelayanan pasien dan memecahkan masalah yang terungkapkan, sehingga pelayanan yang diberikan di rumah sakit berdaya guna dan berhasil guna.
Tabel. 2.1: Proses Manajemen Keperawatan
Struktur/Input
Proses
Hasil/Output
-      Deskripsi pekerjaan
-      Standar Klinis
-      Indikator Kinerja
-      Pendidikan berkelanjutan
-      Ketrampilan manajerial klinis
-      Kepemimpinan & support kualitas Asuhan Kep./Keb
-      Monitoring IKK feedbackkan hasil dan coaching untuk mencapai standar kinerja yang dibutuhkan
-      Refleksi Diskusi Kasus
-      Staf termotivasi
-      Standarisasi
-      Kepuasan Pasien
-      Kepuasan Staf
-      Peningkatkan outcome kesehatan

Pelayanan dan asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien merupakan bentuk pelayanan profesional yang bertujuan untuk membantu klien dalam pemulihan dan peningkatan kemampuan dirinya melalui tindakan pemenuhan kebutuhan klien secara komprehensif dan berkesinambungan sampai klien mampu untuk melakukan kegiatan rutinitasnya tanpa bantuan.
Proses keperawatan adalah tindakan aktivitas yang ilmiah dan rasional yang dilakukan secara sistematis terdiri dari lima tahap yaitu pengkajian ,diagnosis keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan penilaian



Model proses keperawatan dapat dilihat gambar 2.1 :
Gambar 2.1 The Nursing Process (Kozier,1991dkk)
Dalam meningkatkan kualitas pelayanan asuhan keperawatan manajemen harus memperhatikan pengembangan manajemen kinerja yang dinyatakan sebagai kebijakan nasional dalam rangka terciptanya pelayanan keperawatan yang profesional. Semua tempat pelayanan kesehatan baik puskesmas maupun rumah sakit harus melaksanakan pengembangan manajemen kinerja, termasuk melaksanakan Diskusi Refkesi Kasus.

B.       Diskusi Reflelsi Kasus
Refleksi klinis merupakan alat yang sangat kuat untuk meningkatkan kemampuan keterampilan klininis dan profesionalisme. Refleksi merupakan pendekatan pembelajaran ketrampilan klinis dan metakognotif. Strategi pembelajaran dengan memperhatikan refelksi fokus internal dan eksternal baik secara lisan maupun tertulis
Diskusi berdasarkan kasus merupakan salah satu bentuk pelatihan klinik yang disetting untuk membantu pembelajaran dalam assesmen dalam tatanan klinik. Tujuan utama dari diskusi berdasarkan kasus adalah untuk memberikan pembelajaran klinik yang tersturktur dan pemberian umpan balik terhadap partisipan dalam diskusi tersebut.  Diskusi yang berdasarkan kasus mampu untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan pemberian umpan balik selain itu juga meningkatkan kemampuan dalam pengambilan keputusan klinis dan merupakan cara perubahan yang paling efektif dalam tatatnan klinis
Intercollegiate Surgical Curriculum Programe dan Fulya Mehta menyatakan diskusi berdasarkan (refleksi) kasus ini didesain untuk memberikan penilaian klinik, pengambilan keputusan, penerapan ilmu pengetahuan terkini dibidang kesehatan serta pemberian umpan balik dalam pembelajaran klinik. Diskusi berdasarkan kasus ini merupakan program pembelajaran klinik yang terstuktur yang mebutuhkan alat bantu (tool) yang digunakan sebagai panduan dari mentor dalam merefleksikan diskusi yang akan membangun kemampuan keterampilan klinik. Pilot projec yang dilakukan oleh Hether pada tahun 2011 menunjukan bahwa alat bantu panduan dalam diskusi berdasarkan kasus ini tidak hanya menyelesaian permasahan pada pasien akan tetapi juga dapat digunakan sebagai panduan dalam diskusi interdisiplin.
Menurut Heather ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam diskusi berdasarkan (refleksi) kasus ini sebgai upata dalam pemecahan masalah
1.         Siapa yang membutuhkan perawatan dan kenapa?
2.         Tujuan yang diharapkan dari intervensi
3.         Bagaiamana cara melakukan dokumentasi?
4.         Rencana tindakan, tindakan, pelayanan dan jumlah kunjungan dalam mencapai tujuan
5.         Bagaimana peran pasien dan keluarga dalam proses pemecahan masalah?
6.         Bagaiamana cara melakukan evaluasi dari keberhasilan intervensi dan pembiayaan yang efektif?
7.         Apakah dibutuhkan pelayanan kesehatan yang lain dan skening?
Diskusi Refleksi Kasus (DRK) adalah suatu metode pembelajaran dalam merefleksikan pengalaman perawat yang aktual dan menarik dalam memberikan dan mengelola asuhan keperawatan melalui suatu diskusi kelompok yang mengacu pemahaman standar yang ditetapkan. DRK ini merupakan wahana untuk masalah dengan mengacu pada standar keperawatan/kebidanan yang telah ditetapkan. Selain itu, DRK dapat meningkatkan profesionalisme perawat. Meningkatkan aktualisasi diri perawat dan bidan, membangkitkan motivasi belajar perawat, belajar untuk menghargai kolega untuk lebih asertif dan meningkatkan kerja sama, memberikan kesempatan individu untuk mengeluarkan pendapat tanpa merasa tertekan serta memberikan masukan kepada pimpinan sarana kesehatan untuk penambahan dan peningkatan SDM perawat (pelatihan,pendidikan berkelanjutan, magang, kalakarya), penyempurnaan SOP dan bila memungkinkan, pengadaan alat
Implementasi pengembangan pelayanan keperawatan rumah sakit merupakan kegiatan pendampingan terhadap rumah sakit. Kementerian Kesehatan dalam menerapkan pelayanan keperawatan sesuai standar yang telah ditetapkan. Hala ini juga digunakan sebagai acuan pentingnya penerapan diskusi refleksi kasus dalam pelayanan keperawatan. Adapun prinsip-prinsip yang perlu menjadi landasan dalam pelaksanaannya adalah :
1.         Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, memiliki kontribusi yang penting dalam pencapaian mutu pelayanan yang diterima oleh pasien
2.         Pelayanan keperawatan yang diberikan berorientasi pada keselamatan pasien dan mempertahankan efisiensi dan efektifitas pelayanannya.
3.         Dalam implementasi mempergunakan sumber daya yang ada, baik di dalam rumah sakit maupun sumber lain yang tepat serta berfokus pada “improvement effort”.
4.         Dalam implementasi, bekerja dalam tim dan antar profesi untuk meningkatkan pelayanan.
5.         Menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran dengan menghargai pengalaman-pengalaman terbaik yang ada di rumah sakit masing-masing.
6.         Melakukan implementasi, perubahan dan pengembangan pelayanan keperawatan harus dalam sistem pelayanan kesehatan rumah sakit.
7.         Dalam proses implementasi mengintegrasikan kebijakan-kebijakan dan regulasi yang telah ada seperti SP2KP, PMK, Sistem Akreditasi Rumah Sakit, Pedoman Bimbingan Teknis Pelayanan Keperawatan, Jenjang Karir dan Pedoman Indikator Mutu Klinik. Sebagai panduan adalah standar pelayanan keperawatan RS Khusus yang sudah disusun

C.      Pedoman Diskusi Refleksi Kasus
1.         Pengumpulan data
Tahap pengumpulan data perlu memperhatikan tentang riwayat masa lalu dari kasus yang akan didiskusikan serta bagaimana perkembangan kasus tersebut saat ini.
Beberapa poin penting yang perlu dikaji dalam tahap pengumpulan data adalah sebagai berikut :
a.         Menilai bagaimana diagnosa medis pasien mempengaruhi wawancara Anda
b.        Bagaimana bias pribadi Anda / asumsi mungkin mempengaruhi wawancara Anda?
c.         Menilai informasi yang Anda kumpulkan, apa yang Anda lihat sebagai pola atau hubungan antara gejala?
d.        Berapa nilai data yang Anda kumpulkan?
e.         Apakah beberapa pertimbangan yang dapat Anda simpulkan dari data? Apakah ada alternatif solusi?
f.         Apakah penilaian Anda mengenai pengetahuan dan pemahaman pasien / pemberi perawatan tentang diagnosis mereka dan kebutuhan untuk terapi fisik?
g.        Sudahkan Anda melakukan verifikasi tujuan pasien dan sumber daya apa yang tersedia?
h.        Berdasarkan informasi yang dikumpulkan, apakah Anda dapat menilai kebutuhan untuk rujukan kepada tenaga kesehatan profesional lainnya?
2.         Menentukan hipotesis awal
Penentuan hipotesis awal didasarkan pada struktur kerangka/ fungsi, gangguan yang dialami pasien, keterbatasan aktivitas harian pasien,dan pembatasan partisipasi pasien. Berikut adalah poin refleksi yang perlu dikaji dalam penentuan hipotesis awal:
a.         Dapatkah Anda membangun hipotesis berdasarkan informasi yang dikumpulkan?
b.        Apa yang didasarkan pada (bias, pengalaman)?
c.         Bagaimana Anda dapat menentukan hipotesis? Bagaimana Anda dapat menjelaskan alasan Anda?
d.        Bagaimana informasi dan data kondisi pasien yang telah dikumpulkan dalam mendukung hipotesis Anda?
e.         Apakah yang Anda antisipasi dapat menjadi hasil/outcome bagi pasien (prognosis)?
f.         Berdasarkan hipotesis Anda, bagaimanakah strategi Anda dalam mempengaruhi pemeriksaan?
g.        Apa pendekatan / urutan rencana / strategi Anda untuk melakukan pemeriksaan?
h.        Bagaimanakah faktor lingkungan dapat mempengaruhi pemeriksaan Anda?
i.          Bagaimanakah informasi diagnostik lainnya dapat mempengaruhi pemeriksaan Anda?
3.         Pemeriksaan
Tahapan pemeriksaan mempertimbangkn tes yang perlu dilakukan serta pengukuran-pengukuran. Berikut adalah poin refleksi dari tahapan pemeriksaan:
a.         Menilai tes dan pengukuran yang Anda pilih untuk pemeriksaan, bagaimana dan mengapa Anda memilihnya?
b.        Menggambarkan dari tes ini, bagaimana tes tersebut dapat mendukung / meniadakan hipotesis Anda?
c.         Dapatkah identifikasi dari tes dan pengukuran tersebut membantu Anda menentukan perubahan status? Apakah tes dan pengukuran itu setidaknya mampu mendeteksi perbedaan klinis penting?
d.        Bagaimana Anda mengatur pemeriksaan? Apa yang mungkin Anda lakukan secara berbeda?
e.         Jelaskan pertimbangan untuk sifat psikometrik tes dan pengukuran yang digunakan.
f.         Diskusikan sistem lain yang tidak diuji, apakah dapat mempengaruhi masalah pasien.
g.        Bandingkan pemeriksaan temuan Anda untuk pasien ini dengan pasien lain dengan diagnosis medis serupa.
h.        Bagaimana pilihan tes dan pengukuran berhubungan dengan tujuan pasien
4.         Evaluasi
a.         Bagaimana Anda menentukan diagnosis Anda? Bagaimana pendapat pasien tentang diagnosis yang Anda tentukan?
b.        Bagaimana hasil pemeriksaan Anda dapat mendukung atau meniadakan hipotesis awal Anda?
c.         Apa penilaian Anda tentang masalah yang paling penting untuk dikerjakan?
d.        Bagaimana evaluasi ini berhubungan dengan tujuan pasien dan identifikasi masalah?
e.         Faktor-faktor apa yang mungkin mendukung atau mengganggu prognosis pasien?
f.         Bagaimana faktor lain seperti fungsi tubuh, faktor lingkungan, dan sosial mempengaruhi pasien?
g.        Apa alasan Anda untuk prognosis, dan apa indikator prognostik positif dan negatif?
h.        Bagaimana tindakan yang akan Anda untuk mengembangkan hubungan terapeutik?
i.          Bagaimana mungkin setiap faktor budaya memengaruhi perawatan Anda dari pasien?
j.          Apa pertimbangan Anda untuk perilaku, motivasi, dan kesiapan?
k.        Bagaimana Anda dapat menentukan kapasitas untuk kemajuan menuju tujuan?
5.         Rencana Tindak Lanjut
a.         Bagaimana Anda memasukkan tujuan pasien dan keluarga?
b.        Bagaimana tujuan mencerminkan pemeriksaan dan evaluasi Anda?
c.         Bagaimana Anda menentukan resep terapi fisik atau rencana perawatan (frekuensi, intensitas, antisipasi layanan perawatan jangka panjang)?
d.        Bagaimana elemen kunci dari rencana perawatan terapi fisik berhubungan kembali dengan diagnosis awal?
e.         Bagaimana faktor personal dan lingkungan pasien mempengaruhi rencana perawatan terapi fisik?
6.         Rencana Kegiatan
a.         Diskusikan semua pendekatan terapi fisik atau beberapa strategi (misalnya, pembelajaran motorik, penguatan).
b.        Bagaimana Anda akan memodifikasi prinsip untuk pasien?
c.         Apakah ada aspek yang spesifik tentang pasien yang perlu diingat?
d.        Bagaimana pendekatan Anda berhubungan dengan teori dan bukti saat ini?
e.         Ketika Anda merancang rencana intervensi Anda, bagaimana Anda memilih strategi yang spesifik?
f.         Apakah alasan Anda untuk strategi intervensi yang digunakan?
g.        Bagaimana intervensi berhubungan dengan masalah utama yang telah diidentifikasi?
h.        Apakah mungkin Anda perlu mengubah intervensi untuk pasien tertentu dan pemberi perawatan? Apa kriteria Anda untuk melakukannya?
i.          Apa koordinasi dari aspek perawatan?
j.          Apa kebutuhan komunikasi dengan anggota tim lainnya?
k.        Apa aspek dokumentasi?
l.          Bagaimana Anda akan memastikan keselamatan?
m.      Pendidikan Pasien / pemberi perawatan:
n.        Apakah strategi keseluruhan yang Anda lakukan dalam mengajar?
o.        Jelaskan gaya belajar / hambatan dan setiap akomodasi yang mungkin untuk pasien dan pemberi perawatan.
p.        Bagaimana Anda dapat memastikan pemahaman?
q.        Apa strategi komunikasi (verbal dan nonverbal) yang nantinya paling efektif.

7.         Pemeriksaan Ulang
a.         Mengevaluasi efektivitas intervensi Anda. Apakah Anda perlu mengubah apa pun?
b.        Apa yang telah Anda pelajari tentang pasien / perawat yang Anda tidak tahu sebelumnya?
c.         Bagaimana kemajuan pasien saat ini terhadap tujuan dibandingkan dengan pasien lain dengan diagnosis yang sama?
d.        Apakah ada sesuatu yang diabaikan, disalahartikan, dinilai terlalu tinggi, atau dinilai rendah, dan apa yang mungkin Anda lakukan secara berbeda? Akankah hal ini dapat menunjukkan setiap potensi kesalahan yang telah Anda buat?
e.         Bagaimana interaksi Anda dengan pasien / pemberi perawatan dapat diubah?
f.         Bagaimana hubungan terapeutik Anda dapat diubah?
g.        Apakah terdapat kemungkinan faktor-faktor baru yang mempengaruhi kriteria hasil dari pasien?
h.        Bagaimana karakteristik kemajuan pasien mempengaruhi tujuan Anda, prognosis, dan pengantisipasian hasil?
i.          Bagaimana Anda dapat menentukan pandangan pasien (kepuasan / frustrasi) tentang kemajuannya ke arah tujuan? Bagaimana kemungkinannya dapat mempengaruhi rencana perawatan Anda?
j.          Bagaimana terapi fisik mempengaruhi kehidupan pasien?

8.         Hasil
a.         Apakah terapi fisik yang efektif, dan apa ukuran yang Anda gunakan untuk menilai hasilnya? Apakah ada perbedaan klinis minimum yang penting?
b.        Mengapa iya atau mengapa tidak?
c.         Kriteria apa yang Anda atau akan Anda gunakan untuk menentukan apakah pasien telah mencapai tujuan nya?
d.        Bagaimana Anda menentukan pasien siap untuk kembali ke rumah / masyarakat / kerja / sekolah / olahraga?
e.         Hambatan apa (fisik, pribadi, lingkungan), jika ada, apakah dapat dipulangkan?
f.         Apakah kebutuhan yang dapat diantisipasi terkait usia, dan apa yang menjadi dasarnya?
g.        Apakah peranan yang memungkinkan dari terapi fisik di masa yang akan datang?
h.        Apa pandangan pasien / pemberi perawatan dari kebutuhan terapi fisik di masa yang akan datang?
i.          Dapatkah Anda dan pasien / pemberi perawatan yang lain secara bersama-sama merencanakan rencana seumur hidup untuk sehat?




STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)
PELAKSANAAN DISKUSI REFLEKSI KASUS DI RUMAH SAKIT
Nomor Dokumen


Tanggal
disahkan


pertama kali



Tanggal Revisi





Pengertian

Kegiatan diskusi untuk merefleksikan pengalaman praktek


suatu kasus tertentu terhadap konsep pengetahuan baru /


praktek baru
Tujuan

1.
Meningkatkan pengembangan profesionalisme secara



berkelanjutan   bagi   perawat   melalui   kegiatan



pembelajaran sepanjang hayat


2.
Meningkatkan performa klinik perawat melalui siklus



perubahan berbasis evidence-based practice
Leader

Manajer Kasus
Stakeholder terkait
1.  Kepala Ruangan (Manajer Personil/Perawat)


2.
Staff  Keperawatan  (Perawat  Klinis  /  Perawat



Pelaksana)


3.
Komite Keperawatan
Alat / Bahan

1.
Dokumentasi asuhan keperawatan


2.
Sinopsis tentang ide / gagasan / informasi terkait kasus



yang dibuat berdasarkan analisis hasil penelitian


3.
Standar Asuhan Keperawatan sesuai kasus (jika ada)


4.
SPO tindakan terkait kasus (jika ada)


5.
Hasil audit keperawatan (jika ada)


6.
Tool refleksi
Output

1.
Rekomendasi   untuk   merubah   praktek   sesuai



pengetahuan / informasi yang baru


2.
Rekomendasi  untuk  mencari  informasi-informasi



tambahan lainnya yang menguatkan


3.
Rekomendasi  untuk  mempertahankan  praktek  yang



sudah dilaksanakan karena sesuai dengan pengetahuan



yang baru.
 LAPORAN PENDAHULUAN
PENHITUNGAN KEBUTUHAN PERAWAT

A.      Hakekat Ketenagakerjaan
Hakekat ketenagakerjaan pada intinya adalah pengeturan, mobilisasi potensi, proses motivasi, dan pengembangan sumber daya manusia dalam memenuhi kepuasan melalui karyanya. Hal ini berguna untuk tercapainya tujuan individu, organisasi, ataupun komunitas dimana ia berkarya.
Keputusan yang diambil tentang ketenagakerjaan sangat dipengaruhi oleh falsaah yang dianut oleh pimpinan keperawatan tentang pendayagunaan tenaga kerja. Misalnya, pandangan tentang motivasi kerja dan konsep tentang tenaga keperawatan. Dari pandangan tersebut akan terbentuk pola ketenagakerjaan yang disesuaikan dengan gambaran pimpinan.

B.       Prinsip – Prinsip Dalam Ketenagakerjaan
1.         Pembagian Kerja
Prinsip dasar untuk mencapai efisiensi yaitu pekerjaan dibagi-bagi sehingga setiap orang memilik tugas tertentu. Untuk ini kepala bidang keperawatan perlu mengetahui tentang :
a.         pendidikan dan pengalaman setiap staf
b.        peran dan fungsi perawat yang diterapkan di RS tersebut
c.         mengetahui ruang lingkup tugas kepala bidang keperawatan dan kedudukan dalam organisasi
d.        mengetahui batas wewenang dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya
e.         mengetahui hal- hal-hal yang dapat didelegasikan kepada staf dan kepada tenaga non keperawatan
f.         Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pengelompokkan dan pembagian kerja
§   jumlah tugas yang dibebankan seseorang terbatas dan sesuai dengan kemampuannya
§   tiap bangsal / bagian memiliki perincian aktivitas yang jelas dan tertulis
§   tiap staf memiliki perincian tugas yang jelas
§   variasi tugas bagi seseorang diusahakan sejenis atau erat hubungannya
§   mencegah terjadinya pengkotakkan antar staf/kegiatan
§   penggolongan tugas berdsasarkan kepentingan mendesak, kesulitan dan waktu
g.        Disamping itu setiap staf mengetahui kepada siapa dia harus melapor, minta bantuan atau bertanya, dan siapa atasan langsung serta dari siapa dia menerima tugas
2.         Pendelegasian Tugas
Pendelegasian adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab kepada staf untuk bertindak dalam batas-batas tertentu. Dengan pendelegasian, seorang pimpinan dapat mencapai tujuan dan sasaran kelompok melalui usaha orang lain, hal mana merupakan inti manajemen. Selain itu dengan pendelegasian , seorang pimpinan mempunyai waktu lebih banyak untuk melakukan hal lain yang lebih penting seperti perencanaan dan evaluasi. Pendelegasian juga merupakan alat pengembangan dan latihan manajemen yang bermanfaat. Staf yang memiliki minat terhadap tantangan yang lebih besar akan menjadi lebih komit dan puas bila diberikan kesempatan untuk memegang tugas atau tantangan yang penting. Sebaliknya kurangnya pendelegasian akan menghambat inisiatif staf.
Keuntungan bagi staf dengan melakukan pendelegasian adalah mengambangkan rasa tanggung jawab, meningkatkan pengetahuan dan rasa percaya diri, berkualitas, lebih komit dan puas pada pekerjaan.. Disamping itu mamfaat pendelegasian untuk kepala bidang keperawatan sendiri adalah mempunyai waktu lebih banyak untuk melakukan hal-hal lain seperti perencanaan dan evaluasi, meningkatkan kedewasaan dan rasa percaya diri, memberikan pengaruh dan power baik intern maupun ekstern, dapat mencapai pelayanan dan sasaran keperawatan melalui usaha orang lain
Walaupun pendelegasian merupakan alat manajemen yang efektif, banyak pimpinan yang gagal mengerjakan pendelegasian ini. Beberapa alasan yang menghambat dalam melakukan pendelegasian :
a.         meyakini pendapat yang salah “Jika kamu ingin hal itu dilaksanakan dengan tepat, kerjakanlah sendiri”.
b.        kurang percaya diri
c.         takut dianggap malas
d.        takut persaingan
e.         takut kehilangan kendali
f.         merasa tidak pasti tentang apa dan kapan melakukan pendelegasian, mempunyai definisi kerja yang tidak jelas
g.        takut tidak disukai oleh staf, dianggap melemparkan tugas
h.        menolak untuk mengambil resiko tergantung pada orang lain
i.          kurang kontrol yang memberikan peringatan dini adanya masalah, sehubungan dengan tugas yang didelegasika
j.          kurang contoh dari pimpinan lain dalam hal mendelegasikan
k.        kurang keyakinan dan dan kepercayaan terhadap staf, merasa staf kurang memiliki ketrampilan atau pengetahuan untuk melakukan tugas tersebut.
Dalam pendelegasian wewenang, masalah yang terpenting adalah apa tugas dan seberapa besar wewenang yang harus dan dapat dilimpahkan kepada staf.
Hal ini tergantung pada :
a.         Sifat kegiatan ; untuk kegiatan rutin, delegasi wewenang dapat diberikan lebih besar kepada staf.
b.        Kemampuan staf ; tugas yang didelegasikan jangan terlalu ringan atau terlalu berat.
c.         Hasil yang diharapkan ; Applebaum dan Rohrs menyarankan agar pimpinan jangan mendelegasikan tanggung jawab untuk perencanaan strategik atau mengevaluasi dan mendisiplin bawahan baru. Mereka juga menyarankan agar mendelegasikan tugas yang utuh dari pada mendelegasikan sebagian aspek dari suatu kegiatan.
Beberapa petunjuk untuk melakukan pendelegasian yang efektif :
a.         jangan membaurkan dengan pelemparan tugas. Oleh karena itu jangan mendelegasikan tugas yang anda sendiri tidak mau melakukannya.
b.        jangan takut salah
c.         jangan mendelegasikan tugas pada seseorang yang kurang memiliki ketrampilan atau pengetahuan untuk sukses
d.        kembangkan tingkat keterampilan dan pengetahuan staf, sehingga mereka dapat melakukan tugas yang didelegasikan
e.         perlihatkan rasa percaya atas kemampuan staf untuk berhasil
f.         antisipasi kesalahan yang dapat terjadi dan ambil langkah pemecahan masalahnya
g.        hindari kritik bila terjadi kesalahan
h.        berikan penjelasan yang jelas tentang tanggung jawab, wewenang, tanggung gugat dan dukungan yang tersedia
i.          berikan pengakuan dan penghargaan atas tugas yang telah terlaksana dengan baik
Langkah yang harus ditempuh agar dapat melakukan pendelegasian yang efektif :
a.         tetapkan tugas yang akan didelegasikan
b.        pilihlah orang yang akan diberi delegasi
c.         berikan uraian tugas yang akan didelegasikan dengan jelas
d.        uraikan hasil spesifik yang anda harapkan dan kapan anda harapkan hasil tersebut
e.         jelaskan batas wewenang dan tanggung jawab yang dimiliki staf tersebut
f.         minta staf tersebut menyimpulkan pokok tugasnya dan cek penerimaan staf tersebut atas tugas yang didelegasikan.
g.        tetapkan waktu untuk mengontrol perkembangan
h.        berikan dukungan
i.          evaluasi hasilnya
3.         Koordinasi
 Koordinasi adalah keselarasan tindakan, usaha, sikap dan penyesuaian antar tenaga yang ada dibangsal. Keselarasan ini dapat terjalin antar perawat dengan anggota tim kesehatan lain maupun dengan tenaga dari bagian lain.
Manfaat Koordinasi:
a.         menghindari perasaan lepas antar tugas yang ada dibangsal / bagian dan perasaan lebih penting dari yang lain
b.        menumbuhkan rasa saling membantu
c.         menimbulkan kesatuan tindakan dan sikap antar staf
Cara koordinasi:Komunikasi terbuka, dialog, pertemuan/rapat, pencatatan dan pelaporan, pembakuan formulir yang berlaku.
4.         Manajemen Waktu
Dalam mengorganisir sumber daya, sering kepala bidang keperawatan mengalami kesulitan dalam mengatur dan mengendalikan waktu. Banyak waktu pengelola dihabiskan untuk orang lain. Oleh karena itu perlu pengontrolan waktu sehingga dapat digunakan lebih efektif. Untuk mengendalikan waktu agar lebih efektif perlu :
a.         analisa waktu yang dipakai; membuat agenda harian untuk menentukan kategori kegiatan yang ada
b.        memeriksa kembali masing-masing porsi dari tiap aktifitas
c.         menentukan prioritas pekerjaan menurut kegawatan, dan perkembangannnya serta tujuan yang akan dicapai
d.        mendelegasikan
Hambatan yang sering terjadi pada pengaturan waktu
a.              terperangkap dalam pekerjaan
b.             menunda karena takut salah
c.              tamu yang tidak terjadwal
d.             telpon
e.              rapat yang tidak produktif
f.              peraturan “open door”
g.             tidak dapat mengatakan “tidak” pada hal-hal yang tidak perlu

C.      Perhitungan Tenaga Perawat
1.         Hitunglah dengan menggunakan formula (misal formula PPNI)
125% pada formula ini diasumsikan karena asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat di Indonesia masih berpola pada tindakan yang banyak ke arah tindakan non keperawatan sehingga perlu ditambahkan jumlahnya, selain itu diasumsikan bahwa kinerja keperawatan oleh perawat Indonesia masih 75%.
Contoh:
Hasil analisis selama 6 bulan Pada ruangan dengan kategori medikal bedah didapatkan rata-rata pasien yang dirawat : Self care 5 orang, partial care 10 orang dan total care 5 orang
Jawaban:
Dari data di atas kita sudah tahu untuk rata-rata pasien (TT x BOR) = 20 orang, dan langkah selanjutnya kita harus menghitung terlebih dahulu jam asuhan yang harus diberikan:
-          Self Care = (5 x 1 jam) + (5 x 1 jam) + (5 x 0,25 jam) = 11,25 jam
-          Partial Care = (10 x 3 jam) + (10 x 1 jam) + (10 x 0,25 jam) = 42,5 jam
-          Total Care = (5 x 6 jam) + (5 x 1 jam) + (5 x 0,25) = 36,25 jam
-          Total Jam asuhan = 11,25 + 42,5 + 36,25 = 90 jam/20 pasien
-          Rata-rata jam asuhan = 4,5 jam
Maka Jumlah keseluruhan kebutuhan tenaga keperawatan adalah
TP = ((4,5 x52x7x20)/(1640 jam) ) x 125% = 24,9 orang perawat. Dibulatkan menjadi 25 orang perawat pelaksana
Catatan : Jumlah Perawat bukan hal yang utama dalam pemberian pelayanan tetapi terdapat aspek lain yang sangat berperan yaitu komitmen perawat dalam melaksanakan Asuhan.
2.         Metode Douglas
Douglas (1984, dalam Swansburg & Swansburg, 1999) menetapkan jumlah perawat yang dibutuhkan dalam suatu unit perawatan berdasarkan klasifikasi klien, dimana masingmasing kategori mempunyai nilai standar per shift nya, yaitu sebagai berikut :
Jumlah
Pasien
Klasifikasi Klien
Minimal
Parsial
Total
Pagi
Sore
Malam
Pagi
Sore
Malam
Pagi
Sore
Malam
1
0,17
0,14
0,07
0,27
0,15
0,10
0,36
0,30
0,20
2
0,34
0,28
0,14
0,54
0,30
0,20
0,72
0,60
0,40
3
0,51
0,42
0,21
0,81
0,45
0,30
1,08
0,90
0,60
Dst

Contoh kasus
Ruang rawat dengan 17 orang klien, dimana 3 orang dengan ketergantungan minimal, 8 orang dengan ketergantungan partial dan 6 orang dengan ketergantungan total.



Maka jumlah perawat yang dibutuhkan :
Minimal
Parsial
Total
Jumlah
Pagi
0,17 x 3 = 0,51
0.27 x 8 = 2.16
0.36 x 6 = 2.16
4.83 (5) orang
Sore
0.14 x 3 = 0.42
0.15 x 8 = 1.2
0.3 x 6 = 1.8
3.42 (4) orang
Malam
0.07 x 3 = 0.21
0.10 x 8 = 0.8
0.2 x 6 = 1.2
2.21 (2) orang
Jumlah secara keseluruhan perawat perhari  11Orang

3.         Metode Gillies
Gillies (1994) menjelaskan rumus kebutuhan tenaga keperawatan di suatu unit perawatanadalah sebagai berikut :
Jumlah jam keperawatan                 rata rata              jumlah
yang dibutuhkan klien/hari  x   klien/hari       x   hari/tahun
Jumlah hari/tahun                -   hari libur       x   jmlh jam kerja
                                                 Masing2            tiap perawat
                                                 Perawat
jumlah keperawatan yang dibutuhkan /tahun
=          jumlah jam keperawatan yang di berikan perawat/tahun
=          jumlah perawat di satu unit

Prinsip perhitungan rumus Gillies :
Jumlah Jam keperawatan yang dibutuhkan klien perhari adalah :
a.         waktu keperawatan langsung (rata rata 4-5 jam/klien/hari) dengan spesifikasi pembagian adalah : keperawatan mandiri (self care) = ¼ x 4 = 1 jam , keperawatan partial (partial care ) = ¾ x 4 = 3 jam , keperawatan total (total care) = 1-1.5 x 4 = 4-6 jam dan keperawatan intensif (intensive care) = 2 x 4 jam = 8 jam.
b.        Waktu keperawatan tidak langsung
menurut RS Detroit (Gillies, 1994) = 38 menit/klien/hari
menurut Wolfe & Young ( Gillies, 1994) = 60 menit/klien/hari = 1 jam/klien/hari
c.         Waktu penyuluhan kesehatan lebih kurang 15 menit/hari/klien = 0,25 jam/hari/klien
d.        Rata rata klien per hari adalah jumlah klien yang dirawat di suatu unit berdasarkan rata - rata biaya atau menurut Bed Occupancy Rate (BOR) dengan rumus :
  Jumlah hari perawatan RS dalam waktu tertentu x 100 %
  Jumlah tempat tidur x 365 hari
e.         Jumlah hari pertahun yaitu : 365 hari.
f.         Hari libur masing-masing perawat per tahun, yaitu : 73 hari ( hari minggu/libur = 52 hari ( untuk hari sabtu tergantung kebijakan rumah sakit setempat, kalau ini merupakan hari libur maka harus diperhitungkan , begitu juga sebaliknya ), hari libur nasional = 13 hari, dan cuti tahunan = 8 hari).
g.        Jumlah jam kerja tiap perawat adalah 40 jam per minggu (kalau hari kerja efektif 6 hari maka 40/6 = 6.6 = 7 jam per hari, kalau hari kerja efektif 5 hari maka 40/5 = 8 jam per hari)
h.        Jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan disatu unit harus ditambah 20% (untuk antisipasi kekurangan /cadangan ).
i.          Perbandingan profesional berbanding dengan vocasional = 55% : 45 %
Contoh 
a.         Rata rata jam perawatan klien per hari = 5 jam/hari
b.        Rata rata = 17 klien / hari (3 orang dengan ketergantungan minimal, 8 orangdenganketergantungan partial dan 6 orang dengan ketergantungan total)
c.         Jumlah jam kerja tiap perawat = 40 jam/minggu ( 6 hari/minggu ) jadi jumlah jam kerjaperhari 40 jam dibagi 6 = 7 jam /hari
d.        Jumlah hari libur : 73 hari ( 52 +8 (cuti) + 13 (libur nasional)
Jumlah jam keperawatan langsung
- Ketergantungan minimal      = 3 orang x 1 jam = 3 jam
- Ketergantungan partial         = 8 orang x 3 jam = 24 jam
- Ketergantungan total            = 6 orang x 6 jam = 36 jam
Jumlah jam                        = 63 jam
Jumlah keperawatan tidak langsung
17 orang klien x 1 jam = 17 jam
Pendidikan Kesehatan = 17 orang klien x 0,25 = 4,25 jam
Sehingga Jumlah total jam keperawatan /klien/hari :
63 jam + 17 jam + 4,25 jam = 4,96 Jam/klien/hari
                        17 orang
Jadi,,
Jumlah tenaga yang dibutuhkan :
4,96 x 17 x 365    =   30.776,8 = 15,06 orang ( 15 orang )
(365 – 73) x 7              2044
Untuk cadangan 20% menjadi 15 x 20% = 3 orang
Jadi jumlah tenaga yang dibutuhkan secara keseluruhan 15 + 3 = 18 orang /hari
Perbandingan profesional berbanding dengan vocasional = 55% : 45 % = 10 : 8 orang
  
4.         Pedoman cara perhitungan kebutuhan tenaga keperawatan (DepKes RI, 2005)
a.         Pengelompokan unit kerja rumah sakit
Kebutuhan tenaga keperawatan (perawat dan bidan)harus memperhatikan unit kerja yang ada di rumah sakit. Secara garis besar terdapat pengelompokan unit kerja di rumah sakit sebagai berikut :
§   Rawat inap dewasa
§   Rawat inap anak/perinatal
§   Rawat inap intensif
§   Gawat darurat (IGD)
§   Kamar bersalin
§   Kamar operasi
§   Rawat jalan
b.        Model pendekatan dalam perhitungan kebutuhan tenaga keperawatan
Beberapa model pendekatan yang dapat dipergunakan dalam perhitungan kebutuhan tenaga keperawatan (perawat dan bidan) di ruang rawat inap rumah sakit.
Cara perhitungan berdasarkan klasifikasi pasien :
§   Tingkat ketergantungan pasien berdasarkan jenis kasus
§   Rata pasien per hari
§   Jam perawatan yang diperlukan/hari/pasien
§   Jam perawatan yang diperlukan/ruangan/hari
§   Jam efektif setiap perawat/bidan adalah tujuh jam per hari

Tabel.
Contoh Perhitungan dalam satu ruangan Berdasarkan Klasifikasi pasien
No.
Jenis / Kategori
Rata-rata pasien/hari
Rata-rata jam perawatan / pasien / hari
Jumlah perawatan / hari
a
b
c
d
e
1
Pasien penyakit dalam
10
3,5
35
2
Pasien bedah
8
4
32
3
Pasien gawat
1
10
10
4
Pasien anak
3
4,5
13,5
5
Pasien kebidanan
1
2,5
2,5
Jumlah
23
93,0
Jumlah tenaga keperawatan yang diperlukan adalah :
=  93  = 13 perawat
Jumlah jam perawatan      
Jam kerja efektif per shif
Untuk perhitungan jumlah tenaga tersebut perlu ditambah (faktor koreksi) dengan hari libur/cuti/hari besar (loss day)
Loss day =
x jumlah perawat tersedia
Jumlah hari minggu dalam 1 tahun + cuti + hari besar  
                  Jumlah hari kerja efektif

x   13   =  3,5 orang
52 + 12 + 14 + = 78 hari      
                286

Jumlah tenaga keperawatan yang mengerjakan tugas-tugas non-keperawatan (non-nursing jobs), seperti : membuat perincian pasien pulang, kebersihan ruangan, kebersihan alat-alat makan pasien dan lain-lain, diperkirakan 25% dari jam pelayanan keperawatan.
            (Jumlah tenaga keperawatan + loss day) x 25%
            (13 + 3,5) x 25% = 4,1
Jumlah tenaga : tenaga yang tersedia + faktor koreksi 
            = 16,5 + 4,1  =  20,6 (dibulatkan 21 perawat/bidan)
Jadi tenaga keperawatan yang dibutuhkan untuk contoh tersebut adalah 21 orang.

Tingkat Ketergantungan Pasien :
Pasien diklasifikasikan dalam beberapa kategori yang didasarkan pada kebutuhan terhadap asuhan keperawatan/kebidanan.
Asuhan keperawatan minimal (minimal care), dengan kriteria:
1.      Kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri;
2.      Makan dan minum dilakukan sendiri;
3.      Ambulasi dengan pengawasan;
4.      Observasi tanda-tanda vital dilakukan setiap sif;
5.      Pengobatan minimal, status psikologis stabil;
Asuhan keperawatan sedang, dengan kriteria:
1.      Kebersihan diri dibantu, makan, minum, dibantu;
2.      Observasi tanda-tanda vital setiap 2-4 jam sekali;
3.      Ambulasi dibantu, pengobatan lebih dari sekali;
Asuhan keperawatan agak berat, dengan kriteria:
1.      Sebagian besar aktivitas dibantu;
2.      Observasi tanda-tanda vital setiap 2-4 jam sekali;
3.      Terpasang folley chateter, intake output dicatat;
4.      Terpasang infus;
5.      Pengobatan lebih dari sekali;
6.      Persiapan pengobatan memerlukan prosedur.
Asuhan keperawatan maksimal, dengan kriteria:
1.    Segala aktivitas dibantu oleh perawat;
2.    Posisi pasien diatur dan diobservasi tanda-tanda vital setiap dua jam ;
3.    Makan memerlukan NGT dan menggunakan suction;
4.    Gelisah/disorientasi
Jumlah jam perawat yang dibutuhkan adalah :
Jumlah jam perawatan di ruangan/hari
Jam efktif perawat
Untuk perhitungan jumlah tenaga tersebut ditambah (faktor koreksi) dengan :
Hari libur/cuti/hari besar (loss day)
Loss day = 
x jumlah perawat yang diperlukan
Jumlah hari minggu dalam 1 tahun + cuti + hari besar  
                  Jumlah hari kerja efektif
Jumlah tenaga keperawatan yang mengerjakan tugas-tugas non-keperawatan (non-nursing jobs) seperti contohnya; membuat perincian pasien pulang, kebersihan ruangan, kebersihan alat-alat makan pasien, dan lain-lain diperkirakan 25% dari jam pelayanan keperawatan.
(Jumlah tenaga keperawatan + loss day) x 25%






DAFTAR PUSTAKA

DepKesRI (2003), Indonesia sehat 2010.Jakarta : Departemen Kesehatan R.I
Douglas, Laura Mae. (1992) The effective Nurse : Leader and Manager ., 4 Th. Ed,. Mosby -year book, Inc.
Gillies, D.A. (1994). Nursing management, a system approach. Third Edition. Philadelphia :WB Saunders.
Marquis, B.L. dan Huston, C.J. (1998).Management Decision Making for Nurses(3rd ed)Philadelphia: Lippincot – Raven Publisher
Marquis, B.L. dan Huston, C.J. (2000).Leaderships Roles and Management Functions inNursing (3rd ed) Philadelphia: Lippincot – Raven Publisher
Swansburg, R.C. & Swansburg, R.J. (1999). Introductory management and leadership fornurses. Canada : Jones and Barlett Publishers
 LAPORAN PENDAHULUAN
MANAJEMEN KONFLIK

A.      Pengertian Konflik
Konflik adalah perselisihan atau perjuangan yang timbul ketika keseimbangan dari perasaan, hasrat, pikiran, dan perilaku seseorang terancam. Perjuangan ini dapat terjadi di dalam individu atau di dalam kelompok. Pemimpin dapat menggerakkan konflik ke hasil yang destruktif atau konstruktif.
Deutsch (1969) dalam lamonica (1986), mendefinisikan konflik sebagai suatu perselisihan atau perjuangan yang timbul akibat terjadinya ancaman keseimbangan antara perasaan, pikiran, hasrat dan perilaku seseorang. Douglass & bevis (1979) mengartikan konflik sebagai suatu bentuk perjuangan diantara kekuatan interdependen. Perjuangan tersebut dapat terjadi baik di dalam individu (interpersonal conflict) ataupun di dalam kelompok (intragroupconflict).
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa konflik terjadi akibat adanya pertentangan pada situasi keseimbangan yang terjadi pada diri individu taupun pada tatanan yang lebih luas, seperti antar-individu, antar-kelompok, atau bahkan antar-masyarakat. Konflik dianggap sebagai suatu bentuk perjuangan maka dalam penyelesaian konflik seharusnya diperlukan usaha-usaha yang bersifat konstruktif untuk menghasilkan pertumbuhan positif individu atau kelompok, mpeningkatan kesadaran, pemahaman diri dan orang lain, dan perasaan positif kearah hasil interaksi atau hubungan dengan orang lain.

B.       Tipe konflik
Konflik timbul didalam diantara dan antara orang- orang adanya perbedaan adanya pada kenyataan definisi, pandangan, otoritas, tujuan, nilai, dan kendali konflik dalam organisasi secra strukturan dapat dikategorikan sebagai konflik vertika atau horizontal. Konflik vertical meliputi perbedaan antara pemimpin dan anak buah. Hal inin sering diakibatkan oleh komunikasi dan kurang penyebaran persepsi dan perilaku yang tepat untuk peran diri sendiri atau orang lain. Konflik horizontal adalh garis konflik antara staff  dan ada hubungan dengan praktik keahlian otoritas, dan sebagainya. Sering berupa perselisihan antar departemen:
1.         Konflik di dalam pengirim
Pengirim sama pesan saling berlawaan. Contoh pemimpin yang sama menutut pelayanan yang tinggi, menolak memecat anggota staff tidak kompeten dan menolak pengontrak staff tambahan
2.         Antar pengirim
Pesan – pesan yang berlawan dari dua atau lebih pengirim. Contoh pimpinan tertinggi dari keperawatan menekankan kebutuhan untuk memakai keperawatan menekankan kebutuhan untuk memakai keperawatan primer sebagai model pelayanan keperawatan; anak buah yakin bahwa mereka dapat mencapai layanan keperawatan yang individual dan bermutu dengan menggunakan metode keperawatan tim
3.         Antar pesan
Orang yang sama ternasuk didalam kelompok- kelompok yang berkonflik. Contoh Direktur keperawatan adalah seorang anggota kelompok konsumen masyarakat yang sedang berusaha untuk mengkonsilidasi pelatyanan obsteri dan pediatric didaerahnya, dengan menempatkan semau ahli pediatric terbagi diantara dua rumah sakit lainya. Perawat yang sama juga merupakan pegawai di salah satu rumah sakit yang ingin tetap mempertahankan kedua pelayanan tersebut dirumah sakitnya.
4.         Peran pribadi
Orang yang sama nilai- nilainya berlawanan (ketidak sesuaian kognitif). Contoh  perawat percaya bahwa pasien di klinik harus menerima perhatian individual dari seseorang perawat yang mengikuti perkembangannya pada setiap kunjungan. Syarat – syarat dari kedudukannya dan system pelayanan yang ada membuat tujuan ini jarang bisa tercapai, jika tidak boleh dibilang bahwa tidak mungkin tercapai.
5.         Antar pribadi
Dua atau lebih orang bertindak sebagai pendukung kelompok- kelompok yang berbeda. Contoh direktur keperawatan bersaing dengan direktur lain untuk sebuah posisi baru.

6.         Didalam kelompok
Nilai- nilai baru dari luar dimasukkan pada kelompok yang ada. Contoh pendidikan yang berkelajutan diwajibkan oleh pemerintah untuk setiap perpanjangan ijin kn keperawatan. Lembaga pelayanan kesehatan desa tidak mempunyai dana untuk pengirim perawat untuk mengikuti program pendidikan  berkelanjutan, dan staff perawat, yang dibayar murah tetapi puas, tidak dapat membianyayi sendiri pendidikan lanjutan mereka.
7.         Antar kelompok
Dua atau lebih kelompok dengan tujuan yang berlawanan. Contoh departemen keperawatan menuntut bahwa para perawata diruang operasi dan pemulihan secara organisional berada dibawah keperwatan. Departemen bedah, yang terdiri dari dari para dokter, menyakini bahwa mereka harus mengendalikan perawat- perawat di area ini.
8.         Peran mendua
Seseorang tidak menyadari harapan olrang lain terhadap sebuah peran tertentunya. Contoh seorang  pengawas perawat yang baru tidak mempunyai gambaran tentang posisinya dan tidak mempunyai pengalaman sebelumnnya sebagai pengawas.
9.         Beban peran yang terlalu
Seseorang tidak dapat memenuhi harapan orang lain untuk perannya. Contoh seorang sarjana muda baru diharapkan oleh direktur keperawatan untuk bertanggung jawab terhadap 40 tempat tidur di unit penyakit kronis dan akut pada dinas malam.

C.      Penyebab Konflik
Banyak faktor yang bertanggungjawab terhadap terjadinya konflik terutama dalam suatu organisasi. Faktor-faktor tersebut dapat berupa perilaku yang menentang, stres, kondisi ruangan, kewenangan dokter-perawat, keyakinan, eksklusifisme, kekaburan tugas, kekurangan sumber daya, proses perubahan, imbalan, dan masalah komunikasi.
1.         Perilaku menentang, sebagai bentuk dari ancaman terhadap suatu dialog rasional, dapat menimbulkan gangguan protocol penerimaan untuk interaksi dengan orang lain. Perilaku ini dapat berupa verbal dan non verbal. Terdapat tiga macam perilaku menentang, yaitu :
a.         Competitive bomber, yang dicirikan dengan perilaku mudah menolak, menggerutu dan menggumam, mudah untuk tidak masuk kerja, dan merusak secara agresif yang di sengaja.
b.        Martyred accommodation, yang ditunjukkan dengan penggunaan kepatuhan semu atau palsu dan kemampuan bekerja sama dengan orang lain, namun sambil melakukan ejekan dan hinaan.
c.         Avoider, yang ditunjukkan dengan penghindaran kesepakatan yang telah dibuat dan menolak untuk berpartisipasi.
2.         Stres, juga dapat mengkobatkan terjadinya konflik dalam suatu organisasi. Stres yang timbul ini dapat disebabkan oleh banyaknya stressor yang muncul dalam lingkungan kerja seseorang. Contoh stressor antara lain terlalu banyak atau terlalu sedikit beban yang menjadi tanggung jawab seseorang jika dibandingkan dengan orang lain yang ada dalam organisasi, misalnya di bangsal keperawatan.
3.         Kondisi ruangan yang terlalu sempit atau tidak kondusif untuk melakukan kegiatan-kegiatan rutin dapat memicu terjadinya konflik. Hal yang memperburuk keadaan dalam ruangan dapat berupa hubungan yang monoton atau konstan diantara individu yang terlibat didalamnya, terlalu banyaknya pengunjung pasien dalam suatu ruangan atau bangsal, dan bahkan dapat berupa aktivitas profesi selain keperawatan, seperti dokter juga mampu memperparah kondisi ruangan yang mengakibatkan terjadinya konflik.
4.         Kewenangan dokter-perawat yang berlebihan dan tidak saling mengindahkan usulan-usulan diantara mereka, juga dapat mengakibatkan munculnya konflik. Dokter yang tidak mau menerima umpan balik dari perawat, atau perawat yang merasa tidak acuh dengan saran-saan dari dokter untuk kesembuhan klien yang dirawatnya, dapat memperkeruh suasana. Kondisi ini akan semakin “runyam” jika diantara pihak yang terlibat dalam pengelolaan klien merasa direndahkan harga dirinya akibat sesuatu hal. Misalnya kata-kata ketus dokter terhadap perawat atau nada tinggi dari perawat sebagai bentuk ketidak puasan tehadap penanganan yang dilakukan profesi lain.
5.         Perbedaaan nilai atau keyakinan antara satu orang dengan orang lain. Perawat begitu percaya dengan persepsinya tentang pendapat kliennya sehingga menjadi tidak yakin dengan pendapat yang diusulkan oleh profesi atau tim kesehatan lain. Keadaan ini akan semakin menjadi kompleks jika perbedaan keyakinan, nilai dan persepsi telah melibatkan pihak diluar tim kesehatan yaitu keluarga pasien. Jika ini telah terjadi, konflik yang muncul pun semakin tidak sederhana karena telah mengikutsertakan banyak variable di dalamnya.
6.         Eksklusifisme, adanya pemikiran bahwa kelompok tertentu memiliki kemampuan yang lebih dibandingkan dengan kelompok lain. Hal ini tidak jarang mengakibatkan terjadinya konflik antar-kelompok dalam suatu tatanan organisasi. Hal ini bisa terjadi manakala sebuah kelompok didalam tatanan organisasi (seperti bangsal keperawatan) diberikan tanggung jawab oleh manager untuk suatu tugas tertentu atau area pelayanan tertentu, lantas memisahkan diri dari sistem atau kelompok lain yang ada dibangsal tersebut karena merasa bahwa kelompoknya lebih mampu dibandingakan dengan kelompo lain.
7.         Peran ganda yang disandang seseorang (perawat) dalam bangsal keperawatan seringkali mengakibatkan konflik seorang perawatan yang berperan lebih dari satu peran pada waktu yang hamper bersamaan, masih merupakan fenomena yang jamak ditemukan dalam tatanan pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun di komunitas. Contoh peran ganda, antara lain satu sisi perawat sebagai pemberi pelayanan keperawatan kepada klien, namun pada saat yang bersamaan yang harus juga berperan sebagai pembimbing mahasiswa atau bahkan sebagai manager dibangsal yang bersangkutan. Dalam kondisi ini sering terjadi kebingunan untuk menentukan mana yang harus dikerjaka terlebih dahulu oleh perawat tersebut dan kegiatan mana yang dapat dilakukan kemudian. Akibatnya, sering terjadi kegagalan melakukan tanggung jawab dan tanggung gugat untuk suatu tugas pada individu atay kelompok.
8.         Kekurangan sumber daya insani, dalam tatanan organisasi dapat dianggap sumber absolute terjadinya konflik. Sedikinya sumber daya insani atau manusia, sering memicu terjadinya persaingan yang tidak sehat dalam suatu tatanan organisasi. Contoh konflik yang dapat terjadi, yaitu persaingan untuk memperoleh uang melalui pemikiran bahwa segala sesuatu pasti di hubungkan dengan uang, persaingan memperebutkan menangani klien, dan tidak jarang juga terjadi persaingan dalam memperebutkan jabatan atau kedudukan.
9.         Perubahan dianggap sebagai proses ilmiah. Tetapi kadang perubahan justru akan mengakibatkan munculnya berbagai macam konflik. Perubahan yang dilakukan terlalu tergesa-gesa atau cepat, atau perubahan yang dilakukan terlalu lambat, dapat memunculkan konflik. Individu yang tidak siap dengan perubahan, memandang perubahan sebagai suatu ancaman. Begitu juga individu yang selalu menginginkan perubaan akan menjadi tidak nyaman bila tidak terjadi perubahan, atau perubahan dilakukan terlalu dalam tatanan organisasinya.
10.     Imbalan, beberapa ahli berpendapat bahwa imbalan kadang tidak cukup berpengaruh dengan motovasi seseorang. Namun, jika imbalan dikaitkan dengan pembagian yang tidak merata anatar satu orang dan orang lain sering menyebabkan munculnya konflik. Terlebih lagi bila individu yang bersangkutan tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan untuk menentukan besar-kecilnya imbalan atau sering disebut dengan sistem imbalan. Pemberian imbalan yang tidak didasarkan atas pertimbangan professional sering menimbulkan masalah yang pada gilirannya dapat memunculkan suatu konflik.
11.     Komunikasi dapat memunculkan suatu konflik jika penyampaian informasi yang tidak seimbang, hanya orang-orang tertentu yang diajak biacar oleh manager, penggunaan bahasa yang tidak efektif, dan juga penggunaan media yang tidak tepat sering kali berujung dengan terjadinya konflik ditatanan organisasi yang bersangkutan.

D.      Proses Konflik
La Monica (1986) mengutip pendapatnya Filley (1980) membagi proses konflik dalam enam tahapan, yaitu kondisi yang mendahului, konflik yang dipersepsi, konflik yang dirasakan, perilaku yang dinyatakan, penyelesaian atau penekanan konflik, dan penyelesaian akibat konflik.
Kondisi yang mendahului merupakan penyebab terjadinya konflik seperti yang sudah didiskusikan sebelumnya. Setelah terjadi suatu konflik, konflik yang ada dipersepsi atau berusaha diketahui. Kondisi yang ada diantara pihak yang terlibat atau di dalam diri dapat menyebabkan terjadinya konflik. Konflik yang dipersepsi ini pada umumnya bersifat logis, tidak personal, dan sangat objektif. Di sisi lain konflik akan dirasakan secara subjektif karena individu merasa ada konflik relasi. Perasaan semacam ini sering diasumsikan sebagai suatu yang dapat mengancam integritas diri, memunculkan permusuhan, perasaan takut dan bahkan timbulnya perasaan tidak berdaya.
Akibat dari kondisi-kondisi tersebut, beberapa individu kemudian melakukan bentuk perilaku nyata seperti perilaku agresif, pasif, aseptif, persaingan, debat, atau ada beberapa individu yang mencoba memecahkan masalah atau konflik. Langkah selanjutnya yang dilakukan terhadap terjadinya konflik adalah perilaku untuk menyelesaikan atau menekan konflik tersebut. Perilaku tersebut dapat berupa perjnjian siantara yang terlibat atau kadang melalui tindakan “penaklukan” pada pihak yang terlibat.
Oleh karena itu, upaya untuk menyelesaikan sisa atau akibat konflik tersebut sudah selayaknya dilakukan oleh pihak yang terlibat. Jika hal itu tidak dilakukan, dapat memunculkan konflik baru pada tempat dan waktu yang berbeda.


E.       Strategi dan Ketrampilan Manajemen Konflik
Beberapa strategi dapat dipakai untuk menyelesaikanterjadinya konflik. Strategi-strategi tersebut adalah menghindar, akomodasi, kompetisi, kompromi, dan kerjasama.
Pendekatan strategi konflik dengan cara menghindar memungkinkan kedua kelompok atau pihak yang terlibat konflik menjadi dingin dan berusaha mengumpulkan informasi. Teknik menghindar dapat digunakan apabila isu tidak gawat atau bila kerusakan yang potensial tidak akan terjadi dan lebih banyak menguntungkan. Selanjutnya baru diatur kembali untuk pertemuan penyelesaian konflik. Dengan demikian, pihak yang terlibat konflik diberi kesempatan untuk merenungkan dan memikirkan alternative penyelesaiannya. Strategi akomodasi digunakan untuk memfasilitasi dan memberikan wadah untuk menampung keinginan pihak yang terlibat konflik. Dengan cara ini dimungkinkan terjadi peningkatan kerjasama dan pengumpulan data-data yang akurat dan signifikan untuk pengambilan suatu kesepakatan. Cara kompetisi dapat dilakukan seorang manajer dengan cara menunjukkan kekuasaan yang terkait dengan posisinya untuk menyelesaikan konflik, terutama yang terkait dengan tugas dan tanggungjawab stafnya. Strategi yang biasa digunakan adalah melalui peningkatan motivasi antar staf guna menimbulkan rasa persaingan yang sehat.
Strategi kompromi dilakukan dengan mengambil jalan tengah diantara pihak-pihak yang terlibat konflik. Hal ini biasanya bersifat sementara sehingga bila situasinya sudah stabil, perlu dikumpulkan pihak yang terlibat konflik untuk selanjutnya dapat dilakukan penyelesaian masalah secara tuntas. Cara lain yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan konflik adalah dengan cara kerjasama. Cara ini dilakukan dengan melibatkan pihak yang terlibat konflik untuk melakukan kerjasama dalam rangka menyelesaikan konflik. Cara ini biasanya menimbulkan perasaan puas di kedua belah pihak yang terlibat konflik
Bentuk ketrampilan yang dapat dimanfaatkan untuk mengelola konflik pada umumnya berupa kegiatan pencegahan. Ketrampilan tersebut berkisar pada kegiatan berikut.
1.         Membuat aturan atau pedoman yang jelas dan harus diketahui oleh semua pihak.
2.         Menciptakan suasana yang mendukung dengan banyak pilihan. Hal ini akan membuat orang menjadi senang dalam memberikan usulan, member kekuatan bagi mereka meningkatkan pemikiran kreatif, memungkinkan pemecahan masalah yang lebih baik.
3.         Mengungkapkan bahwa mereka dihargai. Pujian dan penegasan tentang nilai-nilai adalah penting untuk setiap orang dalam bekerja.
4.         Menekankan pemecahan masalah secara damai, dan membangun suatu jembatan pengertian.
5.         Menghadapi konflik dengan tenang dan memberikan pendidikan tentang perilaku.
6.         Memainkan peran yang tidak menimbulkan stress dan konflik.
7.         Mempertimbangkan waktu dengan baik untuk semuanya, dan jangan menunda waktu yang tidak menentu.
8.         Memfokuskan pada masalah dan bukan pada kepribadian.
9.         Mempertahankan komunikasi dua arah.
10.     Menekankan pada kesamaan kepentingan.
11.     Menghindari penolakan berlebihan.
12.     Mengetahui hambatan untuk kerjasama.
13.     Membedakan perilaku yang menentang dengan perilaku normal dalam kesalahan kerja.
14.     Menguatkan dalam menghadapi orang yang marah.
15.     Menetapkan siapa yang memiliki masalah.
16.     Menetapkan kebutuhan yang terlalaikan.
17.     Membangun kepercayaan dengan mendengarkan dan mengklarifikasi.
18.     Merundingkan kembali prosedur pemecahan masalah.

F.       Penyelesaian Konflik
Konflik yang terjadi dalam suatu tatanan organisasi misalnya bangsal keperawatan harus dikenali sifat, jenis, penyebab, lamanya, dan kepelikan konflik dalam rangka untuk menyelesaikannya. Seorang manajer atau kepala ruangan harus segera mengambil inisiatif untuk memfasilitasi penyelesain konflik yang positif. Manajer dapat saja “mengabaikan” konflik yang terjadi atau harus ikut campur tangan dalam penyelesaiannya.
Jika persoalan yang mendasari konflik sangat kecil, dalam arti hanya melibatkan dua orang (perawat, perawat dengan profesi lain) dan tidak mempengaruhi proses pemberian asuhan keperawatan secara bermakna, seorang manajer tidak harus ikut campur untuk mnyelesaikan konflik. Meskipun demikian, manajer dapat member izin agar pihak yang terlibat membuat perjanjian mengenai persoalan yang sedang dihadapi dan cara apa yang sekiranya dapat dilakukan untuk menyelesaikan konflik. Sebaliknya, bila konflik yang terjadi sangat mempengaruhi pemberian asuhan keperawatan pada klien, seorang manajer dapat mengambil inisiatif untuk ikut seta aktif menyelesaikan konflik yang sedang terjadi denga pertimbangan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan yang dapat menimpa klien.
Beberapa strategi dapat dilakukan untuk menyelesaikan konflik, seperti penggunaan disiplin, pertimbangan tahap kehidupan, komunikasi, lingkaran kualitas dan latihan keasertifan.
1.         Penggunaan disiplin
Dalam menggunakan displin untuk mengelola atau mencegah terjadinya konflik, seorang manajer perawat harus mengetahui dan memahami peraturan dan ketepatan organisasi yang berlaku. Berbagai aturan dapat digunakan untuk mengelola konflik, antara lain penggunaan disiplin yang progresif, pemberian hukuman yang sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan anggota, penawaran bantuan untuk menyelesaikan masalah pekerjaan, penentuan pendekatan terbaik utnuk setiap personil, pendekatan individual, tegas dalam keputusan, penciptaan rasa hormat dan rasa percaya diri diantara anggota utnuk mengatasi masalah kedisiplinan.
2.         Pertimbangan tahap kehidupan
Konflik juga dapat diselesaikan melalui pemberian dukungna pada anggota untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam tahap perkembangan kehidupannya. Ada tiga tahap perkembangan yaitu tahap dewasa muda, setengah baya, dan setelah umur 55 tahun. Masing-masing tahap perkembangan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Misalnya, tahap dewasa muda dicirikan dengan kegiatan mengejar atau rasa “haus” akan pengetahuan, keterampilan, dan selalu ingin bergerak kearah kemajuan dan tahap setengah baya dicirikan dengan perilaku atau keinginan untuk membantu perawat mudah dalam mengembangkan karirnya, serta tahap diatas umur 55 tahun dicirikan dengan perilaku pengintegrasian ide ego dengan tujuan yang diinginkan. Atas dasar ciri tersebut maka seorang manajer harus mampu mengidentifikasi karakteristik pada masing-masing tahap perkembangan sebagai dasar untuk menyelesaikan konflik.
3.         Komunikasi
Komunikasi yang merupakan bagian mendasar manusia dapat dimanfaatkan dalam penyelesaian konflik. Komunikasi  merupakan suatu seni yang penting digunakan untuk memelihara suatu lingkungan kondusif-terapeutik. Dalam situasi ini, seorang manajer dapat melakukan beberapa tindakan untuk mencegah terjadinya konflik melalui pengajaran pada staf keperawatan tentang komunikasi efektif dan peran yang harus dilakukan, pemberian informasi yang jelas pada setiap personel secara utuh, pertimbangan matang tentang semua aspek situasi emosi, dan pengembangan keterampilan dasar yang menyangkut orientasai realitas, ketengan emosi, harapan-harapan positif yan gdapat membangkitkan respons positif, cara mendengar aktif, dan kegiatan dan menerima informasi.
4.         Lingkaran kualitas
Cara lain yan gdapat digunakan untuk mencegah terjadinya konflik adalah lingkaran kualitas. Cara ini telah digunakan untuk mengurangi terjadinya sters melalui kegiatan manajemen personel. Lingkaran kualitas ini dapat digunakan melalui kegiatan manajemen partisipasi, keanggotaan dalam panitia, program pengembangan kepemimpinan, latihan-latihan kelas, penjenjangan karier, perluasan kerja, dan rotasi kerja.
5.         Latihan keasertifan
Seorang manajer dapat juga melatih stafnya dalam hal keasertifan untuk mencegah atau mengelola konflik. Sifat asertif dapat juga diajarkan melalui progam pengembangan staf. Pada program ini perawat diajarkan cara belajar melalui respon yang baik. Manajer dapat belajar mengendalikan personel supaya mampu memegang aturan. Bila mereka tidak puas, mereka mencoba melakukan sesuatu untuk mencapai kepuasan itu. Pada umunya perilaku asertif dapat dipelajari melalui studi kasus, bermain peran, dan diskusi kelompok.

G.      Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan
Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan merupakan gabungan antara logika dan daya, dan jika tepat, akan menciptakan jalan keluar yang memuaskan. Sekalipun tidak mudah untuk mengambil keputusan dalam berbagai kondisi yang dihadapi, tetapi keputusan tetap harus diambil dalam setip kegiatan yang dilakukan organisasi. Karena setiap keputusan memiliki dampak pada waktu yang akan datang, oleh karena itu keputusan yang dapat diambil harus dapat diterima secara rasional karena keputusan yang diambil harus berdasarkan informasi yang akurat, tepat, dan lengkap. Berdasarkan hal tersebut perlu dibuat langkah-langkah pengambilan keputusan yang mempertimbangkan ketepatan, keakuratan, dan kelengkapan informasi pendukung tersebut.
Tahap pertama, pengkajian situasi. Tahap ini terdiri dari tiga proses yang dilakukan, yaitu identifikasi masalah, diagnosis penyebab dari masalah, dan identifikasi tujuan dari penyelesaian masalah melalui keputusan yang akan diambil. Pada proses identifikasi masalah, pengambilan keputusan perlu membedakan apa yang benar-benar masalah dan gejala dan apa yang menjadi sebab akibat dari gejala dan masalah tersebut. Pada proses diagnosis penyebab masalah, pengambil keputusan menentukan secara pasti apa yang menjadi sebab dan apa yang menjadi akibat. Proses terakhir dari tahap investigasi situasi adalah identifikasi tujuan dari keputusan yang akan diambil. Pada proses ini, pengambil keputusan perlu menentukan tujuan dari keputusan yang akan diambil.
Tahap kedua, perumusan alternative solusi. Pada tahap ini, pengambil keputusan mencoba membangun beberapa alternative solusi untuk diputuskan guna diambil sebagai langkah solusi. Tahap ini akan sangat tidak efektif jika masukan berupa ide-ide kreatif dihasilkan melalui keterlibatan seluruh lapis pekerja yang terkait dengan masalah yang dihadapi. Salah satu metode yang digunakan metode brain storming/curah ide, yang seluruh pihak dilibatkan dalam penentuan alternative secara kreatif dan bebas dalam menawarkan berbagai langkah solusi yang terkait dengan masalah. Agar tahapan ini berjalan efektif dan efisien, maka perlu dipimpin oleh seorang yang mampu mengendalikan proses pertemuan secara efektif dan efisien. Pada tahap ini evaluasi belum dilakukan, artinya berbagai alternative yang barangkali secara financial misalnya tidak memungkinkan, untuk sementara ditampung dulu, karena pada tahap ini seluruh ide ditampung tamping tanpa harus mengevaluasinya terlebih dahulu.
Tahap ketiga, pengujian alternative. Pada tahap ini, pengambil keputusan melakukan evaluasi dan penilaian terhadap berbagai alternative yang muncul untuk kemudian diambil satu atau lebih alternative yang dianggap terbaik. Untuk dapat menentukan alternative solusi yang terbaik, maka pendekatan bagan alur (flow chart) dapat dipergunakan untuk mendapatkan alternative-alternatif yang memungkinkan.
Tahap keempat, pelaksanaan dan evaluasi alternative. Jika keputusan sudah diambil, maka langkah berikutnya adalah mengimplementasikan alternative yang telah diputuskan untuk dijalankan. Sebelum dijalankan maka tentunya perlu direncanakan akan seperti apa dan bagaimana alternative tersebut dijalankan. Proses ini dilakukan pada proses perencanaan implementasi. Pada tahap ini ditentukan siapa, apa saja, dan bagaimana alternative tersebut akan dijalankan. Setelah direncanakan, implementasi dilakukan sehingga proses berikutnya adalah implementasi dari rencana alternative yang akan dijalankan. Pada proses ini, apa yang telah direncanakan dari alternative yang akan dijalankan kemudian diimplementasikan. Untuk memastikan langkah implementasi tersebut berjalan dengan baik dan mencapai tujuan yang telah dirumuskan, maka perlu dilakukan proses pengawasan terhadap implementasi alternative. Proses ini dilakukan untuk memastikan bahwa apa yang telah dijalankan sesuai dengan apa yang telah direncanakan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Rintangan terhadap pengambilan keputusan yang efektif tidak memutuskan, menghindari keputusan terperangkap aspek-aspek risiko, ketakutan, dan kekhawatiran yang tidak diinginkan. Pegang teguh, menolak menghadapi isu, pada akhirnya akan menemukan gangguan, reaksi berlebihan, membiarkan satu situasi diluar control, membiarkan emosi yang mengontrol, “vacillating”, menghilangkan keputusan.


H.      Hasil Konflik
Konflik mengakibatkan hasil yang dapat produktif untuk pertumbuhan individu atau organisasi. Sebalikanya,konflik dapat sangat destruktif( Kramer, Schmalenberg, 1978;lLewis 1976, Myrtle, Glogow, 1978; Nielsen, 1977) Deutsh( 1969, 1973) menegenali empat factor utama yang menentukan hasil konflik: isu, kekuasaan, kemampuan menanggapai kebutuhan, dan komunikasi bahasan berikut ini diberikan oleh Kramer dan Schmalenberg (1978).
1.         Isu                                                          
Pada konflik yang destruktif, isu di besarkan, dirumuskan secara luas dengan tambahan secara rinci , dan bermuatan emosi. Pada konflik yang konstuktif, isu difokuskan dan dipertahankan dalam ukuran yang dapat ditangani. Hanya isu perifer yang berhubungan hal pokok yang dididkusikan, dan proses pilihannya adalah aksi  (tindakan) bukan reaksi.
2.         Kekuasaan
Pada kekuasaan destruktif, situasi dipertahankan atau diubah melalui ancaman dan paksaan. Suasananya adalah persaingan dengan hasil menang dan kalah. Kekuasaan konstruktif meliputi penemuan jalan keluar yang dapat diterima yang mungkin berupa kompromi atau sebuah jalan keluar yang dapat diterima yang mungkin diterima yang mungkin berupa kompromi atau sebuah jalan keluar yang baru; kebutuhan dan pandangan pribadi tidak dipaksakan pada orang lain
3.         Kemampuan Menanggapi Kebutuhan
Pada konflik destruktif, hanya kebutuhan sendiri saja yang dipertimbangkan. Dengan berjalanya waktu seseorang menjadi semakian yakin bahwa keyakinananya  dan perilakunya adalah benar. Penyelesaaian konflik yang konstruktif ditandai secara khas oleh penyelesaian yang menanggapi kebutuhan semua pihak yang terlibat.
4.         Komunikasi
Saling tidak percaya, persepsi yang salah, dan peningkatan muatan emosi tertentu saja membentuk konflik yang destruktif. Penyelesaian yang konstruktif meliputi dialog terbuka dan jujur, slaing berbagi kekawatiran, dan mendengarkan dengan hasrat untuk memahami orang lain. Tujuanya adalah memebuka masalah sehingga dapat dihadapi secara efektif.
Konflik dapat bermanfaat bagi organisasi, bila pemimpin mempunyai kemahiran dalam memfasilitasi penyelesain konflik yang konstruktif. Jika perbedaan pendapat tentang sesuatu isu disuarakan dan jika masalah dibuka, hali ini menunjukan bahwa orang- orang terlibat dan peduli. Lawan dari cinta bukanlah benci, tetapi ketidakpedulian. Pada cinta dan benci terdapat enerji mereka yang dicintai seseorang akan memepunyai kekuasaan untuk menibulkan kebencian. Ketidakpedulian bersifat kosong. Enerji ditimbulkan melalui penyelesaian konflik yang efektif dapat diguanakan secara positif kearah pencapain tujuan. Nielsen (1977) mengatakan bahwa konflik adalah akar perubahan pribadi dan social’( hlm153). Konflik merangsang penyelesaian masalah dan hasil penyelesaian yang kreatif, konflik dapat dinikmati, danmemungkinkan perkembangan identitas pribadi.


DAFTAR PUSTAKA

Hani Handoko. Manajemen Personalia dan Sumber Daya manusia. Yogyakarta : BPFE. 2001.
Robbins, Stephen P., Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat
Monica. 1998. Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan. Jakarta: EGC.
Satrianegara M fais, & siti saleha.2009.”Buku Aajar Organisasi Dan Manajemen Pelayanan Kesehatan Serta Kebidanan”. Jakarta.salemba medika.
Simamora, R. 2012. Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Jakarta: EGC.
Soetopo, Hendyat. 2010. Perilaku Organisasi Teori dan Praktik di Bidang Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Supriyatno. 2005. Manajemen Bangsal Keperawatan. Jakarta: EGC.
Swanburg,Russel C.2000.”Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan”.Jakarta:EGC
Wahyudi. Manajemen Konflik Dalam Organisasi, Edisi Kedua. Bandung : Alfabeta. 2006.

   LAPORAN PENDAHULUAN
MANAJEMEN KEPERAWATAN

A.      Pengertian Manajemen Keperawatan
Manajemen keperawatan merupakan suatu bentuk koordinasi dan integrasi sumber-sumber keperawatan dengan menerapkan proses manajemen untuk mencapai tujuan dan obyektifitas asuhan keperawatan dan pelayanan keperawatan.
Kelly dan Heidental (2004) dalam Marquis dan Huston (2000), menyatakan bahwa anajemen keperawatan dapat didefenisikan sebagai suatu proses dari perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengawasan untuk mencapai tujuan. Proses manajemen dibagi menjadi lima tahap yaitu perencanaan, pengorganisasian, kepersonaliaan, pengarahan dan pengendalian
Swanburg (2000) menyatakan bahwa manajemen keperawatan adalah kelompok dari perawat manajer yang mengatur organisasi dan usaha keperawatan yang pada akhirnya manajemen keperawatan menjadi proses dimana perawat manajer menjalankan profesi mereka. Manajemen keperawatan memahami dan memfasilitasi pekerjaan perawat pelaksana serta mengelola kegiatan keperawatan.
Manajemen pelayanan keperawatan adalah pelayanan di rumah sakit yang dikelola oleh bidang perawatan melalui tiga tingkatan manajerial yaitu manajemen puncak (kepala bidang keperawatan), manajemen menegah (kepala unit pelayanan atau supervisor), dan manajemen bawah (kepala ruang perawatan). Keberhasilan pelayanan keperawatan sangat dipengaruhi oleh manajer keperawatan melaksanakan peran dan fungsinya. Manajemen keperawatan adalahproses kerja setiap perawat untuk memberikan pengobatan dan kenyamanan terhadap pasien. Tugas manager keperawatan adalah merencanakan, mengatur, mengarahkan dan mengawasi keuangan yang ada, peralatan dan sumber daya manusia untuk memberikan pengobatan yang efektif dan ekonomis kepada pasien (Gillies, 1994).

B.       Prinsip Umum Manajemen Keperawatan
Prinsip-prinsip manajemen secara umum menurut Fayol terdiri dari:
1.         Division of working (pembagian pekerjaan)
2.         Authority and  responsibility (kewenangan dan tanggungjawab)
3.         Dicipline (disiplin)
4.         Unity of command (kesaatuan komando)
5.         Unity of direction (Kesatuan arah)
6.         Subordination of individual to generate interent (kepentingan individu tundukpadakepentingan umum)
7.         Renumeration of personal (penghasilan pegawai)
8.         Decentralization (desentralisasi)
9.         Scala of hierarchy (jenjang hirarki)
10.     Order (keterlibatan)
11.     Stability of tunnure personal (stabilitas jabatan pegawai)
12.     Equity (keadilan)
13.     Inisiative (inisiatif)
14.     Esprit de corps (Kesetiawakawanan korps).
Seperti  juga  prinsip-prinsip  manajemen  secara  umum,  prinsip-prinsipyang mendasari manajemen keperawatan adalah:
1.         Manajemen keperawatan seyogianya berlandaskan perencanaan, karena melalui fungsi perencanaan pimpinan/ pengelola keperawatan dapat menurunkan risikoterhadap pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang tidak efektif dantidak efisien
2.         Manajemen keperawatan dilaksanakan melalui penggunaan waktu yang efektif. Manajer/ pengelola keperawatan yang menghargai waktu akan menyusun perencanaan yang terprogram dengan baik dan melaksanakan kegiatan sesuaidengan waktu dan perencanaan yang telah ditentukan sebelumnya
3.         Manajemen keperawatan akan melibatkan pengambilan keputusan. Berbagai situasi maupun permasalahan yang terjadi dalam pengelolaan kegiatankeperawatan memerlukan pengambilan keputusan yang tepat diberbagai tingkatmanajerial.
4.         Memenuhi kebutuhan asuhan keperawatan pasien merupakan fokus perhatianmanajer/ pengelola keperawatan dengan mempertimbangkan apa yang pasien lihat, pikir, yakini dan ingini. Kepuasan pasien merupakan point utama dari tujuankeperawatan
5.         Manajemen keperawatan harus terorganisir. Pengorganisasian dilakukan sesuaidengan kebutuhan organisasi pelayanan untuk mencapai tujuan
6.         Pengarahan merupakan elemen kegiatan manajemen keperawatan yang meliputiproses pendelegasian, supervisi, koordinasi dan pengendalian pelaksanaan rencana
7.         Divisi keperawatan yang baik memotivasi karyawan untuk memperlihatkan penampilan kinerja yang baik
8.         Manajemen keperawatan menggunakan komunikasi yang efektif. Komunikasi yang efektif akan mengurangi kesalahpahaman dan memberikan persamaan pandangan, arah dan pengertian diantara pegawai
9.         Pengembangan staf penting untuk dilaksanakan sebagai upaya persiapan perawat-perawat pelaksana menduduki posisi yang lebih tinggi ataupun upaya manajer keperawatan untuk meningkatkan pengetahuan karyawan.
10.     Pengendalian merupakan elemen manajemen keperawatan yang meliputi penilaian tentang pelaksanaan rencana yang telah dibuat, pemberian instruksi dan menetapkan prinsip-prinsip melalui penetapan standar, membandingkan penampilan dengan standar dan memperbaiki kekurangan yang ditemukan.
Berdasarkan prinsip-prinsip diatas maka para administrator dan manajerkeperawatan seyogianya bekerja bersama-sama dalam perencanaan dan pengorganisasian serta fungsi-fungsi manajemen lainnya untuk mencapai tujuanyang telah ditetapkansebelumnya.
C.      Lingkup Manajemen Keperawatan
Mempertahankan kesehatan telah menjadi sebuah industri besar yang melibatkan berbagai aspek upaya kesehatan. Pelayanan kesehatan kemudian menjadi hak yangpaling mendasar bagi semua orang dan memberikan pelayanan kesehatan yang memadai akan membutuhkan upaya perbaikan menyeluruh sistem yang ada. Pelayanan kesehatan yang memadai ditentukan sebagian besar oleh gambaran pelayanan keperawatan yang terdapat di dalamnya.
Keperawatan merupakan disiplin praktek klinis. Manejer keperawatan yang efektif seyogianya memahami hal ini dan memfasilitasi pekerjaan perawat pelaksana. Kegiatan perawat pelaksana meliputi:
1.         Menetapkan penggunaan proses keperawatan
2.         Melaksakan intervensi keperawatan berdasarkan diagnosa
3.         Menerima ankotabilitas kegiatan keperawatan yang dilaksakan oleh perawat
4.         Menerima ankotabilitas untuk hasil-hasil keperawatan
5.         Mengendalikan lingkungan praktek keperawatan.
Seluruh pelaksanaan kegiatan ini senantiasa diinisiasi oleh para manajer keperawatanmelalui partisipasi dalam proses manajemen keperawatan dengan melibatkan perawat pelaksana.
Berdasarkan gambaran diatas maka lingkup manajemen keperawatan terdiri dari:

1.         Manajemen operasional
Pelayanan keperawatan di rumah sakit dikelola oleh bidang perawatan yang terdiri dari tiga tingkat manajerial yaitu:
a.         Manajemen puncak
b.        Manajemen menengah
c.         Manajemen bawah
Tidak setiap orang memiliki kedudukan dalam manajemen berhasil dalam kegiatannya. Ada beberapa faktor yang perlu dimiliki oleh orang-orang tersebut agar pelaksanaannya berhasil, antara lain:
a.         Kemampuan menerapkan pengetahuan
b.        Ketrampilan kepemimpinan
c.         Kemampuan menjalankan peran sebagai pemimpin
d.        Kemampuan melaksakan fungsi manajemen
2.         Manajemen asuhan keperawatan
Manajemen asuhan keperawatan merupakan suatu proses keperawatan yangmenggunakan konsep-konsep manajemen didalamnya seperti perencanaan,pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian atau evaluasi. Proses keperawatan merupakan proses pemecahan masalah yang menekankan pada pengambilan keputusan tentang keterlibatan perawat yang dibutuhkan pasien.
Menurut S. Suarli dan Yanyan Bahtiar (2002), manajemen pada proses keperawatan mencakup manajemen pada berbagai tahap dalam keperawatan, yaitu :
a.         Pengkajian
Pengkajian yaitu langkah awal dalam proses keperawatan yang mengharuskan perawat setepat mungkin mendata pengalaman masa lalu pasien, pengetahuan yang dimiliki, perasaan, dan harapan kesehatan dimasa datang.
b.        Diagnosis
Diagnosis merupakan tahap pengambilan keputusan professional dengan menganalisis data yang telah dikumpulkan. Keputusan yang diambil dapat berupa rumusan diagnosis keperawatan, yaitu respon biopsikososio spiritual terhadap masalah kesehatan actual maupun potensial.
c.         Perencanaan
Perencanaan keperawatan dibuat setelah perawat mampu memformulasikan diagnosis keperawatan. Perawat memilih metode khusus dan memilih sekumpulan tindakan alternative untuk menolong pasien mempertahankan kesejahteraan yang optimal.
d.        Implementasi
Implementasi merupakan langkah berikutnya dalam proses keperawatan semua kegiatan yang digunakan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien harus direncanakan untuk menunjang Tujuan pengobatan medis, dan memenuhi Tujuan rencana keperawatan. Implementasi rencana asuhan keperawatan berarti perawat mengarahkan, menolong, mengobservasi, dan mendidik semua personil keperawatan yang terlibat dalam asuhan pasien tersebut.
e.         Evaluasi
Evaluasi adalah pertimbangan sistematis dan standar dari Tujuan yang dipilih sebelumnya, dibandingkan dengan penerapan praktik yang actual dan tingkat asuhan yang diberikan. Evaluasi keefektifan asuhan yang diberikanhanya dapat dibuat jika Tujuan diidentifikasikan sebelumnya cukup realistis, dan dapat dicapai oleh perawat, pasien, dan keluarga.
Kelima langkah dalam proses keperawatan ini dilakukan terus menerus oleh perawat, melalui metode penugasan yang ditetapkan oleh para menejer keperawatan sebelumnya. Para menejer keperawatan (terutama menejer tingkat bawah) terlibat dalam proses menejerial yang melibatkan berbagai fungsi manajemen, dalam rangka mempengaruhi dan menggerakkan bawahan. Hal ini dilakukan agar mampu memberikan asuhan keperawatan yang memadai, dengan kode etik dan standar praktik keperawatan.

D.      Proses Manajemen Keperawatan
Henry Fayol mengungkapkan ada lima fungsi manajemen yang meliputi Planning,Organization, Command, Coordination, dan Control. KonsepFayol tersebut dimodifikasi oleh Luther Gullick (Marquis & Huston, 2000) dalam bentuk tujuh aktivitas manajemenyang meliputi Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Reporting,dan Budgeting.
Marquis dan Huston merangkum konsep yang dikemukakan oleh Fayol dan Gullick dengan mengungkapkan bahwa proses manajemen keperawatan terdiri dari planning, organizing, staffing, directing, dan controlling yang membentuk suatu siklus proses manajemen.
Proses manajemen keperawatan dapat juga dilihat dari pendekatan sistem, yaitu sebagai sistem terbuka dimana masing -masing komponen saling berhubungan danberinteraksi serta dipengaruhi oleh lingkungan. Karena merupakan suatu sistem maka akan terdiri dari lima elemen utama yaitu input, process, output,control dan mekanisme umpan balik (feed back).
Input dari proses manajemen keperawatan antara lain informasi, personil, peralatandan fasilitas.
Process dalam manajemen keperawatan adalah kelompok manajer daritingkat pengelola keperawatan tertinggi sampai keperawat pelaksana yang mempunyai tugas dan wewenang untuk melakukan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan.
Output adalah kualitasdari asuhan pelayanan keperawatan, pengembangan staf dan riset.
Control yang digunakan dalam proses manajemen keperawatan termasuk budget dari bagian keperawatan, evaluasi penampilan kerja perawat, prosedur standar danakreditasi. Mekanisme umpan balik ( feed back ) berupa laporan finansial, auditkeperawatan, survey kendali mu tu dan penampilan kerja perawat.
1.         Planning
Pada proses perencanaan, menentukan misi, visi, tujuan, kebijakan, prosedur, dan peraturan-peraturan dalam pelayanan keperawatan, kemudian membuat perkiraan proyeksi jangka pendek dan jangka panjang serta menentukan jumlah biaya dan mengatur adanya perubahan berencana.
2.         Organizing
Meliputi beberapa kegiatan diantaranya adalah menetapkan struktur organisasi, menentukan model penugasan keperawatan sesuai dengan keadaan klien danketenagaan, mengelompokkan aktivitas-aktivitas untuk mencapai tujuan dari unit,bekerja dalam struktur organisasi yang telah ditetapkan dan memahami sertamenggunakan kekuasaan dan otoritas yang sesuai.
3.         Staffing
Meliputi kegiatan yang berhubungan dengan kepegawaian diantaranya adalah rekruitmen, wawancara, mengorientasikan staf, menjadwalkan dan mengsosialisasikan pegawai baru serta pengembangan staf.
4.         Directing
Meliputi pemberian motivasi, supervisi, mengatasi adanya konflik, pendelegasian,cara berkomunikasi dan fasilitasi untuk kolaborasi..
5.         Controlling
Meliputi pelaksanaan penilaian kinerja staf, pertanggungjawaban keuangan, pengendalian mutu, pengendalian aspek legal dan etik serta pengendalian profesionalisme asuhan keperawatan.

E.       Peran Manajemen Keperawatan
Peran dan fungsi manajemen keperawatan terdiri dari:
1.        Peran Interpersonal (Interpersonal Role)
Dalam peran interpersonal terdapat tiga peran pemimpin yang muncul secara langsung dari otoritas formal yang dimiliki pemimpin dan mencakup hubungan interpersonal dasar, yaitu:
a.         Peran sebagai yang dituakan (Figurehead Role)
Karena posisinya sebagai pemimpin suatu unit organisasi, pemimpin harus melaksanakan tugas-tugas seremonial seperti menyambut tamu penting, menghadiri pernikahan anak buahnya, atau menjamu makan siang pelanggan atau kolega. Kegiatan yang terkait dengan peran interpersonal sering bersifat rutin, tanpa adanya komunikasi ataupun keputusan penting. Meskipun demikian, kegiatan itu penting untuk memperlancar fungsi organisasi dan tidak dapat diabaikan oleh seorang pemimpin.
b.        Peran sebagai pemimpin (Leader Role)
Seorang pemimpin bertanggungjawab atas hasil kerja orang-orang dalam unit organisasi yang dipimpinnya. Kegiatan yang terkait dengan itu berhubungan dengan kepemimpinan secara langsung dan tidak langsung. Yang berkaitan dengan kepemimpinan secara langsung antara lain menyangkut rekrutmen dan training bagi stafnya. Sedang yang berkaitan secara tidak langsung antara lain seorang pemimpin harus memberi motivasi dan mendorong anak buahnya. Pengaruh seorang pemimpin jelas terlihat pada perannya dalam memimpin. Otoritas formal memberi seorang pemimpin kekuasaan potensial yang besar; tetapi kepemimpinanlah yang menentukan seberapa jauh potensi tersebut bisa direalisasikan.
c.         Peran sebagai Penghubung (Liaison Role)
Literatur manajemen selalu mengakui peran sebagai pemimpin, terutama aspek yang berkaitan dengan motivasi. Hanya baru-baru ini saja pengakuan mengenai peran sebagi penghubung, di mana pemimpin menjalin kontak di luar rantai komando vertikal, mulai muncul. Hal itu mengherankan, mengingat banyaktemuan studi mengenai pekerjaan manajerial menunjukkan bahwa pemimpin menghabiskan waktunya bersama teman sejawat dan orang lain dari luar unitnya sama banyak dengan waktu yang dihabiskan dengan anak buahnya; sementara dengan atasannya justru kecil. Pemimpin menumbuhkan dan memelihara kontak tersebut biasanya dalam rangka mencari informasi. Akibatnya, peran sebagai penghubung sering secara khusus diperuntukkan bagi pengembangan sitem informasi eksternalnya sendiri yang bersifat informal, privat, verbal, tetapi efektif.
2.        Peran Informasional (Informational Role)
Dikarenakan kontak interpersonalnya, baik dengan anak buah maupun dengan jaringan kontaknya yang lain, seorang pemimpin muncul sebagai pusat syaraf bagi unit organisasinya. Pemimpin bisa saja tidak tahu segala hal, tetapi setidaknya tahu lebih banyak dari pada stafnya. Pemrosesan informasi merupakan bagian utama (key part) dari tugas seorang pemimpin.
Tiga peran pemimpin berikut ini mendiskripsikan aspek informasionaltersebut:
a.         Peran sebagai monitor (Monitor Role)
Sebagai yang memonitor, seorang pemimpin secara terus menerus memonitor lingkungannya untuk memperoleh informasi, dia juga seringkaliharus ’menginterogasi’ kontak serta anak buahnya, dan kadangkala menerima informasi gratis, sebagian besar merupakan hasil jaringan kontak personal yang sudah dikembangkannya. Perlu diingat, bahwa sebagian besar informasi yang diperoleh pemimpin dalam perannya sebagai monitor datang dalam bentuk verbal, kadang berupa gosip, sassus, dan spekulasi yang masih membutuhkan konfirmasi dan verifikasi lebih lanjut.
b.        Peran sebagai disseminator (Disseminator role)
Sebagian besar informasi yang diperoleh pemimpin harus dimanfaatkan bersama (sharing) dan didistribusikan kepada anak buah yang membutuhkan. Di samping itu ketika anak buahnya tidak bisa saling kontak dengan mudah, pemimpinlah yang kadang-kadang harus meneruskan informasi dari anak buah yang satu kepada yang lainnya.
c.         Peran sebagai Juru bicara (Spokesman Role)
Sebagai juru bicara seorang pemimpin mempunyai hak untuk menyampaikan informasi yang dimilikinya ke orang di luar unit organisasinya.
3.        Peran Pengambilan Keputusan (Decisional Role)
Informasi yang diperoleh pemimpin bukanlah tujuan akhir, tetapi merupakan masukan dasar bagi pengambilan keputusan. Sesuai otoritas formalnya, hanya pemimpinlah yang dapat menetapkan komitmen organisasinya ke arah yang baru; dan sebagai pusat syaraf organisasi, hanya dia yang memiliki informasi yang benar dan menyeluruh yang bisa dipakai untuk memutuskan strategi organisasinya. Berkaitan dengan peran pemimpin sebagai pengambil keputusan terdapat empat peran pemimpin, yaitu:
a.         Peran sebagai wirausaha (Entrepreneur Role)
Sebagai wirausaha, seorang pemimpin harus berupaya untuk selalu memperbaiki kinerja unitnya dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan di mana organisasi tersebut eksis. Dalam perannya sebagai wirausaha, seorang pemimpin harus selalu mencari ide-ide baru dan berupaya menerapkan ide tersebut jika dianggap baik bagi perkembangan organisasi yang dipimpinnya.
b.        Peran sebagai pengendali gangguan (Disturbance handler Role)
Peran sebagai pengendali gangguan memotret keharusan pemimpin untuk merespon tekanan-tekanan yang dihadapi organisasinya. Di sini perubahan merupakan sesuatu di luar kendali pemimpin. Dia harus bertindak karena adanya tekanan situasi yang kuat sehingga tidak bisa diabaikan. Pemimpin seringkali harus menghabiskan sebagian besar waktunya untuk merespon gangguan yang menekan tersebut. Tidak ada organisasi yang berfungsi begitu mulus, begitu terstandardisasi, yaitu telah memperhitungkan sejak awal semua situasi lingkungan yang penuh ketidakpastian. Gangguan timbul bukan saja karena pemimpin bodoh mengabaikan situasi hingga situasi tersebut mencapai posisi kritis, tetapi juga karena pemimpin yang baik tidak mungkin mengantisipasi semua konsekuensi dari setiap tindakannya.
c.         Peran sebagai yang mengalokasikan sumberdaya (Resource allocator Role)
Pada diri pemimpinlah terletak tanggung jawab memutuskan siapa akan menerima apa dalam unit organisasinya. Mungkin, sumberdaya terpenting yang dialokasikan seorang pemimpin adalah waktunya. Perludiingat bahwa bagi seseorang yang memiliki akses ke pemimpin berarti dia bersinggungan dengan pusat syaraf unit organisasi dan pengambil keputusan. Pemimpin juga bertugas untuk mendesain struktur organisasi, pola hubungan formal, pembagian kerja dan koordinasi dalam unit yang dipimpinnya.
d.        Peran sebagai negosiator (Negotiator Role)
Banyak studi mengenai kerja manajerial mengindikasikan bahwa pemimpin menghabiskan cukup banyak waktunya dalam negosiasi. Sebagaimana dikemukakan Leonard Sayles, negosiasi merupakan way of life dari seorang pemimpin yang canggih. Negosiasi merupakan kewajiban seorang pemimpin, mungkin rutin, tetapi tidak boleh dihindari. Negosiasi merupakan bagian integral dari tugas pemimpin, karena hanya dia yang memiliki otoritas untuk bisa memberikan komitmen sumberdaya organisasi, dan hanya dia yang memiliki pusat syaraf informasi yang dibutuhkan dalam melakukan negosiasi penting.

F.       Fungsi Manajemen Dalam Keperawatan
Manajemen oleh para penulis dibagi atas beberapa fungsi, pembangian fungsi-fungsi manajemen ini tujuannya adalah:
1.         Supaya sistematika urutan pembahasannya lebih teratur
2.         Agar analisis pembahasannya lebih mudah dan lebih mendalam
3.         Untuk menjadi pedoman pelaksanaan proses manajemen bagi manajer
Fungsi-fungsi manajemen adalah serangkaian kegiatan yang dijalankan dalam manajemen berdasarkan fungsinya masing-masing dan mengikuti satu tahapan-tahapan tertentu dalam pelaksanaannya. Fungsi-fungsi manajemen, sebagaimana diterangkan oleh Nickels, McHug and McHugh (1997), terdiri dari empat fungsi, yaitu:
1.         Perencanaan
Perencanaan atau Planning, yaitu proses yang menyangkut upaya yang dilaku-kan untuk mengantisipasi kecenderungan di masa yang akan datang dan penentuan strategi dan taktik yang tepat untuk mewujudkan target dan tujuan organisasi. Di antara kecenderungan dunia bisnis sekarang, misalnya, bagaimana merencanakan bisnis yang ramah lingkungan, bagaimana merancang organisasi bisnis yang mampu bersaing dalam persaingan global, dan lain sebagainya.
2.         Pengorganisasian
Pengorganisasian atau Organizing, yaitu proses yang menyangkut bagaimana strategi dan taktik yang telah dirumuskan dalam perencanaan didesain dalam sebuah struktur organisasi yang cepat dan tangguh, sistem dan lingkungan organisasi yang kondusif, dan bisa memastikan bahwa semua pihak dalam orga¬nisasi bisa bekerja secara efektif dan efisien guna pencapaian tujuan organisasi.
3.         Pengimplementasian
Pengimplementasian atau Directing, yaitu proses implementasi program agar bisa dijalankan oleh seluruh pihak dalam organisasi serta proses memotivasi agar semua pihak tersebut dapat menjalankan tanggung jawabnya dengan penuh kesadaran dan produktivitas yang tinggi.
4.         Pengendalian
Pengendalian dan Pengawasan arau Controlling, yaitu proses yang dilakukan untuk memastikan seluruh rangkaian kegiatan yang telah direncanakan, di¬organisasikan, dan diimplementasikan bisa berjalan sesuai dengan target yang diharapkan sekalipun berbagai perubahan terjadi dalam lingkungan dunia bisnis yang dihadapi.
Banyak ahli yang berbeda pandangan mengenai fungsi manajemen akan tetapi esensinya tetap sama, bahwa:
1.         Manajemen terdiri dari berbagai proses yang terdiri dari tahapan-tahapan tertentu yang berfungsi untuk mencapai tujuan organisasi.
2.         Setiap tahapan memiliki keterkaitan satu sama lain dalam pencapaian tujuan organisasi
Secara diagramatis, jika kita kaitkan antara tujuan organisasi (yang harus dicapai secara efektif dan efisien) dan sumber-sumber daya organsaisi dengan fungsi-fungsi manajemen yang baru saja diterangkan.
Fungsi-fungsi manajemen diperlukan agar keseluruhan sumber daya organisasi dapat dikelola dan dipergunakan secara efektif dan efisien sehingga tujuan organisasi dapat tercapai.
Kegiatan-kegiatna dalam fungsi menajamen
1.         Fungsi Perencanaan (Planning)
a.         Menetapkan tujuan dan target bisnis
b.        Merumuskan strategi untuk mencapai tujuan dan target bisnis tersebut
c.         Menentukan sumber-sumber daya yang diperlukan
d.        Menetapkan standar/indikator keberhasilan dalam pencapaian tujuan dan target bisnis
2.         Fungsi Pengorganisasian (Organizing)
a.         Mengalokasikan sumber daya, merumuskan dan amenetapkan tugas, dan menetapkan rposedur yang diperlukan
b.        Menetapkan struktur ornganisasi yang menunjukkan adanya garis kewenangan dan tanggung jawab
c.         Kegiatna perekrutan, penyeleksian, pelatihan, dan pengembangan sumber daya mansuia/tenaga kerja
d.        Kegiatan penempatan sumber daya manusia pada posisi yang paling tepat
3.         Fungsi pengimplementasian (Directing)
a.         Mengimplementasikan proses kepemimpinan, pembimbingan, dan pemberian motivasi kepada tenaga kerja agar dapat bekerja secara efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan
b.        Memberikan tugas dan penjelasan rutin mengenai pekerjaan menjelaskan kebijakan yagn ditetapkan
4.         Fungsi Pengawasan (Controlling)
a.         Mengevaluasi keberhasilan dalam pencapaian tujuan dan target bisnis sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan
b.        Mengambil langkah klarifikasi dan koreksi atas penyimpangan yang mungkin ditemukan
c.         Melakukan berbagai alternatif solusi atas bnerbagai masalah yang terkait dengan pencapaian tujuan dan target bisnis.

















DAFTAR PUSTAKA

Kontoro,   Agus.    2010.    Buku    Ajar    Manajemen    Keperawatan. Yogyakarta :    Nuha Medika.
Gillies, D. A. 1994. Nursing management : A system approach,Third edition .Philadelphia: WB. Saunders Company.
Marguis & Huston. 2000. Leadership role and management in nursing: theoryandapplication. Philadelphia: Lippincott.
S. Suarli dan Bahtiar, Yanyan. 2002. Manajemen Keperawatan dengan PendekatanPraktis. Jakarta: Erlangga Medical Series.
Swamburg. 2000. Management and leadership for nurse manager. Boston: Jones andBarlett Publishers
Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan, Dasar-Dasar Perbankan, Jakarta: Bumi Aksara,  2004,
Rahmat, Definisi Manajemen, disalin dari website: http://blog.re.or.id/definisi-manajemen.htm
Hasibuan, Malayu, Manajemen= Dasar, Pengertian dan Masalah, (PT Bumi Aksara: Jakarta), 2005
Trisnawati Sule, Ernie, Pengantar Manajemen, (KEncana: Jakarta), hal. 8

0 komentar:

Posting Komentar

Detik - detik Tsunami Kota Palu